5

1186 Words
Alisa membuka matanya dengan berat saat seorang pelayan masuk ke kamar mengantarkan sarapan untuknya. Dirinya tidak ingin pagi begitu cepat datang karena dia ingat dengan apa yang Mark katakan semalam jika laki-laki itu akan datang kembali saat pagi dan ia tahu apa yang akan terjadi saat dia datang. Semalam setelah ditinggalkan Mark sendirian, ia bisa tidur dengan nyenyak dan yakin jika laki-laki itu tidak akan kembali menganggunya lagi. Ia merasa sedikit bingung apa Mark memang kejam seperti yang di katakan Thomas jika bahkan mendengar wanita kesakitan dia tidak bisa dan bahkan Mark yang mencegah Thomas meninjunya jika tidak dicegah mungkin hidungnya sudah patah. "Ini sarapan untuk Anda, Nona." "Terima kasih," timpal Alisa tidak bersemangat. Tapi dia memang sudah merasa lapar dan saat melihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul 09:00. "Di mana b******n itu?" tanya Alisa pada pelayan itu dan ia bisa melihat jika pelayan itu terbelalak mendengar Alisa yang menyebut tuannya b******n. "Tuan sedang mengurusi tamu yang berkelahi hingga saling memukul dengan botol minuman keras semalam." "Oh, pantas saja wajah berengseknya belum muncul untuk merusak hariku," ucap Alisa sinis karena tadi sedikit heran dia dibiarkan tidur begitu lama dan ternyata itu alasannya. Pelayan itu menahan tawa mendengarnya karena baru kali ini ada yang membenci tuannya seperti itu dan dirinya tahu jika wanita ini sudah di jual keluarganya kemarin pada tuannya. Dirinya sedikit iba semalam saat mendengar tangisan wanita ini setelah tuannya keluar dari kamarnya tapi tidak ada yang bisa dilakukannya. Alisa menatap tajam pelayan itu saat mendengar suara tawa pelan yang lolos dari mulutnya. "Maaf, Nona, aku tidak bermaksud menertawakan Anda." "Siapa namamu?" "Dila," jawab pelayan itu dengan wajah pucat. "Santai saja aku saat ini ingin menghemat tenagaku untuk membunuh laki-laki berengsek itu daripada untuk hal lainnya," ucap Alisa. "Dila, bisakah kamu tolong mengambil handuk untuk menutupi tubuhku, aku ingin mandi dulu dan aku tidak mungkin berjalan telanjang di hadapanmu," pinta Alisa. Dia tidak peduli jika gadis itu tahu apa yang sudah terjadi di kamar ini karena semua orang pasti sudah mengetahuinya juga tanpa perlu dia katakan. "Tentu, Nona," jawab Dila sambil bergegas pergi mengambil handuk di kamar mandi dan memberikannya pada Alisa. "Terima kasih," ucap Alisa saat sudah menerima handuk dari Dila dan melilitkannya ditubuh dan ia turun menuju kamar mandi. "Kenapa kamu masih di sini?" tanya Alisa pada Dila saat keluar dari kamar mandi. "Eh...saya sedang menunggu Nona. Mungkin ada yang masih Nona butuhkan untuk saya ambilkan." Alisa menatap gadis itu yang sikapnya tampak aneh. "Tidak ada! Kamu boleh pergi." "Apa Nona yakin?" "Ya, pergilah." "Tapi saya diminta menemani Nona di sini jika saya pergi nanti Tuan akan memecat saya." Alisa menatap curiga pada gadis itu. Apa memang seperti itu? Atau dia diminta mengawasi aku? "Baiklah, jangan bersuara karena aku sedang tidak ingin bicara," ucap Alisa ketus karena menganggap Dila merupakan mata-mata Mark. Alisa kemudian duduk dan mulai makan dalam diam tidak memedulikan pelayan itu yang terus berdiri melihat padanya. Ia hanya bisa memakai handuk saja karena Mark tidak menyediakan pakaian untuknya, ia mengerti jika Mark sengaja agar mudah memerkosanya kapan pun dia menginginkannya. "Bisakah kamu melihat ke arah lain saja? Aku merasa risih saat di perhatikan orang lain jika sedang makan." "Maaf, Nona," timpal Dila dan berbalik menghadap tembok. "Ya, ampun," ujar Alisa merasa pusing karena dia jadi merasa seperti orang jahat sebab membuat gadis itu seolah-olah sedang dihukum. "Berbaliklah!" perintah Alisa. "Baik, Nona." "Apa kamu akan selalu menurut jika di perintah?" "Iya, Nona." "Bahkan jika kamu tidak menyukainya?" "Iya, Nona." "Apa kamu sudah makan?" Dila terdiam sesaat tidak menyangka dengan pertanyaan Alisa padanya. "Sudah, Nona," jawab Dila sambil menundukkan kepalanya tidak berani menatap Alisa. "Bohong! Aku bisa mendengar perutmu yang terus berbunyi dari tadi. Ini, makanlah!" ujar Alisa sambil memberikan salah satu makanannya yang masih utuh. "Tidak perlu, Nona." "Ini perintah!" "Baiklah," ucap Dila pasrah. Sepertinya wanita Tuan yang satu ini tidak lebih baik dari yang lainnya, batin Dila pasrah. Mereka berdua kemudian makan dalam diam, saat Alisa sudah selesai dia kemudian bangun untuk kembali berbaring di ranjang. "Kamu mau apa lagi?" tanya Alisa kesal karena saat ini Dila masih terus di kamarnya. Dia ingin meratapi nasibnya lagi tapi karena adanya gadis itu dia tidak bisa melakukannya. "Tidak ada, Nona." "Sudahlah," timpal Alisa kesal dan membanting tubuhnya di ranjang. Tanpa disadarinya air matanya mengalir karena merasa begitu sendirian di dunia ini. Orang-orang yang merupakan keluarga dekatnya malah tega melakukan semua ini padanya. Jadi siapa lagi yang bisa ia percayai. Tanpa ia sadari dirinya menangis terisak. Sekarang bahkan dia seperti tahanan karena disekap di kamar ini dan terus diawasi seorang pelayan. "Apa Anda baik-baik saja, Nona?" tanya Dila saat mendengar Alisa menangis terisak. "Sudahlah, kamu tidak perlu pura-pura peduli padaku, keluargaku saja tidak peduli padaku hingga tega menjualku pada laki-laki itu dan setelah menodaiku sekarang dia malah mengirimmu untuk mengawasiku," ratap Alisa dan kembali menangis berurai air mata. "Anda salah paham, Nona." "Lalu apalagi?" tanya Alisa berhenti menangis dan menghapus air matanya. "Tuan tidak mengirimku untuk mengawasi Anda tapi_" ucapan Dila tidak terselesaikan karena dia takut Alisa akan menertawakannya atau bahkan malah mengusirnya. "Apa?" tanya Alisa saat Dila masih terus terdiam. "Tapi_" ucapan Dila kembali tidak terselesaikan saat pintu terbuka. Mereka berdua beralih menatap pintu dan tampaklah Mark yang muncul di sana. Alisa hanya bisa terbelalak ketakutan saat melihat dia karena itu berarti dia akan kembali memerkosanya. "Keluar, Dila! Tugasmu sudah selesai," perintah Mark. Alisa menatap Dila dengan kecewa karena merasa apa yang di pikirkannya benar adanya jika gadis itu di kirim ke sini untuk mengawasinya. Dila menatap Alisa dengan ragu karena dia tahu jika wanita itu masih salah paham padanya tapi dia tidak berani menentang tuannya. "Saya permisi, Nona, Tuan," ucap Dila dan bergegas keluar dari sana. Alisa terus melihat gerak-gerik Mark yang sekarang sudah menutup pintu dan menguncinya. "Kamu mau apa?" tanya Alisa tertekan. "Kamu pasti sudah tahu apa mauku. Jadi apakah kamu akan dengan sukarela melayaniku atau aku harus memerkosamu lagi?" "Aku tidak akan pernah suka rela!" bentak Alisa. "Baiklah," timpal Mark dan mulai membuka semua pakaiannya hingga tidak tersisa apa pun di tubuhnya. Ia bisa melihat milik Mark yang tampak berdiri dengan tegak. Ia menarik selimut menutupi tubuhnya dan memandangi Mark tanpa berpaling sedikit pun. Dengan panik ia melihat sekitarnya dan melempar Mark dengan jam meja yang masih ada di sana tapi dengan mudah laki-laki itu mengelak dari lemparan Alisa. Ia baru ingat kamarnya saat ini sudah bersih dari pecahan vas yang kemarin di lemparnya, pasti Dila yang sudah membersihkannya. Alisa dengan cepat mengambil botol pil kontrasepsi saat laki-laki itu sibuk menghindari lemparannya tadi. "Apa kamu kehabisan senjata?" Ia hanya diam bergeming. Saat Mark semakin dekat padanya dengan sekuat tenaga ia melempar Mark dengan botol pil yang dipegangnya hingga mengenai hidung laki-laki itu. "s**t!" bentak Mark saat merasakan rasa sakit di hidungnya tapi dia merasa beruntung hanya botol obat yang mengenainya jika benda keras mungkin hidungnya akan patah. Alisa dengan cepat berlari ke kamar mandi saat dia kesakitan, dirinya menahan pintu dengan tangannya karena sejak laki-laki itu mendobraknya semalam, pintu itu belum diperbaiki. Lama ia menahan pintu itu tapi tetap bergeming tanpa Mark mencoba menerobosnya. Apa dia pergi? Ia kemudian memutuskan duduk di lantai sambil menyandarkan tubuhnya di pintu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD