Wejangan Malam

1160 Words
Di dalam kamarnya, Sela merebahkan tubuhnya dan mengistirahatkan hatinya juga tubuhnya yang sudah lelah seharian ini banyak kegiatan. Ia menatap atap langit, merasakan debaran jantungnya terasa sangat kencang sekali. Ia merasa sangat gugup sekali menghadapi besok. Selama dua minggu tidak bertemu dan esok akan dipertemukan dalam sebuah acara besar yaitu acara pernikahan luar biasa yang akan diselenggarakan dengan mewah. Sedang melamun dan menerawang entah kemana, tiba-tiba ia terkejut sebab pintu kamarnya ada yang mengetuk padahal tidak di kunci. "Masuk!" serunya pada seseorang yang entah siapa saat ini sedang berada di balik pintu. "Belum tidur, Nak?" "Mamah? Belum, Mah. Ada apa?" Mamah berjalan mendekati Sela yang sudah duduk di atas ranjangnya. "Bagaimana?" "Bagaimana apanya Mamah?" "Rasanya akan jadi pengantin?" "Bahagia, Mamah. Dan aku gak nyangka akan menikah secepat ini, punya suami, anak dan juga keluarga kecil nantinya." "Mamah harap, kamu akan terus merasa bahagia seperti ini ya, Nak. Ingat, besok adalah hari pernikahanmu dan setelah itu kamu akan menjadi Nyonya Reno Alvian. Mamah berpesan, rubahlah tingkah lakumu yang masih seperti kanak-kanak ini, Nak. Kelak, kamu akan menjadi ibu dan harus bisa menjadi ibu yang tegas bukan kanak-kanak." "Nak, pernikahan itu tidak selalu mulus dan bahagia. Ada kalanya sedih dan juga sedikit pertikaian-pertikaian kecil. Mamah sangat berharap kamu harus bisa lebih sabar lagi, sabar menghadapi semua masalah yang akan hadir nantinya. Sabar menghadapi suamimu dan juga keluarga suamimu. Bahagiakanlah mereka seperti kamu mem-bahagiakan kami, Nak. Mereka besok akan menjadi keluargamu." "Kamu harus menjadi istri yang sabar, nurut, dan patuh terhadap ucapan suami. Jangan pernah membuatnya marah, Nak. Kamu perempuan, ketika sudah menikah maka kau menjadi milik keluarga suamimu. Tetapi, apabila jika mereka tidak memperlakukanmu layaknya memperlakukan anak, maka pulanglah, Nak. Mamah dan Papah masih membuka pintu rumah ini selebar mungkin untukmu." "Mah, kenapa bicara seperti itu?" Pandangan mata Sela mulai nanar dan panas. "Mamah hanya memberikan pesan selayaknya seorang ibu memberikan wejangan pada anaknya, Nak. Semoga kamu selalu ingat semua pesan yang Mamah berikan. Mamah percaya, Reno akan membuatmu bahagia lahir batin dan dunia akhirat. Reno adalah lelaki yang tepat untukmu." "Aamiin, Mamah. Doakan terus anakmu yang nakal ini, Mamah." "Harus berubah jadi lebih baik dong, gak boleh nakal lagi, 'kan sudah mau jadi istri lalu berjalannya waktu akan menjadi seorang Ibu." "Iya, Mamah. Perlahan tapi pasti Sela akan belajar menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Makasih ya, Mamah. Makasih atas cinta dan kasih sayang tulus yang diberikan pada Sela. Sela sangat sayang dan cinta Mamah." Mereka berdua berpelukan dan saling menguatkan satu sama lainnya. Mamah banyak sekali memberikan wejangan yang pasti nanti akan berguna untuk Sela di kemudian hari saat menemukan sedikit masalah di dalam rumah tangganya kelak. Di tempat lain Reno juga sedang berada di kamarnya, merenungi semua tahapan-tahapan yang sudah terjadi pada hidupnya dan juga dirinya. Ia sengaja memisahkan diri dari para sepupunya agar bisa istirahat dan juga agar terhindar dari ajaran-ajaran sesat yang ia sendiri sudah merasakannya. Sedang asik merenung, pintu kamar diketuk oleh seseorang dan mempersilahkannya masuk. "Abang, belum tidur?" "Belum, Mih." "Kenapa, Nak?" "Hehe, gak papa, Mih." "Apa ada yang mengganggu pikiran abang?" "Gak ada, Mih. Abang hanya sedang berpikir saja semua prosesnya secepat ini dan gak nyangka. Awalnya abang ngotot sekali tidak ingin menikah dalam waktu dekat, tapi sekarang? Gusti Allah mempermudah segalanya." "Jodoh datang di waktu yang tepat, Nak." "Ya Mamih benar." "Jadilah seorang iman yang baik dan membimbing istri juga anak-anak menjadi lebih baik ya, Bang. Bawa mereka semua ke surganya Allah. Abang harus bisa lebih sabar, menikah itu tidak selalu mulus dan bahagia, Bang. Ada kalanya dalam perjalanan menemui kerikil-kerikil tajam yang dapat menggoyahkan keyakinan hati." Abang tau, Mih. Kerikil tajam pasti akan datang dengan berjalannya waktu dan abang akan berusaha menyelesaikan setiap masalah dengan tenang. "Bang, menikah itu menyatukan dua hati, dua sifat, dua sikap, dua tingkah laku dan dua kepala dengan isi yang berbeda. Maka dari itu, salah satu dari kalian nantinya harus ada yang bisa mengalah jika salah satunya sedang menjadi api maka salah satunya harus menjadi air." Ya Mamih benar, selama ini seringkali Abang selalu menjadi air dan ia menjadi api. Semoga saja setelah menjadi istri, kami berdua bisa sama-sama menjadi air yang tenang, damai dan apabila ada ombak besar datang tetap bisa tenang tanpa panik. "Abang, sebagai kepala rumah tangga harus bisa berpikir jernih, tenang, dewasa dan mengambil sebuah keputusan harus dengan pikiran yang matang. Jangan pernah sesekali mengucap kata yang akan menghancurkan segalanya. Abang harus bisa lebih baik dari sebelumnya." Pasti, dan Abang akan membuktikan semuanya yang terbaik pada Mamih. "Mamih harap abang paham akan semua ucapan dari wanita tua renta ini." "Mih, kenapa bicara seperti itu?" "Mamih bahagia karena apa yang diinginkan sebentar lagi akan terwujud. Jaga menantu Mamih ya, Nak. Jangan pernah sakiti hatinya, jangan pernah membuatnya menangis dan jangan pernah membuatnya kecewa. Jika kamu melakukan itu semua terhadapnya, sama saja Abang melakukan semua itu pada Mamih." "Nak, dia istrimu dan sudah seharusnya kamu memperlakukannya selayaknya dirimu memperlakukan Mamih, karena kelak ia akan menjadi ibu dari anak-anakmu. Ajarkan anak-anakmu untuk bisa berbakti kepada Ibunya kelak." "Jadilah suami yang hebat, luar biasa dan juga ayah yang hebat untuk anak-anak." "Mih, jangan khawatirkan semua itu. Abang akan berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakannya. Janji Abang adalah membuatnya bahagia dan selalu membuatnya tersenyum bahagia juga menangis karena bahagia." "Abang berusaha sebaik mungkin untuk tidak memberikannya luka dan air mata. Abang akan memperlakukannya sebaik mungkin seperti memperlakukan Mamih." "Mih, abang akan selalu mengingat semua pesan Mamih. Sebab, abang yakin, kelak semua pesan Mamih akan berguna di kehidupan Abang selanjutnya." "Mamih tak perlu mengkhawatirkan apapun itu, ya, sebab, Abang akan tetap tinggal di sini bersama Mamih dan yang lainnya lalu akan ada anggota baru masuk ke dalam keluarga ini. Abang akan membuatnya menjadi ratu dan wanita yang paling bahagia di muka bumi." "Semua akan Abang berikan yang terbaik selama ia bisa menjadi istri yang nurut dan patuh juga menjaga perasaan Mamih. Dia harus bisa menganggap Mamih sebagai ibu kandungnya juga. Abang tidak ingin Sela membedakan antara Mamih dan Mamahnya, maka dari itu Abang tinggal di sini untuk melihat perkembangannya untuk menjadi lebih baik, layak menjadi istri, menjadi menantu dan ibu kelak." "Mamih percaya padamu, Nak. Kamu pasti memilih menantu yang terbaik dari yang terbaik untuk keluarga ini. Selalu bahagia ya, Sayang. Selalu tersenyum bahagia seperti ini." Mih, tapi awalnya dia tak sebaik yang Mamih pikirkan sebab Abang juga baru tau caranya memperlakukan Mamahnya dengan kata-kata yang menyakitkan. Tetapi, mudah-mudahan saat ini sudah berubah menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya dan bisa memperlakukan Mamih juga dengan baik. "Pasti, Mamih. Abang akan buktikan semua itu dengan berjalannya waktu." "Mamih sangat percaya itu, Nak." "Mamih harus percaya dengan anak hebatnya ini, hehe." "Abang memang yang terbaik." "Mamih juga. Makasih, Mih. I love you," ucapnya memeluk Mamihnya. "Love you too, Sayang." Mereka berdua berpelukan dengan sangat erat sekali. Di sini, terlihat kasih sayang keduanya sangat besar bahkan badai besar yang berencana menghayutkanpun enggan untuk datang dan lebih memilih pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD