HM : Bagian 9

1466 Words
“Siapa bilang mantan gak pantas dikenang karena bukan pahlawan? Mantan dulu juga pernah berjuang buat dapetin kamu lho, sama kan kaya pahlawan sama-sama berjuang?” ? ? ? Nadya sibuk melamun padahal baru juga 10 menit gadis itu mendudukan diri di kelas. Pagi ini dirinya sengaja kabur dari Arisen. Ia memilih berangkat lebih awal karena ia tidak ingin terlalu jauh untuk jatuh bersama Arisen. Dirinya sadar bahwa Arisen tidak ada niat serius, Arisen hanya menganggapnya teman tidak lebih. Cewek itu mengalihkan pandangannya ke jendela sebelah kiri ruang kelasnya. Di luar sana terdapat taman dengan kolam berbentuk lingkaran tepat di tengah taman persegi itu. Dan di sekeliling taman ada 4 jalan membentuk tanda + yang bertemu di tengah kolam dan diberi atap dari bunga yang menjalar. Biasanya ia dan Arisen akan menghabiskan waktu di tepi kolam itu memandang ikan ataupun memberinya makan. Hhhh Helaan nafas kasar milik Nadya terdengar nyaring karena hanya dirinya di kelas ini. Ia akhirnya memilih beranjak menuju taman itu, ingin merasakan sensasi kenangan dulu. Ah kalau begini bagaimana mungkin ia bisa move on. “Hey Cengil!” teriakan serak itu berhasil menghentikan langkah Nadya. Tanpa menolehpun dirinya tau siapa yang memanggilnya. “Mau kemana?” tanya Revan setelah tiba di sebelah Nadya. Nadya hanya mendengus malas dan melanjutkan langkahnya, namun malang nian nasib gadis itu karena baru tiga langkah kaki mungilnya itu berjalan tangannya telah mendapat cekalan lembut dari Revan. “Sopan kalau diajak ngomong tuh. Masa iya ketos seganteng gue diabaikan!” Nadya yang mulai kesal kepada laki-laki di belakangnya ini pun membalikkan badan. Gadis itu sudah bersiap memaki dengan menudingkan jari telunjuknya tepat di wajah Revan. “Siapa yang lo bilang gak sopan? Gue? Lo pikir lo siapa?! Mentang-mentang ketos terus lo bisa gaya-gayaan gitu narsis bilang ganteng dan harus dihormati? Helloooo.... di sini gue juga bayar kali!” Fix, kali ini Revan terpancing emosi dengan perkataan cewek di depannya. Bagaimana mungkin cewek ini tidak tertarik dengannya? Dia kan banyak yang menyukai? Lagi pula ia tak bermaksud mengatai Nadya. Niatnya hanya ingin dekat. Namun, dasarnya ia terlalu gugup yang akhirnya hanya keluar kata ejekan dengan nada yang tak mengenakan. “Kenapa diem?” tanya Nadya galak sambil berkacak pinggang. Revan yang gugup hanya mampu mengela nafas kasar, takut jika dirinya salah berbicara lagi. “Dasar cewek adanya selalu benar, dan cowok selaku salah huh,” batin Revan. Karena tak mendapat jawaban, Nadya menghentakan tangannya kasar dan berhasil membuat cengkraman Revan terlepas. “Ketos sinting!” katanya dengan nada sinis lalu memilih berlari menuju taman. “Arrghh, gimana caranya deketin dia sih! Kenapa Cuma ejekan yang keluar? Kemana gombalan gue yang biasanya?” makin Revan pada dirinya sendiri sambil mengacak-acak rambutnya frustrasi. ? ? ? Arisen sibuk mengumpat di sepanjang jalan menuju sekolah. Bagaimana tidak? Nadya, gadis itu memilih menghindar darinya hari ini. Benarkah dirinya telah melukai hati Nadya kemarin? Perasaan dirinya tak mengejek atau berkata kasar lainnya. Arisen mengemudikan motor kesayangan dengan kecepatan 80 km/jam karena merasa tidak sabar agar cepat sampai di sekolah dan segera bertanya apa maksud Nadya yang memilih berangkat sendiri. Apakah gadis itu tidak berpikir bahwa dirinya rela buang-buang bensin dan juga membuang waktu tidurnya hanya agar dapat menjemput Nadya lebih pagi? Arisen telah memarkirkan motornya di jajaran motor milik kelas XI IPA. Laki-laki itu dengan gaya sok cool nya melepas helm lalu turun dari motor. Tasnya sengaja ia bawa hanya dengan 1 tali yang bertengger di bahunya, jaket yang ia kenakan pun sengaja ia buka resleting nya. Arisen melangkahkan kakinya menyusuri parkiran yang masih cukup sepi. Dilihatnya jam yang bertengger manis di tangan kirinya. Pukul 06.30, masih ada waktu sekitar satu jam sebelum bel masuk berbunyi. “Nadya, gue harus cari Nadya.” Katanya mantap dengan langkah kaki lebarnya menuju kelas Nadya. Saat tiba di dekat taman, Arisen memilih menghentikan langkahnya. Ada sesuatu yang menyita perhatiannya. Seorang siswa dan siswi duduk bersama di tepi kolam. Sepatu mereka dilepas dan diletakkan dipojok jalan yang terhubung dengan koridor kelas 11, keduanya hanya saling diam memandang arah depan. Tunggu dulu, kenapa postur tubuh yang dimiliki siswi itu sama seperti Nadyanya? Ah sepatu itu juga. Atau jangan-jangan Nadyanya sedang didekati laki-laki lain? Tidak. Ini tidak boleh! Bagaimanapun belum ada yang tahu putusnya Nadya dengan dirinya, hanya Deno dan Nayla yang tahu. Berani sekali laki-laki itu mendekati Nadyanya! Dengan langkah tergesa-gesa Arisen menuju tepat ‘mantan’ kekasihnya itu. Nafasnya memburu menahan cemburu, tangannya sudah bersiap melayangkan tinjuan ke muka sok ganteng milik laki-laki yang berani mendekati Nadya. “Nad!” panggilnya dengan suara berat menahan emosi. Nadya yang merasa dipanggil langsung menoleh dan menampilkan ekspresi biasa saja. Tenang. Bahkan cewek itu tersenyum manis tanpa dosa. “Hey Risen! Ada apa?” tanya Nadya riang sembari turun dan berdiri di depan Arisen. Revan yang mengetahui keberadaan Arisen memilih untuk diam. Jujur saja ia sebenernya takut jika sampai dihajar habis oleh pacar Nadya. “Kenapa gak nunggu?” Ah kenapa kalimat itu yang muncul! Harusnya Arisen mengucapkan kata tuduhan kepada gadis di depannya ini dan memilih mengajar laki-laki disebelahnya. “Eum.. Tadi Nadya buru-buru. Maaf, ya? Mungkin lain kali kita berangkat bareng.” Arisen melirik ke arah siswa di belakang Nadya, siapa sih laki-laki itu yang kegatelan sok ganteng deketin Nadya? Arisen benar-benar penasaran. “Nanti pulang bareng. Gak ada penolakan gak ada kabur-kaburan!” kata Arisen telak. Ah bukan, ini sih lebih keperintah. Nadya yang mendengar mau tidak mau hanya menganggukan kepala pasrah dan memilih memungut sepatunya lalu mengenakannya kembali. “Siapa?” tanya Arisen yang menunjuk Revan dengan dagunya. “Revan. Ketos di sini. Kenalan sendirilah, Sen. Gak usah malu.” Kata Nadya santai masih sibuk memakai kaos kakinya. “Hey lo!” panggil Arisen dengan gaya sok cool nya. Dengan sedikit gugup, Revan berdiri dan turun dari kolam. Ia yang melihat gaya Arisen pun justru menjadi ikut bergaya sok cool dan sok tampan. “Kenapa?” tanya Revan yang memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya. “Ngapain sama Nadya? Lo tau kan dia-“ “Iya dia cewek lo! Satu sekolah juga tau.” Kata Revan memotong ucapan Arisen. Padahal bukan kalimat itu yang ingin Arisen ucap. Karena jujur saja ia merasa tak pantas mengucapkan kalimat itu. Ia yang memilih hubungannya dan Nadya berakhir. Nadya yang mendengar kalimat dari bibir Revan memilih diam mematung. Ia deg-degan, takut mendengar kalimat bantahan yang keluar dari mulut manis Arisen. “Lah itu lo tau. Jangan deket-deket dia!” kata Arisen tajam lalu menarik tangan Nadya agar cewek itu berdiri dan menggandengnya lembut menjauhi Revan. “Benarkan. Susah buat dekat dengan dia.” Kata Revan lirih dan memilih menaiki jembatan di atas kolam itu. Menuju ke arah yang berlawanan dengan Nadya. ? ? ? “Mau kamu apa sih, Sen?” tanya Nadya dalam hati. Ditatapnya punggung lebar yang sebagian tertutup tas itu. Bagaimanapun dirinya menjadi bingung. Apa maksud Arisen dengan tidak membantah saat Revan mengatakan ia pacar Arisen? Bukankah Arisen yang mengakhiri hubungan mereka? Auh! Keluh Nadya yang tak sengaja menabrak punggung Arisen karena dirinya terlalu fokus dengan pikirannya sendiri. Arisen langsung membalikkan badan dan mengusap lembut dahi Nadya yang sedikit memerah. “Makanya kalau jalan itu yang fokus, ndut!” katanya masih sedia mengusap dahi Nadya dan memberi sedikit tiupan halus. “Kamu yang berhentinya mendadak!” elak Nadya yang tak mau disalahkan. Malu dong kalau sampai ketahuan dirinya sedang melamunkan laki-lakil di depannya ini. Dia kan harus move on! “Nadya mah sibuk mengenang mantan! Mantan tuh gak pantes dikenang, emang dia pahlawan?!” ketus Nayla yang tiba-tiba muncul dari dalam kelas. Cewek itu berkacak pinggang tak suka melihat adegan sok romantis pasangan gak jelas di depannya ini. “West, mulutnya jahat banget sih Nay! Siapa bilang mantan gak pantas dikenang karena bukan pahlawan? Mantannya dulu juga pernah berjuang buat dapetin Nadya lho, sama kan kaya pahlawan sama-sama berjuang. Iya kan, Nad?” ucap Arisen panjang lebar karena merasa dirinya direndahkan. Nadya dan Nayla hanya diam. Berfikir bahwa apa yang diucapkan Arisen benar juga. Bagaimanapun mereka pasti saling berjuang mempertahankan satu sana lain. “Makanya kalau jomblo gak berpengalaman gak usah sok ngatain. Kicep kan!” kata Arisen sedikit menyinggung perasaan Nayla. Nadya langsung mencubit pinggang Arisen kuat. Mata cewek itu melotot tajam. Huh enak saja ‘mantan’ pacarnya itu mengejek sahabatnya jomblo gak berpengalaman. Ya meskipun benar tapi tidak begitu juga mengatakannya. “Aduh, Nad! Sakit!!” ringis Arisen kesakitan sambil memegang pinggang sebelah kirinya. “Ke kelas kamu sana!” usir Nadya yang tak mengindahkan kesakitan Arisen. Arisen hanya mendengus kesal, kemudian cowok itu segera menuju kelasnya dengan kaki dihentak-hentakkan seperti anak kecil. “Betah sama yang begituan, Nad? Kalau aku sih ogah!” ucap Nayla sengit lalu masuk ke dalam kelasnya meninggalkan Nadya yang sibuk tersenyum geli melihat tingkah Arisen. “Seandainya lo masih punya gue, Sen.” Batin Nadya dengan senyum tipis. ? ? ?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD