Chapter 1

1074 Words
Wajah datar itu menghiasi wajahnya, rambut gondrongnya yang selalu dia ikat terlihat berantakan. Semua orang menyempati untuk meliriknya, Arhan menunggu di depan kelas yang bukan kelasnya belajar. "Mau kemana?" Layla melompat kecil mendengar suara bass itu, "Pulang" "Bareng gue." Ucap Arhan berjalan terlebih dahulu. Layla terdiam, Windi yang di sampingnya pun melongo. "Lo ada hubungan apa?" Layla menggeleng, "gue nggak ada apa-apa sama dia" "Nggak mungkin. Arhan nggak gampang ajak orang pulang bareng" Windi menatapnya dengan mata melotot, "lo pacaran sama dia?!" Layla membekap mulut Windi gelagapan, "apaan sih lo?! Gue nggak ada apa-apa sama dia" "LAYLA!" Teriak Arhan dan semua orang menengok. Layla terkesiap dan kakinya melangkah cepat melihat Arhan yang sudah kelihatan marah. Mata tajam Arhan mengikuti arah Layla yang mendekati dirinya, "lama!" Bentaknya. "Gue nggak mau pulang bareng lo. Gue pulang bareng Windi" "Nggak ada bantahan!" Arhan menariknya kasar menuju parkiran, tidak mendengar ringisan Layla karena cengkramannya. "Lepasin! Lo apa-apaan sih, gue nggak mau pulang bareng lo! Jangan paksa gue." Layla berbalik dan meninggalkan Arhan sendirian yang sudah menyembunyikan amarahnya. Tangannya terkepal dan aura di sekitarnya menghitam. Dia tidak terima penolakan dari gadis berkacamata itu. Windi membalik tubuh Layla dan kembali mendorongnya, "sorry, gue nggak mau kena amukan Arhan. Udah sana pulang bareng Arhan aja." Tanpa mendengar protesan Layla, Windi meninggalkannya berjalan melewati Arhan sedikit berjaga jarak. Layla menghela nafas, dia tidak mau pulang bersama Arhan. Layla kembali mendekati Arhan, "gue disuruh pulang sama lo kata Windi." Tanpa menjawab ucapan Layla, Arhan menaiki motor besarnya. Layla akan berjalan menaiki motornya namun motor Arhan sudah terlebih dahulu pergi meninggalkannya. "Lho?" Layla melongo melihat Arhan yang pergi sendirian tidak mengajaknya. "Apa-apaan ini. Ck, menyebalkan" *** Layla menghela nafasnya meletakan tasnya di sembarang arah. Mengambil air minum di dapur, membenarkan kembali kacamatanya. Untuk kesekian kalinya dia menghela nafas, mengingat kejadian tadi membuatnya kesal dan juga bingung. Maksud Arhan apa? Apa dia suka membuat keributan? Layla sering melihatnya berkelahi dan lelaki itu memiliki banyak musuh karena sikapnya yang kasar. Teleponnya berdering dan terlihat nomor yang tidak dikenali. Layla orang yang sangat berhati-hati, dia tidak mengangkatnya karena takut itu orang yang tidak bertanggungjawab. Layla mengangkatnya saat dering kelima kalinya. "LO b***t YA HP LO BUNYI DARI TADI?!" Layla menjauhkan ponselnya lalu melihat nomor si penelepon, "lo siapa?" "Buka pintunya." Layla mengernyitkan keningnya, "lo siapa?" "Buka pintunya sekarang juga!" Layla tetap tidak mendengarkan, "nggak mau! Lo siapa sih?!" "Buka sekarang Layla" "Iya lo siapa?! Gue nggak akan buka pintu kalo lo--" "Arhan." Sela Arhan membuat Layla terdiam. "Ngapain ke rumah gue? Dan lo tau darimana rumah gue?" "Buka pintunya." Sambungan terputus, Layla berjalan menuju pintu rumahnya dan membuka kuncinya. Layla melongo melihat penampilan berantakan Arhan, pelipisnya terlihat terluka. "Lo kenapa?" Arhan memasuki rumah Layla tanpa seizinnya, "gue belum bolehin lo masuk" "Obatin gue." "Lo nyuruh gue?!" "Itu yang harus lo lakukan sebagai pacar." "Apa?! Pacar?! Gue nggak setuju ya!" "Lo milik gue. Nggak ada seorangpun yang bisa miliki lo kecuali gue." Layla menatap Arhan tidak percaya, "lo becanda ya? Gue nggak mau jadi pacar lo" Arhan menengok menatapnya, telunjuknya menunjuk luka yang ada di wajahnya. "Obatin gue." Layla berdecak dan pergi ke dapur untuk mengambil kotak obat. Arhan duduk di kursi yang terlihat sudah lapuk dimakan usia. Arhan mengambil tas lusuh Layla dan melihat isinya, hanya buku pelajaran. Layla merebut tasnya dan duduk dengan kesal, "Nggak sopan" Arhan duduk seolah itu rumahnya sendiri, "tau darimana rumah gue?" "Nggak penting" "Penting buat gue." Layla melihat ekspresi Arhan yang biasa saja saat kapas itu menyentuh lukanya. "Lo habis berantem?" Arhan tidak menjawab membuat Layla berdecak, "lo sudi juga masuk ke rumah sederhana gue" Arhan menengok melihat Layla yang membereskan semua obat yang tadi digunakan. "Gue sendirian di rumah ini. Orang tua gue--" Layla tidak melanjutkan ucapannya. Menengok menatap Arhan yang juga menatapnya, "gue iri sama lo" Arhan berdecih mendengarnya membuat Layla mendengus. "Lo orang kaya kan? Orang tua lo punya perusahaan dan lo adalah pewarisnya. Gue denger dari ghibahannya mereka" Layla beranjak meninggalkan Arhan yang melihat kepergiannya hingga dia kembali lagi duduk di sampingnya. "Lo mau minum? Gue adanya air putih, nggak kayak rumah lo yang menyediakan banyak minuman" Arhan mengangguk, "lo udah makan?" Tanya Layla saat di dapur. Arhan menggeleng, "gue belum masak dan bentar lagi gue kerja. Lo makan di rumah lo aja, banyak makanan" Layla menyerahkan segelas air putih, "kerjaan lo berantem mulu ya?" "Gue sering liat lo berantem di sekolah ataupun di tempat kerja" "Kerja dimana?" "Part time di rumah makan padang" Arhan tidak menjawab lagi, dia diam menatap wajah Layla yang juga menatapnya. "Apa?" Layla mengernyit melihat Arhan yang hanya diam, "gue mau kerja, lo pulang. Jangan buat masalah lagi Arhan. Orang tua lo pasti khawatir" "Gue anter" Layla menggeleng, "nggak usah. Gue bisa naik angkot, lo pulang. Ganti baju lo" Arhan menggeleng, "gue nggak suka bantahan." Layla menatap Arhan lama, "jangan buat gue berharap Arhan. Gue nggak mau lo tinggalin gue lagi." "Gue kesel tadi lo ninggalin gue setelah lo ngajak gue pulang bareng! Lo emang nggak ada perasaan ya, kesel gue." "Lo udah nolak ucapan gue dan gue nggak suka mengulang ucapan." Layla berdecak, "gue nggak akan ninggalin lo lagi. Gue akan anterin lo." "Gue serius." Layla menghela nafasnya sebentar dan mengangguk pelan, "gue ganti baju dulu" Layla berjalan menuju kamarnya dan sempat berbalik melihat Arhan yang sudah menatap lurus ke depan. "Semoga gue nggak salah nerima ajakannya." *** Arhan merebahkan tubuhnya, tangannya terlipat dan menyangga belakang kepalanya. Mengingat kembali saat Layla mengobati lukanya. Gadis itu sungguh baik, meskipun awalnya penolakan tapi dia akan melakukannya juga. Gadis itu tidak melihatnya seperti beberapa orang yang selalu takut saat melihatnya. Arhan itu baik hanya saja tempramennya yang buruk membuatnya menjadi dipandang jahat oleh mereka. "Arhan" panggil neneknya membuat Arhan kembali beranjak. Arhan menuruni tangga dengan cepat, mendengar nenek yang memanggilnya membuat dia harus cepat datang. Neneknya tidak sabaran seperti dirinya. "Kamu belum makan" Arhan mengangguk, "Ayah?" "Panggil dia" Arhan mengangguk dan menuruti ucapan neneknya. Memanggil ayahnya yang sibuk di ruang kerjanya. Tanpa mengetuk pintu dia langsung masuk saja. Ari mendongak sekilas dan kembali menulis sesuatu, "sopanlah sedikit Arhan" "Nenek bilang makan." "Ayah masih sibuk" Arhan menghampiri ayahnya dan menutup berkasnya dengan kasar, "aku nggak suka penolakan." Ari menghela nafasnya, "baiklah" Ari mengusap kepala Arhan dan keluar bersamaan. Arhan tidak sebaik yang Layla katakan. Dia tidak bahagia sama sekali, orang tuanya? Hanya ayahnya saja yang mengerti keadaannya, nenek? Dia selalu memukuli dirinya jika dia berulah, ibunya? Dia tidak punya ibu, kata nenek.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD