2. Laiqa Ruqaya

1505 Words
Laiqa Ruqaya Kevin melirik perempuan yang berjalan menyejajarinya. Perempuan itu tidak secantik wanita-wanita yang selama ini mengelilingi memang. Namun, ada yang berbeda di wajah itu. Bibir tipis itu ketika tadi mengukir senyuman tampak amat sangat manis. Dan binar mata yang meski penuh keterkejutan menyimpan keindahan tak terbantahkan. Tinggal beberapa langkah memasuki restoran yang direservasi oleh orang tuanya, Kevin teringat satu hal. Dia mengeluarkan ponsel, membuka kolom memo kemudian menyerahkan ponselnya pada Laiqa. "Apa?" tanya Laiqa saat menemukan ponsel yang disodorkan di depannya. "Aku udah menyusun beberapa hal tentang hubungan kita. Tentu saja itu palsu. Buat jaga-jaga kalau ditanyai keluargaku, jadi jawaban kita bisa sama." Laiqa menaikkan sebelah alis saat sekilas membaca deretan kata di layar ponsel Kevin. Dia tahu benar maksud Kevin, agar orang-orang di sekitar lelaki itu tak perlu curiga. "Ketemu bulan Januari, dan jadian di hari Valentine," Laiqa mengeja. Sembari menyimpan kuluman senyumnya. "Ya. Kita nggak sengaja bertemu saat pesta kembang api tahun baru di Ancol, terus rutin komunikasi. Dan aku nembak kamu di Plaza Indonesia, di hari Valentine dengan sebuket bunga mawar merah muda." Kevin mengangguk. Dia sudah hapal betul dengan rincian pertemuan dan segala t***k bengek yang ia susun sendiri. Dia sudah sedemikian siap menjalankan segala tipu daya yang akan ia ciptakan ke depan. Tentu saja. Sekali lagi. Agar tidak ada celah sedikit pun bagi keluarganya menemukan keganjalan. "Kamu baca dan cermati baik-baik. Aku nggak tahu hal itu akan ditanyakan atau nggak. Tapi cari amannya saja." Kevin melambaikan tangan pada Gitta -adiknya yang telah menemukan keberadaan mereka. "Kita udah hampir sampai, jadi angkat dagu kamu." Menurut, Laiqa segera mengangkat dagunya. Memasang wajah penuh kepercayaan diri. "Dan senyum. Nggak perlu gugup. Itu yang paling aku butuhin." Kevin melirik Laiqa. Senyumnya mengembang samar ketika perempuan disampingnya menuruti perkataannya. Dia kemudian melingkarkan lengan di bahu Laiqa dan mengusapnya pelan. "Kalau kamu berhasil jadi kekasihku yang luar biasa, aku tambah uang bayarannya." bisik Kevin di sebelah telinga Laiqa. Laiqa menoleh. Menaikkan sebelah alis dan tersenyum tipis. "Aku memang bukan artis, dan terlebih baru mengenalmu beberapa menit lalu. Tapi, aku akan tagih janjimu saat aku berhasil membuat kamu dan keluargamu terpukau." "Gadis pintar dan penuh kepercayaan diri. Aku suka itu." puji Kevin. Lalu mengarahkan tatapan ke depan dan berhenti tepat di depan meja yang sudah diisi oleh keluarganya. Dia mengulas senyuman hangat, melepas dekapan lengannya di bahu Laiqa untuk kemudian mendekati Wirda -mamanya. Yang tampak memasang wajah sebal. "Maaf, Kevin terlambat. Tapi cuma lima menit." Kevin melirik jam tangannya. Lalu kembali beralih menatap mamanya dan memberi kecupan di pipi sang mama. Setelahnya, Kevin kembali menegakkan tubuh. Berdiri sejajar dengan Laiqa, mendekap pinggang perempuan itu dan berkata, "Malam semuanya. Perkenalkan, ini Laiqa, pacar Kevin. Calon istri." Mendengar calon istri keluar dari bibir Kevin, Laiqa menoleh ke arah lelaki itu sedikit mendelik meminta penjelasan. Dia ingat betul perannya hanya menjadi pacar pura-pura Kevin, bukan calon istri. Kevin merendahkan wajahnya, berbisik merdu di telinga Laiqa. "Kita akan bicarakan itu nanti. Tapi sekarang kamu cukup jalankan tugasmu dengan benar." Laiqa mengembuskan napas. Dia memang sudah setuju. Kalau dia kabur, justru ia yang kehilangan muka. Maka yang Laiqa lakukan selanjutnya adalah mengulas senyuman manis dan memperkenalkan diri dengan amat elegan. Perkenalan itu berjalan mulus tanpa hambatan sebelumnya. Hingga jerit dari Wirda membuat semua orang di meja itu menoleh ke arah sang nyonya. "Kamu perempuan itu, kan?" Wirda memicingkan mata. Menelisik wajah Laiqa sembari mengumpulkan puing-puing ingatannya. Kevin yang mendapati ekspresi terkejut Wirda segera memejamkan mata dan menoleh ke arah Laiqa. "Kamu pernah bertemu mamaku. Atau terlibat masalah dengannya?" tanyanya, lirih. Laiqa menggeleng lemah. "Enggak. Aku hampir nggak pernah punya masalah sama ibu-ibu sosialiata." jawabnya, sama lirih. "Jadi nama kamu Laiqa. Dunia sempit banget." Wirda mendecap tak percaya. Sudah amat yakin dengan ingatannya, jika perempuan yang dibawa putranya adalah orang yang sama yang bertemu dengannya beberapa hari lalu. "Mama kenal pacar Kevin?" Hadiyaksa -Ayah Kevin membuka suara. Wirda tersenyum. "Nggak kenal. Tapi kita pernah bertemu." Kevin merasa was-was. Kalau-kalau sang ibu mengenali Laiqa dan terlebih mengetahui jika Laiqa hanya ia sewa menjadi kekasihnya. "Laiqa pernah nolongin Mama yang kecopetan." Wirda menjelaskan pertemuan pertamanya dengan Laiqa. Dan seolah ada batu besar yang baru saja disingkirkan dari dadanya. Laiqa dan Kevin mendesah lega. Laiqa kemudian meringis pelan dan mengangguk malu-malu. Dia pun teringat dengan usahanya tempo lalu yang sempat menolong Wirda. "Mama ih, bikin Kevin kaget aja." Kevin mendecap sebal. Dia kira, ia akan mati malam ini tapi ternyata mamanya hanya pernah betemu dengan Laiqa karena Laiqa menolong mamanya dari pencopet. Tunggu. Copet? Kepala Kevin segera tertoleh ke arah Laiqa. "Beneran kamu nolongin mama?" "Bener lah, Kev." Wirda menyambar. "Eh, Laiqa duduk. Kok berdiri terus." pintanya, saat sadar tamunya tak juga menempati kursi. Kevin menarik kursi kosong disamping Gitta untuk Laiqa tempati. Baru setelahnya ia duduk disisi sang pacar -eum pacar pura-pura. "Aduh, Mama senang sekali bisa ketemu kamu. Kemarin nggak sempat ngobrol, kamunya udah pergi. Eh, ternyata kamu pacarnya Kevin." Wirda berucap amat antusias. Terus saja menatap Kevin dan Laiqa secara bergantian. Dia merasa amat senang. Dan itu sebuah kejujuran. Melihat Kevin -putranya, akhirnya membawa calon istri dan dikenalkan padanya, adalah satu hal yang amat ia tunggu-tunggu sejak beberapa tahun lalu. Berbagai cara sudah Wirda lakukan agar Kevin segera bertemu jodohnya. "Laiqa juga senang ketemu sama tante." Laiqa berusaha keras menjaga sikapnya, agar tidak menampilkan sisi kampungannya. Dia melirik ke arah Kevin yang tampak begitu tenang. Seolah mempercayakan apa pun yang akan Laiqa lakukan atau katakan. "Mama pengin cepat-cepat dipanggil Mama, deh. Nggak mau dipanggil tante." Ucapan Wirda berhasil membuat Kevin yang sedang meneguk minumannya terbatuk. Bergerak cepat, refleks, Laiqa menepuk-nepuk pelan tengkuk dan punggung Kevin. "Kamu nggak apa-apa. Pelan-pelan dong, minumnya," bisik Laiqa perhatian. Kevin menoleh, menatap Laiqa penuh arti. Dia mengerjap berulang kali. Amat terkejut dengan sikap Laiqa yang memperlakukannya begitu lembut. Ketika akhirnya menemukan Laiqa mengedipkan sebelah mata. Kevin mengulas senyum tipis. Dia merasa tidak salah pilih wanita untuk bekerja sama. "Ehemm ... udahan kali, Kak. Kita bukan kentang ya, omong-omong." Alfa -adik Kevin nomor dua memecah keheningan. Membuyarkan acara tatap-tatapan antara Kevin dan Laiqa. "Iya nih. Aku juga bukan kentang. Nggak ada kentang yang secantik aku." Gitta ikut membalas sembari mencebikkan bibir. Sebelum segalanya berlarut dalam perdebatan kecil dan saling menggoda, Hadiyaksa membuka suara. "Sudah, lanjutkan makan kalian." Dia tahu persis tabiat anak-anaknya yang tidak bisa tenang, meski di meja makan. Ada saja topik pembicaraan yang mereka bawa lalu dijadikan satu kesenangan. Entah itu untuk menggoda satu sama lain atau memang satu pembahasan yang patut diperdebatkan. "Laiqa lajutin makan, ya. Nggak usah peduliin Kevin. Dia emang suka kagetan." Wirda bersuara, saat mendapati anggukan dari Laiqa, ia kembali berkata, "Makanannya enak nggak? Cocok sama kamu, kan? Kalau enggak, biar pesan yang baru, yang sesuai sama selera kamu." "Enak kok, Tan. Laiqa suka." Laiqa memotong daging di atas piringnya dan menggigitnya dengan gaya amat natural. Di samping Laiqa, Kevin menilai pergerakan perempuan itu. Ia pikir, Laiqa akan bersikap sedemikian elegan agar bisa diterima oleh keluarganya. Tapi nyatanya, perempuan itu bersikap begitu apa adanya. "Kak Laiqa udah berapa lama pacaran sama Kak Kevin?" Alfa bertanya, setelah beberapa saat tidak ada pembicaraan apa pun di atas meja. "Ngapain tanya-tanya." Kevin menjawab sewot. "Ih, aku tanya Kak Laiqa, bukan Kak Kevin." Alfa tidak mau kalah. Dia memeletkan lidahnya. Alfa dan Kevin adalah kakak adik yang terlalu kompak. Kompak untuk saling menjahili, kompak untuk saling membuat argumen berbeda. Dan kompak untuk tetap mempertahankan sikap menjadi layaknya tom dan jerry. "Sekitar empat bulan." Laiqa menjawab kalem. "Oh, lumayan lama. Kok mau sih, Kak Laiqa pacaran sama Kak Kevin. Kak Kevin kan, nyebelin." kali ini Gitta yang bersuara. Ikut masuk dalam obrolan yang Alfa mulai. "Gitta. Jangan ikut-ikut Alfa." Kevin memperingati. Laiqa meneguk minumannya. "Enggak kok. Kevin baik. Baik banget." Dan sekali lagi, Kevin terbatuk. "Duh, Kak Kevin lebai deh. Dipuji baik aja nyampe batuk-batuk." Alfa kembali melempar kalimat menggoda. Dan detik berikutnya meringis tanpa rasa bersalah ketika kakinya disenggol oleh sang mama, ditambah pelototan yang memperingati. Laiqa menjilat bibir bawahnya. Dia tidak menyangka jika sambutan yang ia terima akan semanis ini. Padahal, sebelum mengambil duduk, dia hampir gemetaran karena khawatir berlebih. "Besok, kalau Laiqa nggak ada acara, temenin tante, ya." Wirda menatap Laiqa penuh harap. "Ke mana, Tan?" Laiqa mengerjap penasaran. Di benaknya berkelebat -pakaian apa yang semestinya ia kenakan saat menemani Wirda, semoga bukan pertemuan formal, karena ia tidak memiliki gaun yang pantas untuk disandingkan dengan pakaian Wirda dan kawan-kawan perempuan itu. Yang pastinya mampu membuat ia meneguk ludah berulang kali. Karena uang yang sedemikian banyak harus digelontorkan untuk membeli pakaian. Wirda menatap Hadiyaksa dan Kevin bergantian. Dihiasi dengan sebuah senyuman. Kevin yang mengerti betul dengan sikap sang mama, begitu penasaran dan menduga-duga. Karena sangat jarang mamanya langsung akrab dengan orang, terlebih langsung mengajak orang itu jalan. Kalau karena Laiqa yang pernah menolong sang mama dari pencopet, mungkin bisa dimaklumi. Karena jelas, mamanya pasti ingin membalas budi akan kebaikan Laiqa. Benar, semoga memang begitu. Tapi, kenapa senyum sang mama amat mencurigakan. "Temenin tante ke butik, kita langsung fitting gaun pengantin buat kamu dan Kevin. Niat baik, jangan ditunda-tunda, kan?" Laiqa dan Kevin terbatuk bersamaan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD