Pertemuan Kedua Keluarga

1338 Words
Sebulan berlalu, hubungan mereka semakin dekat dan semakin serius dari sebelumnya. Kedua keluarga sudah bertemu untuk membicarakan kelanjutan hubungan kedua anak mereka. Mamih sangat antusias sekali menyambut semua rencana yang akan dilaksanakan, begitu juga dengan Papih. Mereka berusaha memberikan yang terbaik untuk pernikahan anak sulungnya itu. Sama halnya seperti keluarga Sela juga, mereka sangat antusias menyambut hari bahagia itu, apalagi sang Mamah-Vasya Mutiara- yang sama antusiasnya dengan Mamih namun berbeda dengan sang Papah Dedi, sepertinya ada sesuatu yang beliau pikirkan sehingga senyum dan bahagianya tidak lepas. Mengapa Papah Dedi tak seperti biasanya? Apa sebenarnya yang sedang beliau pikirkan? Apakah beliau khawatir anaknya tidak akan bahagia bersama Reno? Atau mungkin beliau khawatir akan tergantikan posisinya oleh menantunya kelak? Entahlah, hanya Papah Dedi dan Gusti Allah yang tau dan paham. Sudah dua hari ini Papah Dedi seakan mengurung dirinya di dalam ruang kerja, Sela tak pernah bertemu dengan beliau dalam dua hari ini dan merasa aneh. Sela yakin, ada yang tidak beres dengan Papahnya itu karena keadaan ini tidak seperti biasanya. Papahnya selalu menyambutnya setiap kali ia pulang namun saat ini hanya kehampaan yang ia dapatkan. Sela mulai berpikir, apakah Papahnya tak setuju mengenai pernikahannya dengan Reno? Apa Papahnya khawatir dengan perusahaan mereka? Sela melangkahkan kakinya ke ruangan kerja sang Papah. Perlahan, ia buka pintu ruangan tersebut dan melihat Papahnya sedang diam termenung. Sebenarnya ada apa, Pah? Mengapa kau terlihat sangat banyak pikiran sekali? Apakah kau tidak setuju dengan pernikahan anakmu kelak? Jika memang dirimu tak setuju, maka aku akan pastikan pernikahan ini tidak akan terjadi. Sungguh, aku tak akan melangsungkan pernikahan jika tak ada izin darimu. Pah, kaulah cinta pertamaku. Aku akan berusaha selalu membahagiakanmu dan aku akan menghindari banyak hal yang memang tak kau inginkan. Aku akan berbakti padamu, menikah adalah keinginanku namun aku juga butuh ridhomu apabila kau tidak setuju dan tidak ridho maka aku akan membatalkan semuanya. Sela menarik nafas berat dan menghembuskannya perlahan. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan yang terlihat remang-remang tersebut. Langkahnya sangat pelan, benar-benar pelan hingga lelaki paruh baya tersebut tak menyadari kedatangan putri kesayangannya tersebut. "Papah," sapa Sela lembut setelah posisinya dekat sekali dengan sang papah. "Sela? Sejak kapan kau ada di sini, Nak?" "Sejak dimana Papah duduk diam termenung. Ada apa, Pah?" "Gak ada apa-apa, Sayang," elaknya mencoba membohongi Sela, namun anak semata wayangnya itu tahu betul bahwa sang papah sedang berbohong. "Papah, gak akan pernah bisa bohongin Sela," jawabnya manja memeluk sang papah dari belakang. Papah Dedi menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Ada apa, Papah? Katakanlah." Hening. Papah Dedi masih diam dan tak mengucapkan sepatah katapun. "Apakah Papah tidak setuju dengan pernikahan Sela? Jika memang tidak setuju, Sela akan membatalkannya." "Jangan, Sayang! Kamu jangan melakukan itu." "Kenapa?" "Jangan membuat kedua keluarga malu, Nak." "Pah, Sela tak ingin menikah jika tak ada restu darimu." "Papah merestui kalian, Nak." "Lalu? Kenapa sikap Papah seperti ini selama dua hari ini?" "Apakah kau bahagia, Nak?" "Sangat bahagia sekali, Pah. Reno dan keluarganya sangat baik sekali sama Sela. Mereka menganggap Sela sebagai anaknya sendiri bukan calon menantu." "Apakah kau yakin ingin hidup bersama Reno, Nak?" "Yakin, Pah. Kenapa harus tidak yakin? Sela sangat menyayangi dan mencintainya, Pah. Dan akan selalu seperti itu, tapi … kenapa Papah berbicara seperti itu?" "Papah hanya khawatir, Nak." "Khawatir kenapa?" "Khawatir jika kau tidak bahagia bersamanya." "Jangan bicara seperti itu, Pah. Sungguh, Sela sangat bahagia sekali." "Baiklah, jika kau merasa sangat bahagia bersamanya, Papah tak patut untuk khawatir. Semoga kedepannya kau akan selalu bahagia ya, Nak." Sela tersenyum dan mengangguk memeluk Papahnya lalu keluar dari ruangan tersebut. Wajahmu sungguh menampakkan sebuah kebahagiaan besar, Nak. Seharusnya, memang Papah tidak boleh merasakan khawatir yang berlebihan. Maafkan Papah jika sempat merasa khawatir dan meragukan Reno. Sekarang, Papah yakin jika lelaki itu bisa membuatmu bahagia. Nak, entah mengapa masih ada setitik rasa khawatir yang Papah rasakan namun semoga saja rasa ini bukanlah rasa khawatir yang berlebihan. Jangan pernah melupakan Papah, Nak. Sungguh, Papah tak sanggup jika harus kehilanganmu. Papah memang merasa kurang setuju tapi jika ini semua adalah keinginanmu maka Papah akan memberikan yang terbaik untukmu. Papah akan membuat pesta besar untukmu dan Reno, Nak. Sekarang, bukan lagi perusahaan yang Papah pikirkan namun melainkan masa depanmu, Nak. Masa depanmu bersama Reno menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Semoga Gusti Allah ridho akan pernikahanmu dan memberikan kebahagiaan setiap langkahmu. *** Sekarang, kedua keluarga sedang bertemu untuk yang kesekian kalinya. Mereka sedang membahas kembali mengenai pernikahan kedua anak mereka. Canda dan tawa terdengar sangat nyaring di antara mereka semua, sedangkan sepasang kekasih tersebut hanya menggelengkan kepala saja melihat keluarganya seperti itu. Sepasang kekasih melangkah pergi dari kerumunan para orang tua yang sedang menyibukkan diri dengan berbagai pendapat dan juga keinginannya masing-masing yang nantinya akan dipadukan semua. Langkah mereka berhenti pada sebuah taman yang dihiasi kolam renang dan juga taburan bunga indah tanaman Mamih. Mereka berdua duduk di sebuah kursi klasik panjang dan menatap jauh ke depan. Memandang bunga-bunga yang dihinggapi oleh serangga, menurut mereka ini adalah sebuah kedamaian yang luar biasa. Sela menyandarkan kepalanya pada bahu kekasihnya yang kelak akan menjadi suaminya dan akan selalu bersandar setiap saat dan dalam keadaan apapun. "Apakah kau bahagia?" tanya Reno di sela-sela keheningan mereka berdua. "Sangat bahagia." "Semoga, kau akan selalu merasa bahagia bersamaku, saat ini, esok dan nanti." "Bahagiaku adalah bersamamu. Bahagiaku adalah disampingmu. Bahagiaku adalah dirimu, Sayang." "Apakah sebelumnya kau pernah merasakan bahagia seperti ini?" "Tidak, hanya bersamamu aku mendapatkan kebahagiaan luar biasa yang sebelumnya tidak pernah aku dapatkan dari lelaki lain terkecuali Papah." "Sela, sungguh aku merasa sangat beruntung bertemu denganmu. Aku merasa hidupku saat ini lebih sangat berarti dari sebelumnya. Aku merasa duniaku lebih indah lebih dari sebelumnya. Sela, berjanjilah bahwa kau akan selalu berada disampingku dan selalu menjadi yang aku banggakan." "Aku akan selalu menjadi yang kau banggakan setiap saat dan setiap waktu, Sayang." "Aku sungguh sudah tidak sabar untuk bisa hidup bersamamu. Aku ingin memulai semua kehidupan bersama dan denganmu." "Sebentar lagi, Sayang. Sebentar lagi kita akan bersatu dalam ikatan sebuah pernikahan yang bahagia lalu mempunyai anak-anak lucu." "Aku sudah tidak sabar menunggu hal itu tiba." "Aku juga sudah tidak sabar menunggu waktu dimana akan menjadi ratumu." "Sejak saat ini, kau sudah menjadi ratuku, Sela." "Terimakasih atas cinta dan kasih sayang yang kau berikan untukku, Ren." "Jangan berterima kasih sayang, karena kau memang berhak mendapatkannya." Awalnya aku berpikir untuk apa menikah cepat karena pasti tidak akan bisa bebas lagi seperti sebelumnya. Aku sudah melihat dari pengalaman beberapa temanku, mereka tidak pernah punya waktu lagi untuk bermain bersama karena hanya istri dan keluarganya saja yang dipikirkan. Tetapi saat dimana aku bertemu dan mengenal kembali Rasela setelah sekian lama membuatku berubah pikiran. Yang awalnya aku tak ingin menikah lama-lama merasa ingin cepat menikah dengannya. Aku merasa hidup dan bahagia saat bersamanya. Hidupku benar-benar berubah dan aku merasakannya sekarang. Ternyata, bukan hanya teman-temanku yang berbeda setelah mempunyai keluarga, pun demikian dengan aku saat ini sepertinya sudah mulai berubah semenjak akan melalui tahapan pernikahan. Bagiku sekarang adalah Rasela, kehidupannya, dirinya, dunianya dan kebahagiaannya. Dalam hidupku ingin sekali selalu bisa membahagiakannya tanpa pernah sedikitpun memberikannya air mata kesakitan, kekecewaan dan kesedihan. Aku akan menciptakan sebuah kebahagiaan tersendiri untuknya, dunia sendiri untuknya dan segala apapun akan kubuat agar melihatnya selalu tersenyum bahagia. Naif? Mungkin kata itu yang saat ini sedang ramai diperbincangkan oleh beberapa teman-temanku yang dulu selalu mendengar bahwa aku tak ingin menikah dalam waktu dekat namun kenyataannya aku akan menikah tidak lama lagi. Ya bagaimana lagi? Jodoh tidak ada yang tahu bukan? Jodoh, rezeki, maut, ujian dan cobaan itu sudah ada waktunya sendiri. Jadi, saat ketika aku mengucap tidak ingin menikah cepat namun Gusti Allah membolak-balikkan pikiran dan juga hatiku siapa yang bisa tahu 'kan? Ini adalah rencananya dan aku akan menjalankan semuanya sesuai dengan rencana Gusti Allah. Aku akan berusaha membahagiakan keluarga besarku dan juga kecilku kelak dengan perubahan yang lebih baik. Sela, mulai saat ini dan seterusnya hidupku, duniaku dan keseharianku adalah milikmu. Dan, aku akan selalu memberikan yang terbaik untukmu selamanya. Semoga, kau adalah jodohku hingga maut memisahkan kita berdua. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD