Devan Kembali

1064 Words
Gue memang nggak suka keributan, tapi gue lebih nggak suka kesepian. ??? Clao memberinya s**u cokelat begitu dia duduk di sebelah laki-laki itu. Tangan Clao bahkan dengan kaku mendorong s**u itu dengan bibir yang terbungkam, namun matanya menatap dalam. Tentunya Mikaela tidak paham, apalagi Clao tampak memalingkan wajah begitu Mikaela hendak membuka mulut. Tiba-tiba Daga berbalik bersamaan dengan Bagas. Kedua laki-laki itu memandangnya penuh penasaran. Ah, bukan hanya kedua orang itu, tapi seluruh anak kelasnya termasuk juga Naura. Mungkin karena bajunya yang terkena bercak, atau karena dagunya yang membiru. "Lo abis dipukulin siapa, La?" Mikaela memilih mengangkat bahunya acuh, kemudian mengambil s**u pemberian Clao. Menusuk s**u kotaknya, kemudian minum dengan tenang. Dia memilih abai dan sengaja mengalihkan pandangannya kepada Clao. Namun, seperti itu keputusan yang salah. Karena ternyata Clao menatapnya sedari tadi. "Ke-kenapa lihatin gue?" tanya Mikaela gugup. Sudut bibir Clao tertarik sebelah. Laki-laki itu tampak mematikan dan tampan secara bersamaan. Sialan, Mikaela tidak bisa bergerak sekarang. "Uhuk!" Double sial. Kini dia malah tersedak s**u cokelat dari Clao. "Lo salting gara-gara gue, ya?" Datar, menyebalkan, dan tidak berekspresi. Laki-laki itu tampak melirik sebentar kepada Daga dan Bagas. Mau tidak mau, Mikaela ikut melirik mereka yang ternyata sudah kembali menatap ke depan. Entah kenapa, setelah melirik Daga, Clao justru kembali menelungkupkan kepalanya. Padahal Mikaela belum sempat mengelak tentang pertanyaan salting yang Clao berikan. ??? Hari ini sepertinya akan menjadi hari terburuk bagi Mikaela. Gadis itu sial karena bertemu dengan laki-laki berjubah di kamar mandi dan sekarang dia harus bertemu dengan Delan dan Naura yang sedang tertawa bahagia di depannya. Mungkin bagi orang lain itu adalah hal manis yang patut diirikan. Namun, bagi Mikaela bukan tentang iri, hanya saja rasa sakit karena dia tidak mampu di posisi Naura sekarang. Gadis yang baru tiga bulan sekolah di sini, namun berhasil membuatnya dicaci hanya dalam hitungan hari. Gadis cantik yang sebenarnya baik, hanya saja kini mereka bak musuh karena masalah Delan. Sebenarnya, cara mereka berperang tanpa kata dan tanpa tindakan. Hanya saling diam dan enggan menyapa. Mikaela sendiri tidak paham kenapa Naura tampak menjadi dingin kepadanya, padahal dia tidak merasa melakukan kesalahan. Dia sudah sebisa mungkin menjaga jarak dengan Delan. Jadi, aneh bukan? Atau ... yang dimaksud Reza ada benarnya? Bahwa Naura sedang bermain? Tidak. Tidak ada kemungkinan Naura sedang bermain, lagipula untuk siapa dia bermain? "Udah tahu sakit, tapi masih digenggam." Mikaela menoleh, kepalanya harus mendongak menatap Daga yang jauh lebih tinggi darinya. "Apa sih, Ga?" Daga balik menatapnya. Laki-laki itu tersenyum manis sambil menyentil pelan dahi Mikaela. "Jangan menggenggam silet, Mikaela. Kedua sisinya sama-sama tajam. Lukanya jelas akan sangat parah." "Mak- Daga!" Namun, Daga tidak berbalik lagi. Laki-laki itu meninggalkan Mikaela yang kini kembali menatap Delan dan Naura. Apa maksud Daga silet itu adalah Delan? Jadi, harusnya dia memang melepaskan Delan bukan? ??? Mikaela memasukan kode apartemen Delan yang dia hafal di luar kepala dengan susah payah. Di sebelahnya sudah ada Delan yang tidak sadarkan diri dan bertumpu pada tubuhnya yang kecil. Laki-laki itu kembali berbuat nekat, kembali merepotkan Mikaela karena hanya dirinya yang dikenal oleh teman-temannya Delan yang itu. Mikaela menyeret tubuh Delan yang terlalu besar itu ke dalam apartemen. Direbahkannya Delan di atas sofa, kemudian dengan telaten Mikaela melepas sepatu milik Delan. Sekali lagi, ditatapnya wajah Delan yang memejam tidak sadarkan diri. Wajah yang masih sama seperti beberapa bulan lalu. Masih sama-sama tampan, membuatnya tersenyum dan nyaman, juga berhasil membuatnya tidak ingin lepas. "Jangan dilihatin terus," gumam Delan membuatnya tersadar. Mikaela segera berpaling ke segala arah. Padahal dia juga tahu bahwa Delan tidak sepenuhnya sadar. "Kenapa ngelakuin hal bodoh lagi? Ini pertama kalinya setelah empat bulan lalu." Mikaela menggerutu. Sebenarnya sia-sia sih, karena Delan pun entah akan menanggapinya atau tidak. "Karena lo juga bodoh," jawab laki-laki itu. Dia berusaha duduk dengan susah payah. "Kenapa bisa lo dilukain dia?" "De, gue nggak ngerti kenapa dia ngelukain gue." "Dia incer gue, lo, atau Naura." Mikaela ingat itu, perkataan si laki-laki berjubah yang mengatakan bahwa dirinyalah yang dia incar. Tidak ada nama Naura saat itu. "Terus kalau lo kaya gini dia bakalan jauh? Bukannya dia makin seneng? Dengan mudah dia bakalan hancurin orang terdekat lo karena lo nggak sadar!" Mikaela benar-benar kesal sekarang. Dia tidak paham dengan jalan pikiran yang Delan punya. "Kalau sampai lo diserang dengan keadaan gini, gimana?! De, ngertiin juga kalau gue itu khawatir sama lo bisa kan?" Delan terkekeh. "Gue masih sadar kok, itu tadi nggak seberapa." Mikaela menggeram. Gadis itu menatap tajam pada Delan yang tersenyum dengan mata sayunya. "Lo cantik, Mikae. Terlalu cantik." Ucapan laki-laki yang sedang setengah sadar, namun berhasil membuat Mikaela mematung dan berdetak cepat. "Gue nggak bisa. Gue nggak bisa." Delan mengelus pipinya lembut. "Sesuatu yang terlalu sempurna itu harus dijaga, bukan dimiliki." Mikaela menatap Delan lama. Wajah laki-laki itu semakin mendekat, bahkan terlalu dekat hingga napasnya menerpa wajah Mikaela. "Andai gue nggak terjebak, Mikaela." Setelah itu, Delan kembali melakukan kesalahannya. Mengulang lagi dengan Mikaela yang tidak mengerti arah pembicaraan Delan. Gadis itu masih belum berkedip meski Delan memulainya terlalu jauh. Beberapa menit kemudian, Delan melepasnya. Menatapnya penuh sendu, kemudian kembali tertidur pulas. "Lo terlalu gelap untuk diketahui siapa pun Delan," lirih Mikaela dengan senyumnya yang tipis. ??? Meninggalkan Delan bukan perkara mudah bagi Mikaela. Ada hal-hal yang jelas membuatnya ragu untuk melangkah semakin jauh. Delan dan dirinya dipertemukan dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Keduanya sama-sama memiliki sisi yang tidak pernah orang lain tahu. Mikaela memang bisa pergi menjauh sejauh mungkin, namun tidak ada yang setulus dan sepeduli Delan. Tidak ada yang merelakan waktu dan tempatnya untuk Mikaela sama seperti Delan. "Lo terlalu banyak ngelamun sampai nggak fokus sama materi." Calo menegurnya. Mikaela yang tadinya sibuk mengedit powerpoint pun tersadar. "Slide kedua kurang dikit penjelasan tentang bagian umunya. Ini, tambahan dikit di situ." Laki-laki itu menyodorkan secarik kertas. Mikaela menurut, menyalin tulisan Clao dalam diam. "Delan nggak masuk?" Mikaela menghentikan kegiatannya. Gadis itu mendongak menatap Naura yang jelas mengobarkan amarahnya. "Bukannya lo pacar Delan? Ngapain nanya ke gue?" "Delan nggak bisa dihubungi dari semalam." Naura masih saja meninggikan nada bicaranya. "Gue nggak tahu, itu urusan lo sama dia." Mikaela kembali menyalin tulisan Clao. Daga dan laki-laki di sebelah Mikaela memilih diam. Keduanya tidak ingin ikut campur terlalu jauh. "Argh!" Mikaela meringis ngilu. Naura menjambak rambutnya dengan kencang sebelum akhirnya pergi menjauh. "Gila," gumam Daga yang masih didengarnya. Sedangkan Clao menatapnya lama, kemudian mengelus lembut rambut Mikaela yang berantakan. "Nggak usah dibales. Yang waras ngalah aja, okey?" ???

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD