TIGA

1304 Words
*** "Tapi saya tidak mau duduk dibelakang, Bu. Saya hanya ingin duduk disebelah Delisia Xiena!" Mata Sisi melotot mendengar ucapan Axel. Untuk beberapa detik mata mereka saling beradu. "Sialan. Ngajak ribut nih bocah!" gerutu Dipta membuat Sisi langsung menoleh ke arahnya. Sisi menahan lengan Dipta saat laki-laki itu akan berdiri dari kursinya. "Cuekin aja, Dip!" bisik Sisi. Dipta menggeram kesal dan memilih diam di kursinya. Axel melangkah mendekat ke arah meja Sisi dan berdiri disebelah Dipta. "Lo nggak denger tadi gue ngomong apa?" seru Axel dingin. Dipta sudah tak bisa lagi menahan emosinya. Ia berdiri dan langsung mencengkram kerah baju Axel. "Masih baru lo, nggak usah songong!" desis Dipta. "Ehem!" Bu Yola ternyata masih berdiri ditempatnya. Beliau menurunkan kacamatanya dan menatap dingin ke arah Axel dan Dipta bergantian. "Ini bukan arena untuk adu jotos. Segera selesaikan masalah kalian!" pesan Bu Yola sebelum pergi meninggalkan kelas. Pandangan mata Dipta kembali beralih menatap Axel yang tampak memamerkan senyumnya. Senyum yang membuat Dipta ingin meremukkan tulang wajah Axel saat ini juga. "Lepasin tangan lo dari baju gue atau gue bikin tangan lo lepas dari tubuh lo!" ancam Axel. "Lo kira gue takut?" tantang Dipta tak kalah sengitnya. Sisi yang merasakan aura semakin mencekam akhirnya berdiri dari kursinya sambil menenteng tasnya. "Gue aja yang pindah. Silahkan kalian duduk bareng!" Cengkraman tangan Dipta seketika terlepas. Ia menatap Sisi yang sudah melangkah pergi dari kursinya dan duduk di kursi paling belakang yang kosong. "s**t. Gara-gara lo!" tuduh Dipta sambil menunjuk wajah Axel. Axel menepisnya dengan pelan. Ia lalu melangkah ke kursi paling belakang dan tanpa persetujuan Sisi langsung duduk disebelahnya. Sisi seketika mengalihkan pandangannya dan mengabaikan kehadiran Axel. "Semoga kita bisa jadi temen baik!" Axel mengulurkan tangannya kearah Sisi tapi sayangnya gadis cantik itu tak menghiraukan Axel. Axel mendesah pelan dan menarik tangannya. Sepertinya ia akan berjuang untuk merebut kembali perhatian Sisi. *** Dipta benar-benar ingin menghajar Axel saat ini juga. Jam pelajaran berlangsung tapi ia sering melirik ke arah Sisi yang tampak tenang. Ada saja tingkah Axel untuk menggoda Sisi. Mulai dari memainkan rambut curly Sisi, menoel pipi chubby Sisi bahkan sampai menarik gemas hidung Sisi. "Ax, lo bisa diem nggak sih?" desis Sisi gemas sambil menepis tangan Axel yang sedang menarik pucuk hidungnya, Axel hanya tersenyum saat mendengar Sisi menyebut namanya. "Gue seneng, lo masih inget sama nama gue!" ucap Axel lirih. Sisi berdecak keras. "Ck. Lo kan tadi bilang didepan kalo nama lo Axel?" Sisi kembali mengalihkan pandangannya, menatap papan tulis dan menyalin catatan yang ditulis oleh Pak Seno. Tiba-tiba Axel mencium rambut Sisi. "Gue nggak tau kalo rambut lo sewangi ini!" puji Axel. Sisi spontan mendorong wajah Axel agar menjauh darinya. "Bisa diem nggak?" ancam Sisi. Axel tersenyum tipis dan mengangkat kedua pundaknya. "Diemnya gue kalo lagi tidur aja!" "Ya udah tidur aja sono!" "Lo yang nemenin ya! Kayak biasanya!" goda Axel sambil memainkan kedua alisnya naik turun. Pandangan mata Sisi jatuh pada bolamata hitam pekat itu dan kenangan masa lalunya langsung berputar didalam benaknya. * * * "Masuk!" titah Axel dingin setelah membuka pintu apartemennya. Sisi hanya mematung di depan pintu sambil menunduk takut. Pulang sekolah Axel malah membawanya ke apartemen. Sisi benar-benar tak bisa menolak permintaan Axel, sekali saja ia menolak maka Axel akan menghukumnya. "Lo punya kuping nggak sih?" bentak Axel. Sisi terlonjak kaget dan masih berdiri di tempatnya. Axel yang mulai hilang kesabaran langsung menarik lengan Sisi dan membawanya masuk ke apartemen. "Sana masakin gue makan siang. Habis gitu bersihin apartemen gue. Gue mau mandi dulu!" Axel langsung masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan ruang tengah. Sisi menghela nafas panjang saat sosok Axel menghilang dibalik pintu kamar. Ia lalu meletakkan tas selempangnya dan melangkah menuju dapur yang letaknya ada disamping pintu apartemen. Apartemen Axel tidak terlalu besar. Hanya ada satu kamar tidur. Ruang tengah merangkap jadi ruang tamu. Dapur ada di sebelah kiri pintu apartemen dan bersebelahan dengan gudang kecil. Sisi mulai mengolah bahan makanan yang ia ambil dari dalam kulkas. Sebenarnya ini pertama kalinya Sisi ke apartemen Axel. Sisi agak takut tapi ia benar-benar tak bisa menolak. Sisi melirik ke arah daun pintu apartemen Axel, memastikan bahwa Axel tidak menyimpan kunci pintu itu. Dengan begitu ia bisa kabur jika Axel berbuat aneh-aneh kepadanya. Satu jam Sisi sudah selesai dengan masakannya tapi Axel belum juga keluar dari kamarnya. Sisi melangkah menuju daun pintu kamar Axel, mengetuknya pelan dan memanggil Axel. Tapi tak ada jawaban membuat Sisi memilih menunggu Axel diruang tengah. Rasa jenuh mulai melanda saat penantian Sisi tak kunjung usai. Ia ingin menyalakan TV untuk mengusir rasa penatnya tapi Sisi takut, takut jika Axel akan marah. Sisi menyandarkan punggungnya, merentangkan tangannya ke atas lalu menguap. Lelah dan letih yang ia rasakan saat ini. Susah payah Sisi menahan kantuknya tapi tubuhnya benar-benar tak bisa diajak kompromi. Perlahan kelopak mata itu tertutup. Dengan posisi punggung bersandar di sofa dan tangan berada diatas pahanya. Tak lama kemudian Axel muncul, hanya dengan memakai boxer dan tubuh bagian atasnya ia biarkan polos. Axel melangkah pelan mendekati Sisi yang tampak terlelap. "Dasar kebo. Bangun woy!" bentakan Axel tak membuat Sisi membuka matanya. Axel mendengus kesal dan mencondongkan badannya. Niatnya ingin berteriak di depan wajah Sisi tapi saat jarak wajah mereka begitu dekat, niatan Axel berubah. Timbul ide jahil dalam benaknya. Apalagi saat menatap kelopak mata Sisi yang tertutup, bulu matanya begitu lentik, hidungnya mancung dan bibirnya merah merona membuat Axel menelan ludahnya. "Jangan salahin gue kalo gue kehilangan kontrol, Sisi!" bisiknya tepat di telinga Sisi dan sedetik kemudian ia mendaratkan bibir merah tebalnya diatas bibir tipis Sisi. Mengecupnya dan melumatnya. * * * "b******k LO, AX!!" teriak Sisi saat terrsadar dari lamunannya. Bahkan telapak tangannya sudah mendarat mulus di pipi kiri Axel. Axel hanya terdiam sambil memejamkan matanya. Menikmati sensasi bekas tamparan Sisi yang terasa begitu panas. "Delisia Xiena. Apa yang kamu lakukan?" suara Pak Seno membuat Sisi tersadar. Ia menoleh cepat dan mendapati Pak Seno sedang menatap marah kearahnya. "Ma-maaf, Pak. Saya---saya ijin ke toilet, Pak!" tanpa menunggu jawaban dari Pak Seno, Sisi beranjak dari kursinya dan berlari keluar kelas. Semua pandangan yang awalnya menatap kepergian Sisi kini beralih menatap bingung kearah Axel yang tampak diam ditempatnya. Apalagi Dipta, kalau saja tak ada Pak Seno, mungkin saat ini juga bogem mentahnya sudah mendarat diwajah Axel. "Axelio. Keluar!" perintah Pak Seno. Axel tak bersuara dan memilih menuruti perkataan Pak Seno. Dalam hati ia mengucap syukur karena dengan begini ia bisa menghabiskan waktu bersama Sisi. Tak buang waktu, Axel langsung melangkah menuju toilet wanita. Ia yakin Sisi ada di dalam sana. Axel menoleh kekanan dan kiri sebelum masuk kedalam. Tepat saat ia membuka pintu, Sisi hendak keluar dari toilet. Dengan gerakan cepat Axel mendorong pundak Sisi dan menghempaskan punggungnya ke dinding. "AAWSSHH. SAKIT ANJIR!" umpat Sisi saat merasakan punggungnya menempel keras ke dinding. Ia benar-benar terkejut siapa yang mendorongnya saat ini. "Ax?" belum juga rasa terkejutnya hilang, kedua tangan Axel sudah mengunci tubuh Sisi dari kedua sisi. "Gue nggak nyangka lo jadi berubah liar kayak gini!" ucapnya pelan. Sisi membeku mendengar nada bicara Axel. Apalagi jarak wajah mereka yang begitu dekat, membuat Sisi mampu menghirup aroma nafas Axel. "Lo---lo mau apa Ax?" Axel terkekeh pelan. Satu fakta yang ia ketahui. Sisi berani menatapnya bahkan dengan jarak wajah yang sedekat ini gadis itu mengangkat kepalanya dengan tegap. Pandangan matanya tajam menantang. "Gue mau lo!" bisiknya tepat ditelinga kanan Sisi. Kedua tangan Sisi berusaha mendorong d**a Axel tapi lengan mungil itu tak ada tandingannya untuk Axel. Dengan mudahnya Axel mencengkram lengan mungil Sisi dan menguncinya ke dinding toilet. "Lepasin Ax!" Axel semakin terkekeh. Satu fakta lagi. Ia berani menyuruhnya dan membentaknya. Bahkan Sisi yang sekarang sudah berani melakukan perlawanan. Tamparan beberapa menit yang lalu membuat Axel semakin tertantang untuk merebut kembali hati yang pernah ia lukai. "Kali ini gue nggak akan lepasin dan gue pastikan, mulai saat ini lo jadi cewek gue. Lagi!" *** Sbya, 08 Mei 2018 *ayastoria
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD