Satu. Aku, Shayna

1001 Words
Selamat membaca. *** Awan hitam tak mampu mengalahkan niatku untuk mengagumimu, tapi sayangnya setetes air hujan mampu membuatku mengerti, sampai kapan pun, kita takkan bisa bersama, bagaimana pun caranya. *** Shayna melompat dari kasur saat novel yang ia baca sudah memasuki dalam bab epilog atau bab terakhir di novel itu, wajah Shayna yang memang sudah tak enak badan, semakin pucat saat menutup novel itu, air matanya tak terbendung lagi, tangisnya pun turun seirama dengan langkah kakinya menuruni anak tangga rumahnya, hati perempaun itu kembali patah karena cerita akhir yang disajikan di novel itu. Banjar, kali ini -- selalu menjadi tempat pelarian Shayna di saat genting seperti ini, ia merasakan sakit hati dan sakit kepala bercampur aduk menjadi satu seperti ini, padahal besok dia mesti masuk sekolah ditahun ajaran pertama, tapi sialnya sakit malah menghampiri Shayna. "Njar, a***y, Banjar," panggilan Shayna akhirnya membuahkan hasil, setelah menerobos panasnya terik matahari demi berjalan kaki untuk menyeberang ke rumah Banjar, akhirnya pintu rumah itu terbuka juga. "Hai Shayna!" Shayna tak perlu kata sambutan itu, terlebih itu berasal dari Kevin, teman Banjar di sekolah -- juga teman Shayna, Shayna lebih membutuhkan Banjar, pengertian Banjar bahwa Shayna tengah patah hati. "Njar," panggilan itu membuat Banjar menoleh, ia menatap Shayna sesaat sebelum Argi menampar kepalanya dengan pelan karena Banjar mengabaikan permainan dan membuat timnya kalah. Kelemahan Banjar itu adalah mendengar panggilan dari Ibunya dan juga Shayna, bila Shayna memanggilnya maka demi apa pun ia akan memalingkan wajahnya kearah Shayna dengan segera, menegakkan badannya seperti seorang prajurit yang dipanggil oleh atasannya, dan juga selalu menyediakan bahu seperti orang yang tersayang untuk Shayna. "Apa? Kenapa lo?" Tanya Banjar, ia sempat melepas stik PS-nya dan menghadap benar-benar kearah Shayna, menghampiri perempuan yang sudah duduk di sofa ruang tamunya itu. Shayna menarik napas, pikiranya terhadap ending novel yang semakin membuatnya meriang, hingga demam, dan sempat berbicara sendiri pun terhenti, ia menatap Banjar juga dua temannya. "Eh, di depan yado ada cowok makai motor merah, siapa?" Tanyanya pada tiga orang itu. "Hah?" Tanya Banjar balik setelah mendengar apa yang dikatakan perempuan itu. Perasaanya ia tak mengundang dan akan menerima tamu lagi, pasalnya Kevin dan Argi pun juga tak membawa teman ke rumah Banjar. Banjar tak henti menautkan alis hingga ia memilih melangkah kearah jendela untuk melihat apa yang dikatakan oleh Shayna, tak ada siapa pun di depan rumahnya, mungkin Shayna lagi ngawur, terlebih perempuan itu juga terserang demam, bukan? "Lo istirahat aja deh Shay, daripada lo makin ngawur, sudah minum obat memang?" Tanya Banjar lagi, kembali berjalan untuk duduk din dekat Argi, memilih untuk melanjutkan permainan mereka. Banjar adalah salah satu sahabat Shayna, atau bisa dibilang satu-satunya sahabat Shayna, Shayna adalah perempuan yang galak, hingga manusia-manusia yang lain pun tampak takut dengannya, dan satu lagi sifat buruk yang Shayna miliki, dia ..., terkesan sombong, tatapan matanya selalu saja seperti meremehkan orang lain, padahal Banjar sendiri tahu, Shayna adalah orang baik, dan tatapan matanya memang begitu adanya, tidak dibikin-bikin untuk galak atau pun sombong, juga Shayna adalah tetangganya Banjar, jadi hubungan mereka terbilang cukup dekat. Awal-awal, dahulu Shayna sebenarnya dilarang berteman dengan Banjar, entah mengapa, tapi yang pasti, karena kegigihan Shayna sendiri, Shayna akhirnya menjadi dekat dengan Banjar. "Sudah lah, gila aja, besok sekolah, ketemu dede imut, masa gue sakit," sahut Shayna, lagi-lagi ia lupa tujuannya ke tempat Banjar untuk apa. "Oh iya, njay gue ditinggal pacar gue nih! Sedih cenah, masa doi mati!" setelah mencerocos tentang bagaimana keadaanya, Shayna kembali berucap, mengadu tentang apa yang ia rasakan hingga langkah kakinya membawa ia ke rumah Banjar. "Meninggal Shay, meninggal," sahut Argi membetulkan, perkataan perempuan itu, karena meninggal dan mati beda sekali pembacaannya. Mati kan hanya untuk binatang, lagian Shayna juga termasuk perempuan halu yang suka sekali membaca novel dan juga nonton drama korea, jadi tokoh ganteng di novel mau pun di drama korea selalu diangkat oleh Shayna menjadi pacarnya, tak heran bila ke dua teman Banjar hanya mendengus saat mendengar Shayna membicaralan 'pacarnya,' Shayna kan jomlo, atau ..., Shayna sebenarnya sudah jadian dengan Banjar tapi mereka menutupinya? Pasalnya hubungan mereka sungguh sangat dekat, membedakan Banjar yang sayang dengan Shayna dengan tulus berstatus sahabat atau sebagai kekasih sangat tidak bisa dibedakan. "Iya iya ih, tahu," sahut Shayna lagi, lalu Shayna memulai sesi ceritanya, menceritakan bagaimana tokoh novel itu menjalin kasih romansanya, menceritakan bagaimana tokoh novel itu menemui kejutan-kejutan dalam hidupnya, dan menceritakan bagaimana akhir dari novel itu kepada Banjar juga ke dua temannya. Banjar menanggapi cerita Shayna, ia selalu menjawab apa yang dibicarakan oleh Shayna, terkadang ia juga memberikan pendapat-pendapat bahwa cerita itu banyak pesan moralnya, Banjar benar-benar menjadi pendengar bagi Shayna. Melihat kejadian itu -- di mana Banjar dan Shayna asik bercerita membuat Argi mau pun Kevin menggelengkan kepala, pertanyaan masih sama sejak satu tahun lalu, sejak mereka pertama kali mengenal Shayna dan Banjar. Shayna dulu tidak mau lepas sama sekali dengan Banjar walau sampai sekarang tetap begitu, membuat Shayna diledek, ia dikata-katain manja dan juga disebut-sebut pacar Banjar. Banjar juga terlihat sangat menyayangi Shayna, semarah-marahnya Shayna, tempat yang bisa menenagkannya hanyalah Banjar, hanya lah laki-laki itu, yang membuat Argi dan Kevin semakin yakin bahwa Banjar dan Shayna memang memiliki hubungan. "Gue serius tahu Njar, tadi ada yang ngeliatin rumah lo," kata Shayna lagi, pembahasan ini menarik bagi Shayna yang hobi membaca novel, ia benar-benar tidak berbohong, saat menyeberang dari rumahnya ke rumah Banjar, ia melihat ada seorang laki-laki di atas motor merah berada di depan rumah Banjar, memandang rumah itu, Shayna sendiri jelas tidak berani menegur, ia takut ia akan diculik. Pikirannya menjadi kemana-mana, ia takut Banjar akan mendapatkan masalah, ia takut yang tadi memperhatikan rumah Banjar adalah musuhnya, ia takut Banjar kenapa-kenapa. "Nggak ah, dia nyasar kali, makanya liat nomor rumah gue, kali," jawab Banjar dengan tenang. Selain suka marah-marah, menatap orang remeh salah satu sifat minus Shayna adalah terlalu khuwatir, ia akan terus menerus memikirkan hal yang tidak penting dan tidak masuk akal menurut Banjar, Shayna juga selalu menghubung-hubungkan satu kejadian buruk dengan kejadian lainnya. Padahal dalam hati, Banjar juga ikut penasaran, siapa laki-laki dengan motor merah yang memperhatikan rumahnya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD