Mimpi Buruk

1043 Words
Adzan subuh mulai berkumandang, sayup-sayup terdengar hingga masuk ke dalam kamar melalui celah ventilasi, suaranya sangat merdu membuat Papah Dedi terjaga dan membuka matanya. Menatap langit kamar dan segera bangkit dari tidurnya untuk menunaikan kewajiban shalat subuhnya dilanjutkan ritual mandinya, sebab rencananya mereka akan pulang pukul sembilan pagi. Papah Dedi keluar kamar, seperti biasanya duduk di teras memandang hamparan sawah hijau yang sudah siap panen sambil menikmati teh manis hangat buatan Bude Ratmi. Sebentar lagi, beliau tak bisa menikmati kedamaian saat melihat hamparan sawah dan juga menikmati teh manis hangat di pagi hari seperti dua hari belakangan ini. "Nang." "Iya, Mbakyu." "Jadi pulang hari ini?" "Jadi, Mbak." "Jam berapa?" "Harusnya sih jam sembilan atau jam sepuluh, tapi ya terserah Sela saja deh. Pasti juga dia belum bangun. Dia mah gitu, bangun tidur siang terus, heran!" "Ya sudah biarkan, lagi pula sedang liburan ini." "Aku cuman takut kalau suaminya pulang dia tetap seperti ini, Mbak. Tau sendiri tabiat anak itu seperti apa dan bagaimana. Dia 'kan sudah punya suami, Mbak, seharusnya bisa berubah menjadi lebih baik." "Bangun sebelum subuh, terus subuhan, setelah itu buat sarapan untuk suaminya. Lah Sela? Subuh saja kesiangan, terus tidur lagi. Ya walaupun memang disana ada pembantu, tapi bukankah suami ingin sesekali merasakan masakan istri? Iya 'kan?" "Sudah … sudah, nanti juga dengan berjalannya waktu dia bisa berubah menjadi lebih baik, menjadi lebih dewasa lagi dari sebelumnya. Wajar kalau dia saat ini masih bersikap seperti itu dan manja, secara dia anak satu-satunya yang selalu dimanja. Mungkin belum bisa mengesampingkan sifat manjanya itu, tapi lambat laun pasti bisa kok, tenang saja." "Ya mudah-mudahan saja begitu, Mbak. Kalau sikapnya belum juga bisa berubah lebih baik, aku gak tau deh masih punya muka atau tidak di keluarga Bastian." "Tenang saja, Sela itu cukup pintar. Dia pasti akan berubah menjadi lebih baik, kau tenang saja, Nang." "Iya, Mbak." "Salam untuk istrimu ya nanti, sampaikan padanya harus sering memperhatikan anaknya. Sela itu 'kan anak kandungnya, sikapnya harus bisa lebih baik dong, bukan malah acuh seperti ini." "Mbak, sebenarnya Vasya itu sangat menyayangi dan mencintai Sela hanya saja anak itu yang sering kali salah paham dan berpikir bahwa mamahnya tidak sayang padanya. Anak itu sering buat masalah, Mbak. Sering kali membuat malu Vasya begitu pengakuan dari istriku dan memang beberapa kali aku pergoki Sela itu sering kali membuat masalah dengan Vasya. Mungkin bisa setiap waktu dan setiap saat mereka ribut jika Vasya tidak selalu mengalah, Mbak." "Bahkan, hari pernikahannya juga Sela bikin masalah, Mbak. Ada saja ocehannya yang membuat Vasya kesal, dia malu sama para penata rias karena ucapan Sela yang bar-bar, Mbak." "Jujur, aku tidak tau lagi harus berbuat apa agar mereka bisa baik. Aku takut, Mbak." "Takut kenapa?" "Sela sudah sering membuat Vasya marah dan sikapnya benar-benar sangat keterlaluan. Aku takut, kelak saat Sela melahirkan itu susah karena sudah terlalu dalam menyakiti hati mamahnya." "Hush, jangan berbicara seperti itu, Nang." "InshaaAllah persalinan Sela akan lancar jika memang sudah waktunya melahirkan. Berpikirlah positif, Nang agar menghasilkan sesuatu yang positif." "Mbak, ini adalah keluh kesahku. Kuharap Mbak paham dan mengerti juga tak terlalu memanjakan pun mengikuti semua yang diinginkan oleh Sela. Dia pasti akan merasa besar kepala dan juga ngelunjak nantinya, Mbak." "Aku menyayanginya seperti menyayangi anakku sendiri. Kau tau sendiri bukan, Nang, aku tak memiliki anak. Pada siapa lagi kuberikan kasih sayang kalau bukan pada Sela?" "Maafkan aku, Mbak. Aku tak bermaksud menyinggung perasaanmu." "Tidak apa-apa, Nang. Mungkin benar, memang kasih sayangku yang berlebihan padanya." "Sudahlah, Mbak. Kita jangan bahas ini lagi. Aku tak ingin menyakiti hatimu, Mbak." *** Di dalam kamar yang masih gelap itu, menampakkan Sela yang masih asik dengan alam bawah sadarnya namun sepertinya tidur nyenyak mulai terganggu terlihat sekali dari gerakan tubuhnya yang mulai gusar. Ada apa? Kenapa tiba-tiba dia justru terlihat sangat ketakutan? Apakah mimpi buruk? Atau ada sesuatu yang lain? "Gila!" umpatnya memaksakan dirinya untuk bangun karena sudah mimpi buruk. "Mimpi apa ini! Tidak ada bagus-bagusnya!" "Ah, sial banget! Tapi, apa maksud dari mimpi ini ya?" Sela mencoba mengingat-ingat mimpi apa semalam yang dialami olehnya itu. Mimpi tapi seakan nyata sekali, rasa takut menjalar ke seluruh tubuh, dinginnya ruangan yang entah itu dimana berhasil membuatnya diam tak bergeming. Di dalam mimpinya Sela berusaha untuk keluar dari tempat tersebut namun rasanya sulit sekali. Berjalan melangkahkan kakinya perlahan namun pasti tetapi tak tau kemana kaki itu harus melangkah. Gelap, sunyi, sepi dan tak ada satu orang pun di tempat itu. Tempat yang seperti lorong panjang tak jelas ujungnya dimana. Beberapa kali Sela mengeluarkan suara namun tak ada sahutan hanya ada gemaan dari suaranya sendiri. Ia masih berusaha tetap tenang walaupun rasa takut terus menyeruak ke dalam dirinya. Melangkahkan kakinya kembali, selangkah demi selangkah hingga tiba-tiba terdengar suara yang berhasil membuat bulu kuduknya berdiri, takut dan membuatnya menangis. "Hai, Sayang." Suara yang entah datang dari mana, terdengar begitu dingin bahkan mematikan. "Haha, kau merasa takut?" "Jangan takut sayang, aku akan selalu ada untukmu, haha." "Kau denganku sudah menyatu. Aku akan mengikuti semua keinginanmu tanpa disuruh, haha." "Ka-kau si-siapa!" teriak Sela, namun suaranya justru menggema. "Aku adalah KAU!" "Apa??" "Tidak mungkin!" "Mungkin saja, Sayang. Didunia ini, tidak ada yang tidak mungkin!" "Cepat katakan! Siapa dirimu!" "Aku adalah dirimu, Sela! Hahaha." "Tidak mungkiinnn!" Sial! Mimpi j*****m! Apa-apaan coba dia mengatakan bahwa dirinya adalah aku! Mimpi tidak masuk akal! Mengganggu saja tidur nyenyakku! Harusnya hari ini aku bisa tidur nyenyak sebelum kembali ke kota! Tapi karena mimpi yang tidak masuk akal justru membuatku ketakutan seperti ini. Tapi, sungguh, aku sangat penasaran sebenarnya tadi aku berada dimana? Dan juga suara siapa tadi? Terdengar sangat mengerikan dan mematikan. Tunggu, tapi dia mengatakan sesuatu bahwa kami sudah menyatu? Apa maksudnya? Apakah Bude berbuat sesuatu yang lebih terhadapku? Ah, tapi tidak mungkin! Bude tidak akan mungkin berbuat lebih tanpa diskusi terlebih dahulu denganku apalagi langsung ambil keputusan sendiri itu sangat tidak mungkin. Apakah aku harus menanyakan semua ini pada Bude? Tapi apakah Bude bisa memberikan penjelasan atau mungkin malah tersinggung dengan pertanyaanku nanti? Ah, sial! Mimpi itu berhasil membuat kepalaku berdenyut keras seperti ini! Sakit sekali rasanya! Benar-benar membuat berpikir keras! Lebih baik aku mandi saja deh, sudah jam delapan juga. Aku sudah janjian sama papah bahwa akan pulang jam sembilan atau jam sepuluh pagi paling telatnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD