04 : Radithya Wira Saputra

1654 Words
Aku baru pulang dari mengantarkan Tansy ke kontrakannya. Seperti biasanya setelah bepergian, aku akan mencantelkan kunci mobilku di kapstok. Tak! ”Ya Allah!” Reflek tubuhku berjengit. Aku langsung menunduk. ”Lah!” Aku melongo ketika melihat kunci mobil yang perasaan sudah ku cantelkan di kapstok malah jatuh di lantai. ”Kok?” Aku membungkuk mengambil kunci mobilku kemudian kumasukkan ke dalam kantong jaketku. Aku menoleh ke samping. ”Loh?” Aku bingung setengah kaget melihat kekosongan di dinding. Aku sering lupa menaruh kunci membuat Alika membelikanku sebuah kapstok. Pindah kemana benda itu? ”Rak sepatu gue raib kemana nih?” tanyaku lebih ke diriku sendiri ketika tak kujumpai rak sepatu yang juga dibelikan Alika. Hanya ada sepatu serta sandalku yang tertata rapi di lantai. ”Gue kerampokan masa? Gak elit amat ambilnya recehan.” gerutuku. Aku melihat ke depan. ”Lah ... Sofa lama gue kenapa ada lagi? Sofa yang gue beli sama Alika mana? Kok, kagak ada?” saking bingung dan kagetnya, aku sampai berjalan bertelanjang kaki dan melupakan slipperku. ”Apaan nih, anjir!” seruku saat aku baru sadar keadaan unit apartemenku sudah berubah. Bukan berubah, tapi lebih ke kembali seperti semula. Aku berkacak pinggang melihat ke sekeliling unit apartemenku. Aku baru sadar kalau unit apartemenku ternyata seenggak banget ini. Sumpah?! Aku tidak suka dengan keadaan unit apartemenku yang tidak bergaya dan ... apa itu! Warnanya bertabrakan. Aku menunduk saat merasakan dingin pada telapak kakiku. Tunggu sebentar! Kemana perginya karpet buluku? Aku dan Alika biasa duduk lesehan di sana, menonton film jika tidak ada tujuan kemanapun untuk ngedate malam minggu. ”Ini kenapa, sih sama apart gue?” aku bertanya-tanya sendiri. Tenggorokanku mendadak kering. Aku pergi ke dapur untuk mengambil minum, tapi saat melewati meja makan kulihat tudung saji. Yang artinya ada makanan di dalamnya. Tanpa sadar aku tersenyum dan mengurungkan niatku yang ingin minum. Aku berbelok ke meja makan. Ku buka tudung saji. Senyumku merekah, ada salah satu makanan favoritku. Kebetulan sekali aku belum sempat makan tadi. Alika memang se-- aku mengerjap, per-- kutelan salivaku susah payah, ha-- aku taruh tudung saji, ti-- aku tarik kursi, an-- aku terduduk lemas, itu ... Alika memang seperhatian itu. Dia selalu menyiapkan makanan untukku. Aku hanya perlu menghangatkannya lagi saat lapar. Tidak berdaya, aku makan makanan masakan Alika yang sudah pasti dingin. Semua akan ku habiskan tanpa sisa. Aku berhenti mengunyah saat tidak sengaja pandanganku jatuh pada kursi di depanku. Kursi yang menjadi tempat duduk Alika. Ku telan makanan dalam mulutku bulat-bulat. ”A-Al ...” aku tergagap. ”Kamu mau nambah gak, Yangg?” Aku mengangguk. ”Kam-kamu ... kok masih ada disini? Emang, sih aku belum ada ganti password apart, tapi kita, kan udah putus tadi.” ”Enak? Aku baru banget belajar masak masakan itu.” Aku mengangguk lagi. ”Aku baru dapet itu resep dari mama kamu, Yangg. Terus aku coba praktekin. Beneran enak?” Aku pun mengangguk lagi. ”Good!” Aku tersenyum melihat Alika tersenyum. Ku ikuti setiap pergerakannya di unit apartemenku. Senyumku hilang, bersamaan dengan lenyapnya bayangan Alika. Gila! Jadi dari tadi aku ngomong sama bayangan. Aku tertawa. Lebih ke menertawakan diriku sendiri. Tapi wajarlah namanya baru beberapa jam putusnya. Masih hangat-hangat ta*i ayam. Tidak aneh kalau masih ingat mantan yang cantik rupawan. Aku sudah tak ada nafsu makan lagi. Tekadku yang akan memakan semua masakan Alika menguap hilang entah kemana. Aku menyandarkan punggungku di kursi. Aku mendesah lelah. Akh! Sial! Ku acak-acak rambutku yang memang sudah tak beraturan ini kemudian kuusap wajahku dengan kasar. ”Oke, Radit. Mulai sekarang, lupain Alika.” tekadku. Aku sudah punya Tansy yang lebih perhatian, yang bisa jadi pacar sesuai dengan keinginanku. Soal keadaan unit apartemenku juga ku lupakan saja, mungkin Alika tipe-tipe mantan yang lagi ramai di t****k. Minta balik barang-barang yang sudah dikasih, juga uang yang dikeluarkan selama pacaran. Aku berdiri membawa piring tempat masakan Alika dan pergi ke dapur berniat membuang masakan yang tersisa di tempat sampah. Apa itu? Ku taruh piring di meja counter kemudian aku ambil benda yang ku tebak adalah foto dari dalam tempat sampah. Dan benar saja, benda itu adalah foto. Fotoku dan Alika yang ku cetak ukuran 6R dan di pigura. Dulu, aku memang sengaja mencetak foto kami yang terlihat bak Raja dan Ratu itu agar kami terus mengingat, bagaimana bahagianya kami saat itu. Sebelumnya, foto ini ku letakkan di meja nakas kamarku dan kamar yang biasa Alika tempati. Agar kami selalu mengingat, bagaimana kami saling mencintai, saling menyayangi, saling mengerti. Aku menatap foto ini nanar. Semuanya sudah berakhir, bukan? Kemudian ku lemparkan ke dalam tempat sampah lagi. Begitu juga dengan sisa masakkan Alika. Aku berbalik berniat pergi ke kamarku. Hari ini rasanya sangat melelahkan. Aku ingin membersihkan diriku dan merebahkan tubuhku di atas kasur. Namun langkah kakiku malah berhenti di depan kamar dengan pintu bercat putih. Pelan-pelan ku buka pintunya. Aroma parfum Alika langsung menyambut indra penciumanku. Aku berdiri di ambang pintu ku perhatikan seluruh sudut kamar yang seperti tidak pernah ditempati ini. Kosong. Perabotannya pun masih utuh, seperti semula. Perhatianku kemudian jatuh pada sebuah kotak kecil yang ada di atas nakas samping ranjang. Karena penasaran aku berjalan mendekat. Ku ambil kotak beserta dengan surat yang ditulis di sobekan kertas yang diletakkan di bawahnya. Aku duduk di tepi ranjang, agar lebih enak saat membaca isi suratnya yang pendek. Aku juga hafal dengan tulisan tangan ini, punya Alika. Coba kulihat, apa yang dia tulis sebenarnya. Kata orang, kita gak boleh takut sama kehilangan. Aku setuju. Karena nyatanya tau kamu selingkuh jauh lebih menakutkan, Radit. Radit, kamu laki-laki baik. Kamu laki-laki bertanggung jawab. Kembalilah jadi laki-laki baik yang bertanggung jawab. Saatnya untuk kembali menjadi asing, right? Karena gak ada mantan yang bisa jadi sahabat. Maaf ketidaksempurnaanku telah meruntuhkan kesetiaanmu. Ku kerjapkan kedua mataku beberapa kali, lalu ku gumamkan kalimat terakhir yang Alika tulis. ”Maaf ketidaksempurnaanku telah meruntuhkan kesetiaanmu.” ”Gue bahkan gak minta maaf sama Alika tadi.” Aku tertawa, miris pada diriku sendiri. Aku buka kotak kecil yang sudah tidak asing lagi untuk ku. Karena aku sendiri yang membelinya dan aku sendiri yang memilih model yang cocok untuk Alika. ”Kenapa kamu balikin sih, Al? Segitu gak maunya kamu ada hal tentang aku?” Sudahlah. Sudah terjadi juga. Mau bagaimana lagi? Aku tutup lagi kotak itu, lalu ku masukkan ke dalam laci nakas bersama surat dari Alika. Aku berjalan cepat keluar dari kamar, pergi ke kamarku sendiri seperti tujuan awalku. ”Ahh ... kasurku.” Posisiku sekarang sedang tidur terlentang dengan kedua kaki menyentuh lantai. Drrrt ... drrrt ... Handphoneku bergetar. Ku rogoh saku celana jeansku. Paling Tansy yang telepon. Batinku. Pacarku itu, selalu menanyakan keberadaanku dan selalu mengingatkan aku soal makan. Hal itu yang aku suka dari dia. Oh ... bukan. Ternyata telepon dari mamaku. Mamaku is calling ... ”Tumben mama telepon gue dulu?” gumamku bertanya-tanya sendiri. Mamaku akan telepon kalau ada hal penting saja yang cuma bisa diselesaikan olehku sebagai kepala keluarga setelah papaku meninggal tiga tahun lalu, karena penyakit komplikasi. ”Halo, Ma?” ”Waalaikumsalam.” Aku terkekeh pelan mendengar suara ketus mamaku. ”Assalamualaikum, Mamaku sayang ...” ”Iya, waalaikumsalam anakku ...” ”Ada apa, Ma? Semuanya baik-baik aja 'kan?” ”Semua baik, alhamdulillah. Ini lho, ada kurir yang anter barang-barang, dari apartemen kamu ke rumah mama. Katanya Alika yang kirim.” ”Hah?!” Aku langsung bangun. ”Gimana-gimana, Ma?” ”Barang-barang kamu ada di rumah mama. Udah gak dipakai lagi emangnya? Tapi masih bagus-bagus semua gitu, lho.” Maafkan aku yang udah suudzon sama kamu, Al. Tapi segitu gak maunya kamu inget aku. ”Dit? Radit?” ”Iya, Ma.” ”Malah ngalamun. Gimana sih, kamu. Ini barang-barang kamu gimana nasibnya?” Aku berdehem. ”Taruh disitu dulu aja, Ma. Radit bosen. Pengen ganti suasana baru.” ”Yaudah. Jangan boros. Nanti gak nikah-nikah sama Alika. Alesannya, lagi ngumpulin modal. Mama pikir kamu sama Alika berantem. Kalau berantem juga pasti salah kamu.” Aku mengernyit. ”Kok, Radit? Kenapa jadi Radit yang salah, Ma?” aku suarakan pemikiranku. ”Alika itu baik. Baik banget malahan. Alika itu selalu--” ”Selalu?” alis sebelah kanan dan kiriku naik. ”Aduh! Mama hampir aja keceplosan. Alika udah larang mama bilang sama kamu.” Apa, sih? Jadi penasaran. ”Apa sih, Ma? Kenapa main rahasia-rahasiaan segala sama Radit?” ”Bukan apa-apa. Urusan perempuan. Mama cuma mau Alika yang jadi menantu mama.” Kenapa nyokap gue jadi kayak cenayang gini? Punya ikatan batin. Aku berdehem. ”Ya, kalau gak jodoh gimana, Ma?” ”Ya dibuat jodoh! Gimana, sih kamu jadi laki-laki?! Lamar makanya. Ada yang nikung baru tahu rasa kamu.” Anakmu ini yang udah tertikung, Ma. ”Kalau gak jodoh masa iya, mau dipaksain, Ma.” ”Kenapa bilang gak jodoh-gak jodoh terus? Ini bener, kamu lagi berantem sama Alika? Atau malah udah putus? Jangan macem-macem kamu, Dit. Lihat kakak kamu itu.” Aduh! Bengek ngab! ”Ma, nanti lagi, ya teleponnya. Ada tamu, kayaknya Alika, deh.” ”Awas kamu, ya. Yudah sana. Buka pintunya. Jangan biarin Alika tunggu lama-lama. Kasihan calon mantu mama.” Curiga?! Kalau sebenernya Alika yang anaknya mama, bukan gue. Sejenis putri ... putra? Yang tertukar. Valid. No debat?! Aku tertawa sumbang. ”Iya, Ma. Radit tutup, assalamu'alaikum” ”Waalaikumsalam. Salam buat Alika.” ”Iya--” Tut! ”Lah?!” Aku melongo dan langsung ku jauhkan handphone dari telinga kananku. ”Buset dah emak gue, main putusin aja.” ”Ini, kalau mama tau gue udah putus sama Alika. Apalagi gue ketauan selingkuh. Fix gue bakal langsung dicoret dari KK.” ”Hah?!” Aku kembali rebahan dengan posisi sama seperti tadi. ”Kenapa mama bisa suka banget sama Alika, ya? Sampai gue dianaktirikan begini.” gumamku masih tidak mengerti dengan mamahku yang bisa klepek-klepek pada Alika. Ku pejamkan mataku, lalu ku tutup dengan lengan kananku. Gue besok harus gimana kalau ketemu muka sama Alika? Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD