putus

1981 Words
Pagi ini karin bangun dari tempat tidurnya dengan keadaan lesu. sesekali ia meringis menahan sakit yang masih menjalar di punggungnya. namun dengan sekuat tenaga ia tetap bergerak menuju kamar mandi. karin melihat wajahnya di pantulan cermin, wajah gadis itu terlihat sembab dengan mata yang membengkak. semalam setelah bi asa keluar dari kamarnya ia pun menangis dalam diam. karin sengaja mengigit selimut agar suara isakannya tidak terdengar sampai keluar. melihat wajahnya yang sembab di cermin membuat mata karin kembali memanas. setetes cairan bening mulai berjatuhan membasahi pipinya. " aku capek," isaknya sambil menyeka air matanya tangan karin asal asalan mengusap air matanya lalu mengembangkan sebuah senyuman. " aku harus tetap tersenyum walaupun dunia begitu kejam " setelah selesai mandi dan berpakaian sekolah, sekarang karin tengah mengolesi make up agar menutupi kantung matanya yang hitam. ia tersenyum puas melihat wajahnya yang lebih baik tanpa sembab sedikit pun. ia keluar dari kamar dan melangkah menuju meja makan. dengan wajah yang terus tersenyum ia berjalan hingga berhenti tak jauh dari dapur. gadis itu berdiri mematung dan melihat ibu dan ayahnya tersenyum bahagia pada amel. karin tertunduk meratapi nasibnya yang jauh berbeda dengan saudara tirinya itu. kepalanya terangkat dan melihat ibunya dengan sayang mengelus amel dan terlihat sangat bahagia. karin menarik nafas panjang dan mulai berjalan mendekat. tetapi, baru saja ia mengucapkan salam, para keluarga itu yang tadinya berisik tiba tiba saja terdiam dengan senyuman yang di paksakan karin duduk di samping ibunya. namun baru saja ia mendaratkan bokongnya di kursi, semuanya langsung berhenti makan dan berdiri. " ma kenapa berdiri? " " kami sudah makan, makanya jangan jadi gadis yang suka bangun telat. belajarlah dari amel yang bisa bangun pagi." ucap rose dengan nada yang ketus. " hahah makanya jangan malas," sindir amel melihat karin dengan tatapan mengejek. karin hanya bisa menunduk sembari menunggu mereka semua pergi dari sini. dan setelah keluarga itu pergi barulah karin bersiap mengambil makanan. namun ia tercengang saat tidak mendapati sedikit pun makanan yang tersisa di meja makan. sungguh sedih sekali hati kecil karin, pantas saja mereka pergi karna makanan di sini sudah habis. karin yang lagi melamun terkejut saat bi asa menaruh sepiring nasi goreng di hadapanya. karin reflek menoleh dan melihat bi asa tengah tersenyum padanya. " bibi sengaja sisain sedikit buat kamu, karna bibi yakin mereka tidak akan menyisakannya untukmu walau sedikit." tutur bu asa dengan suara yang lemah lembut. mendengar hal itu sontak saja karin terharu, ia tersenyum kecil dan dengan cepat menghabiskan makanan itu dengan perasaan yang bahagia. ia bersyukur bi asa ada di sampingnya dan menjaganya seperti anak kandungnya sendiri. setelah sarapan, karin pun duduk dan menunggu dion di teras rumah. ini adalah suatu kebiasaan bagi karin setelah berpacaran dengan dion. karin sudah menunggu hampir lima belas menit lamanya. tapi dion belum juga datang menjemputnya. tidak biasanya dion telat, karna lelaki itu selalu datang lebih awal. karna lelah menunggu dan takut telat, jadi karin memutuskan untuk jalan kaki ke sekolah. walaupun karin berasal dari keluarga yang terpandang, ia jarang sekali di beri uang saku oleh ibunya. ya, itu berlaku setelah ibunya menikah lagi, padahal dulu ibunya selalu memberi jatah yang banyak untuk karin. setelah menempuh waktu yang sedikit lebih lama akhirnya karin sampai di sekolah. namun, karin harus menerima tatapan intimidasi dan cibiran siswa saat baru menginjakkan kaki di halaman sekolah. Ini memang biasa baginya dan karin tidak heran lagi. " kariinnnn!!." panggil seorang gadis yang berlari menghampirinya. " tumben lo sendiri?," tanya fanny setelah berdiri di hadapan karin. " iya nih, dion gak datang tadi," jawabnya cecengesan. fanny yang mendengar hal itu menghela nafas berat dan memegang pundak karin." rin, gue gak pernah setuju lo sama dia " " walaupun lo dan dia saling mencintai tetapi gue gak melihat ketulusan darinya." sambungnya meyakinkan karin. karin terpaku, fanny selalu mengatakan hal yang sama dari waktu ke waktu. tetapi karin sama sekali tidak ada niatan untuk putus dengan dion. karin menatap fanny lembut. " makasih ya fan, tapi untuk saat ini gue masih sayang sama dia " fanny mengangguk," yaudah, gue cuman mengingatkan doang kok " karin tersenyum kemudian menggandeng tangan fanny dan berjalan menuju kelas. tetapi, baru beberapa saat mereka melangkah, kedua gadis itu di kejutkan dengan pemandangan dion yang lagi berduaan dengan amel di parkiran. tunggu, sepertinya cowok itu baru saja mengantar amel ke sekolah. dengan jantung yang berdebar - debar karin berjalan mendekat bersama fanny. " kamu gak jemput aku?." tanya karin halus yang berhasil membuat dion terkejut akan kehadirannya. " tadi aku kesana tapi karna kamu udah pergi jadi aku bawa saja amel." Jawab dion gelagapan karin tetap mengembangkan senyuman walau ia tahu dion sedang berbohong padanya. karna sebenarnya karin tidak melihat amel di rumah sebelum ia pergi. jadi itu artinya dion sudah pergi bersama amel sebelum ia keluar dari rumah . " ohh trus kalian ngapain?. " kali ini fanny yang bertanya dengan nada yang jutek " dia lagi tanya sesuatu ke gue, dan sebagai ketos gue harus ladeni." jawabnya santai membuat fanny memutar bola mata malas. " ehh aku duluan dulu ya," pamit amel dengan suara yang halus dan lembut. Ya, amel di kenal dengan kesopanan dan kepintarannya di sekolah. padahal gadis itu sebenarnya adalah serigala berbulu domba. karin menatap kepergian amel dengan perasaan sedih. ia membayangkan bagaimana kalau amel tidak masuk ke dalam hidupnya? pasti semuanya akan baik-baik saja. walaupun masuk, karin sangat berharap amel berbaikan dengannya. karin dan fanny masuk kedalam kelas tanpa mempedulikan tatapan sinis teman temannya. keduanya berjalan dan duduk di kursi belakang pinggir jendela. vanya yang dulunya menjadi sahabat dekat karin mendekat dan menggebrak meja gadis itu hingga karin terlonjak kaget. " ehh lo, mending lo jauhin dion deh karna dion itu cocoknya sama amel!!." sergahnya sembari menunjuk wajah karin. vanya melipat tanganya dan tersenyum mengejek ke arah karin." Kami semua udah dengar dari amel kalau lo siksa dia semalam karna amel juga suka sama dion." karin dengar, dan karin lebih memilih diam sambil meremas jarinya di bawah. " ehh lo dengar gak ha!!." bentak vanya seraya mencengkram pipi karin. melihat temannya yang di perlakukan tidak baik seperti itu ,fanny pun tidak bisa lagi menahan amarahnya. ia berdiri dari duduknya dan menatap vanya dengan tatapan tajam dan menusuk. tangan fanny menarik tangan vanya dan menghempaskannya dengan kasar. " jaga sikap lo vanya!! ingat karin adalah temanmu! " " apa? gue gak salah dengar? gadis jahat seperti dia bukan lah teman gue." ia melirik karin yang hanya diam sambil menunduk. " vanya, lo hanya mendengar sepihak dari amel dan tidak tau kebenarannya. lo berada di jalan yang salah jika lo tau itu!." vanya tertawa mengejek." ya, karna amel yang terbaik di sini, oh iya mending lo segera putus deh." setelah mengatakan itu ia pergi dari sana. fanny menatap punggung vanya yang berjalan ke bangkunya. amarah masih memburu di hati fanny tapi sebisa mungkin ia mengontrolnya. fanny duduk kembali dan menepuk pundak karin berusaha menyemangatinya. karin mendongak menatap fanny dengan tatapan teduh. ia mengulas senyuman tulus dan menyentuh tangan fanny di pundaknya. " makasih ya fan lo selalu ada untuk gue " fanny menggeleng " gak ada kata terimakasih dalam persahabatan " . **** sepulang sekolah karin di tugaskan membersihkan kelasnya seorang diri. ini bukan jadwal piketnya tetapi vanya dan kawan kawanya yang lain memaksa karin menggantikan tugas mereka. sedangkan fanny, ia sudah pulang sekitar sepuluh menit yang lalu. sebenarnya ia masih ingin di sini membantu karin, tetapi orang tuanya menelpon dan menyuruh fanny untuk pulang karna ada urusan mendadak. di dalam kelas yang luas dan sunyi itu karin bekerja keras membersihkannya. setelah beberapa menit ia menyeka keringat di keningnya dan menatap kelasnya yang sudah bersih dengan senyuman puas. dengan wajah lelah dan penat ia mengambil tasnya dan keluar dari kelas. namun, ia di kagetkan dengan kehadiran amel yang berdiri di depannya sambil melipat tangan di d**a. wajah gadis itu seperti marah akan satu hal. amel maju beberapa langkah dan berdiri tepat di depan karin. tanpa berlama lagi ia menjambak rambut karin dan menariknya dengan kuat. " aww, shhhh ," ringisnya berusaha melepaskan tangan amel dari rambutnya. " udah gue bilang dion akan menjadi miliku, jika lo gak mau memberinya dengan cara baik baik terpaksa gue pakai cara kotor. " bisiknya tersenyum jahat . " tepat sekali." gumam amel ketika melihat dion dari kejauhan . amel melepaskan jambakannya lalu membuka tas dan mengambil sesuatu yang membuat karin tercengang. ya, gadis itu memegang pisau yang baru saja dia ambil. perlahan ia menempelkan pisau itu di pergelangan tangannya sambil terus tersenyum licik ke arah karin. " jangan." lirih karin mencegah hal bodoh yang akan di lakukan amel. " bersiaplah rin " sreekk kedua mata karin membola melihat darah segar bercucuran keluar dari pergelangan tangan amel. ia shock dan tidak tau harus berbuat apa, ia bahkan terima saja saat amel memberinya pisau. BYUURR " AMELL!! " teriak dion yang melihat amel tidak jauh darinya. ia berlari dengan kencang dan mengangkat kepala gadis itu ke atas pahanya . " amell ini kenapa? " amel menatap dion dengan wajah seolah menjadi gadis paling malang di dunia. tangannya terangkat dan menyentuh pipi dion dan mengelusnya lembut. " i-ini tidak sengaja.. " " ja-jangan marahin ka-karin ya." ucapnya terbata - bata. mendengar hal itu sontak saja dion menoleh ke arah karin dan melihat gadis itu yang lagi menangis. perlahan tangan dion terkepal kuat dan rahangnya mengeras hingga deretan giginya bergesekan. ia melepaskan amel dengan hati hati lalu berdiri dan menghadap ke karin. karin semakin menangis, apa lagi melihat wajah menyeramkan dion. plakk!! wajah karin tertoteh ke samping saat dion menamparnya dengan keras. bahkan saking sakitnya karin tidak bisa lagi merasakan pipinya. dengan berderai air mata ia menoleh pada dion dan menatap mata nyalang lekaki itu. kecewa? iya, dia kecewa , sangat kecewa. " KARIINNN!!! " teriak dion menggema " APA LO SEGITU BENCINYA DENGAN ADIKMU SEHINGGA BERENCANA MEMBUNUHNYA! " karin membeku, tenggorokannya tercekat. ia seolah tidak bisa berkata kata. jadi karin hanya bisa menggeleng pelan sambil menunduk. " jadi memang benar kata orang, lo itu busuk penjahat!." tekan dion menusuk dion menggusur rambutnya ke belakang dan kembali menatap karin." mulai saat ini kita putusss!! " Deg!! jantung karin seolah berhenti. " mulai sekarang lo bukan siapa siapa gue lagi " " tidak ada lagi dion yang mencintai karin " " karna sekarang yang ada hanya dion yang akan membenci karin " karin menggeleng dengan berderai air mata dan mencoba memegeng tangan dion. tetapi cowok itu malah menghempaskanya dengan kasar. dion beralih pada amel, kemudian menggendongnya dan membawa amel dengan cepat meninggalkan karin yang menatap kepergian mereka dengan hati yang hancur. karin tersorot ke lantai, ia memeluk kedua kakinya dan menangis memecah keheningan . sekarang terwujud sudah hal yang selalu ia takutkan, sekarang cintanya tidak percaya lagi padanya. " hikss aku selalu di fitnah." ia sesegukan menutup kedua mulutnya menahan isak. ia menggigit bibirnya kuat dengan air mata yang terus berjatuhan. karin berdiri dan perlahan melangkah dari sana dengan hati yang hancur berkeping-keping. ia takut, ia sudah bisa membayangkan jika orang tuanya tau tentang amel pasti dia akan di pukul habis habisan di rumah. hujan turun dengan deras di sore ini seperti air matanya yang jatuh dengan deras. ia berjalan dengan tatapan kosong dan singgah di taman. karin tidak tau mau kemana lagi, karna jika ia pulang, ia yakin akan terbunuh di sana. karin tidak peduli lagi dengan seragam dan tasnya yang basah. karna di dalam pikirannya sekarang, ia meratapi nasibnya yang tidak beruntung. kepala karin perlahan menoleh ke atas langit, berusaha menahan air mata agar tak mengalir. sambil tersenyum, ia mulai menggumamkan beberapa kata entah kepada siapa. " kenapa seperti ini tuhan?," " aku bisa mati jika orang tuaku tau," lirihnya sembari membenamkan kepalanya di antara kedua kakinya. bukannya mereda, tangisannya malah semakin menyedihkan di bawah guyuran hujan . karin yang lagi memejamkan mata tersentak saat tidak merasakan air hujan jatuh lagi di kepalanya. ia perlahan mendongak dan melihat seorang lelaki sedang memayunginya. bahkan lelaki itu rela basah demi melindungi karin dari hujan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD