Bab 3
-First Love is Unforgettable...
"Hari ini kita berada di klub balap. Mari kita dengar siapa sih, first love unforgettable mereka? Pastinya beragam kisah kita tentang first love is unforgettable. Tapi apa pun bentuk dari kepahitan dan manisnya cinta pertama yang tidak bisa kita lupakan, semoga kita semua bisa ... MOVE-ON...! Jangan sampai kisah cinta kita terhenti cuma karena mati di satu hati saja ya nggak guys?! Oke bikers? Sia-sia hidup kita kalo cuma mikirin pahit manis cinta pertama seperti kopi dan gula. Kita tahu rasanya pahit dan manis, tapi terlalu menikmatinya. Betul kan boys?"
Yuki bicara dengan penuh semangat untuk menghidupkan suasana namun Billa sama sekali tak dapat mengerti, lebih tepatnya lagi tak ingin mengerti apa yang ia bicarakan demi acara itu.
Konsentrasi Billa jadi bubar, ia nggak mau Andini sampai tahu masa lalu tentang kisah cinta pertamanya yang pahit seperti brotowali. Itu sebabnya hati Billa selalu bergejolak seakan menolak setiap kali mendengar tentang first love. Batin Billa tak pernah bisa tenang ketika ia mulai terkenang.
-First Love is Unforgettable ... (iklan)
Andini telungkup di samping Billa, kunci kamar yang terjatuh dari dalam saku segera diambilnya seolah Billa benar-benar seorang tahanan yang akan kabur.
"Kenapa sih, elo nggak suka banget sama acara ini?" tanya Andini yang masih sulit untuk percaya.
"Emang harus, punya alasan?" Billa balas dengan pertanyaan lagi.
"Harus. Karena segala sesuatu yang terjadi di atas muka bumi ini pasti ada alasannya!" paksa Andini.
"Gue nggak suka! Titik!" balas Billa dengan sangat yakin.
"Terserah elo ama keluarga elo deh! acaranya sudah mulai tuh, gue mau nonton lagi..., belajar dengan baik ya...!" dumal Andini dengan tampang innocent kepada Billa yang polos.
-First Love is Unforgettable ...
"Oke ... Welcome back again with me Yuki si makhluk Tuhan paling cantik ...! Masih di acara paling seru dan ... masih bersama cowok-cowok keren di sini. Wah, makin ramai nih ya...!" Yuki berjalan mencari kandidat untuk bicara tentang first love-nya. "Gimana nih, cowok-cowok bikers yang super keren? Yuki mau tanya nih, gimana menurut kalian tentang ... First Love is unforgettable?"
Mereka mulai menjawab secara bergantian. Andini fokus menonton sementara Billa konsentrasi membaca buku di tangannya demi untuk bisa mengerjakan tugas dengan baik nanti.
Iklan kembali menghiasi layar kaca. Andini mendekat pada sahabatnya yang nggak pernah bosan untuk menerima kekurangan dan kemalasannya dalam segala hal tentang perkuliahan.
Mengerjakan tugas kuliah bareng Andini, sama saja Billa mengerjakan tugas sendirian. Andini sih, cuma baca, main hape, bengong, apa aja deh asal nggak ikut mikir. Di mana letak kerja samanya, coba guys?
"Bill? Sumpah ya, lo itu cantik banget!" ucap Andini entah demi untuk merayu ataukah memang ingin memuji tulus tanpa pamrih.
"Dari lahir."
"Mak lo ngidam apa yak dulu?" tanya Andini bercanda namun serius.
"Yang jelas bukan jengkol! Din ... plis ya, lo tiap ngerjain tugas tu cuma jadi penonton setia doang tau nggak, sih!" kesal Billa.
"Tau tau..., kitakan sahabat...!" Andini mengeluarkan jurus rayuan mautnya yang membuat Billa lagi-lagi tersadar bahwa sahabat satu-satunya yang ia miliki tidak bisa diandalkan untuk hal-hal pelajaran atau pun tugas perkuliahan.
Billa memukul kepala Andini dengan pena. "Takdir terberat dalam hidup gue adalah dapat sahabat model kayak lo!" ucap Billa lalu menghela napas dengan pasrah.
"Hehe... Takdir... memang kejam, tak mengenal perasaan!" Andini bernyanyi seenak tenggorokannya saja.
Lebih baik Billa berpura-pura fokus membaca, dari pada Andini membaca ekspresi wajahnya saat ini. Saat setelah penglihatan matanya menangkap wajah seseorang yang begitu ia kenal, dulu. Mengapa ada dia di antara para bikers itu? Membuat Billa makin sadar, rindu nggak pernah terhapus untuknya. Sebesar apa pun luka yang dia hujam di hati Billa.
"Ben.... Kenapa kamu nggak bisa melihat ketulusan aku? Aku selalu merindukan tatapan matamu," batin Billa.
"Tuhan, tolong sampaikan pada angin katakan padanya, dia cinta pertama yang tak bisa aku akhiri... tak 'kan bisa dilupakan." Billa masih saja sibuk bicara dalam hati sementara Andini masih saja fokus untuk menonton.
Cinta, tidak pernah mati jika sudah menyentuh rasa yang sejati. Tidak peduli waktu yang entah terlalu cepat atau bahkan terlalu lambat. Cinta, akan abadi hingga raga telah mati.
Billa tak pernah merasa siap dan sanggup untuk melupakan dia, Ben. Mungkin jika ketika dirinya pun sudah mati.
* * *
___
____
Billa tak bisa percaya dengan apa yang telah disaksikan oleh mata kepalanya sendiri lewat layar televisi. Dia, seseorang yang dulu dan hingga kini masih tersimpan di dalam hatinya, ada di sana. Di dalam sebuah acara yang tidak pernah Billa sukai. First Love is Unforgettable. Dan entah siapa yang dia bicarakan. Yang jelas Billa tak pernah merasa telah menjadi cinta pertama bagi seorang Ben Revaldo.
"Kenapa dia bisa muncul di sana? Kenapa dia ada di Jakarta? Kenapa juga, aku harus di sini melihatnya? Nggak mungkin yang dia maksud adalah aku, dia sudah pernah pacaran dengan Joana sebelumnya," batin Billa kembali bergejolak. Ia menunduk penuh pada buku, pikiran dan perasaan saling bicara hingga tak mendengar apa ucapan Ben selanjutnya.
"... Dia bukan pacar pertama gue, tapi cinta pertama buat gue." Kalimat dari bibir Ben terdengar jelas di telinga Billa.
"Wait! Bukan pacar pertama tapi cinta pertama, ini unik. Bisa jelaskan?" selidik Yuki dengan tampang detektif cinta yang melekat padanya.
"Yeah. Gue emang pernah pacaran sebelumnya, tapi akhirnya gue putusin karena gue sadar nggak cinta dia. Dengan begitu akhirnya gue nggak menganggap dia first love. Dan setelah itu gue kembali berpacaran dan kali ini pertama kali ada cewek yang buat gue jatuh cinta hanya dia. Tapi justru gue melukainya. Dan sampai sekarang gue kehilangan dia. Gue nggak tau dia sekarang ada di mana," Ben menceritakan dengan wajah serius.
"Okey Ben, jangan khawatir. Di acara kesayangan kita semua ini... elo bisa ungkapin semua apa yang elo rasa, dan jelasin ke dia, si cinta pertama yang tak terlupakan itu. Kita berharap aja dia menonton dan dengar kata-kata elo. Ayo Ben, katakan kalau elo menyesal dan ingin minta maaf."
"Thanks," balas Ben, ia menarik napas dalam sebelum memulai kata-kata. "Demi Tuhan, cuma kamu yang bisa buat aku jatuh cinta. Tapi hanya karena kesalah fahaman yang... kamu sendiri nggak tau, aku jadi ngelukain hati kamu. Maafkan aku yang udah buat kamu terlukan dan aku harap kita... dipertemukan lagi. You are my first love unforgettable love."
"Siapa dia, Ben?" tanya Yuki yang penasaran.
Ben seperti sedang menimbang-nimbang untuk bisa menjawab. Ben tidak tahu di mana Joana dan apa yang dapat dilakukan gadis itu jika tahu bahwa Billa adalah cinta pertamanya. Tepatnya, Ben tak ingin Billa terancam oleh tindakan nekat dari Joana. "Dia hanya akan ada di dalam hati. Nama dan wajahnya selalu ada di hati gue."
"Jadi lo keberatan untuk men-share siapa nama si-first love lo itu di sini?" tanya Yuki untuk memastikan.
"No!" sahut Ben sambil menggeleng tegas.
"Okey..., kita semua sama-sama berharap kalian bisa ketemu dan bersama lagi. Dan buat kamu yang tadi disebut-sebut seorang Ben Revaldo sebagai first love, kalau kamu dengar, kamu pasti bisa merasa dan kamu pasti maafin Ben." Yuki kemudian berjalan ke tengah. Fokus pada kamera. "Oke... First Lover's...! Hari ini kita ditutup dengan kisah first love dari Ben yang cukup menyentuh. Kita tunggu, apakah mereka bisa balikan lagi. Seperti itulah cinta, kisahnya tak pernah berakhir. Dari first love sampe seterusnya. Dan semua pasti, punya kisah yang berbeda dengan first love is unforgettable -nya." Yuki mulai closing statement. "Dan apa pun persoalan kita tentang first love, unforgettable love, kita harus bisa MOVE -ON! Hidup nggak perlu mati hanya di satu hati. Ada banyak cara untuk bisa menemukan cinta sejati. Gue Yuki Kato pamit undur diri. Tetap jaga hati, dan temukan cinta sejati! Sampai nanti di first love is unforgettable selanjutnya bye!!!"
❤
Andini seperti bisa merasakan sesuatu dari ekspresi Billa ketika menyaksikan Ben salah satu dari peserta yang ditunjuk untuk bercerita tentang first love is unforgettable di acara tersebut.
"Kisah si... Ben siapa tadi namanya?" tanya Andini pada Billa yang sengaja untuk memancing reaksi sahabatnya itu.
"Ben Revaldo!" jawab Billa refleks dan seketika itu ekspresinya berubah saat itu juga.
"Bill? Elo?" Andini curiga ketika melihat wajah sahabatnya yang ia sadari tak pernah ia lihat sebelumnya.
"Apa?" Billa pun sadar apa maksud Andini memancing reaksi dirinya. "Ah, gue cuma ikut nyimak."
"Gue aja yang dari awal serius nonton, bisa lupa namanya. Elo yang entah di mana pikiran lo, tiba-tiba bisa ingat, seolah nama itu memang ada di hati. Bill, jangan-jangan... elo orang yang dimaksud si Ben tadi?" Andini sangat mencurigai perubahan ekspresi Billa dan sikapnya yang menjadi kaku.
"Ah, apa-an sih, ingatan elokan emang seperempat dari ingatan gue! Jangan ngaco deh, An!" dia terus menyangkal.
"Bill? Cerita aja napa, elo kan yang Ben maksud dengan cinta pertamanya tadi?" tuduh Andini sekali lagi tak langsung menyerah.
"Andin jangan sok tahu, banyak orang punya nama yang sama! Gue cuma nyebut nama itu cowok aja lu jadi nuduh gue sebagai cewek yang dia maksud," Billa berusaha untuk mendustai kata-kata Andini tadi.
"Oke. Fine, kali ini gue tetap percaya elo! Tapi awas kalo elo terbukti bo'ong. Itu artinya lo nggak nganggep gue sebagai sahabat sampe lo nggak mau cerita!" ancam Andini.
Billa terdiam. Belum siap untuk membagi atau pun juga membuka luka lamanya.
Tidak benar jika yang dimaksud dengan cinta pertama adalah dirinya, itu yang Billa yakini. Tentu selama ini ia mengira bahwa Joana adalah cinta pertama Ben. Kalau pun bukan Joana tak mungkin jika itu adalah dirinya. Joana yang telah membuat mereka sampai berpisah. Namun Ben lebih percaya pada Joana, yang sudah lebih dulu hadir di dalam hati dan hidupnya.
__
Malam harinya ketika keadaan semakin malam telah sunyi sepi dan tidur pun sendiri, Billa tak bisa tidur akibat memikirkan kata-kata Ben di acara tadi.
"Aku terlalu banyak mengharapkan kamu Ben. Tapi aku hanya bisa menerima dan mengobati luka ini sendiri. Sampai detik ini, nggak ada nama lain di tempat yang sudah kamu lukai itu. Tapi aku terlalu mengharapkan cintamu untuk bisa menyalahkanmu. Terlalu mencintai untuk bisa pergi dari rasa ini. Rasa yang tak akan aku beri pada lain hati. Ben..., aku terlalu mengharapkan kamu...," Billa hanya dapat menggumam sendiri di dalam kamarnya yang sunyi, memeluk lututnya di atas tempat tidur.
Billa adalah tipe seorang gadis pendiam yang tidak memiliki banyak teman saat ini. Dan itu bukan tanpa alasan. Apa yang telah dilakukan oleh Ben kepada dirinya di masa lalu telah membuat dirinya berubah menjadi seorang yang tertutup seperti itu, tidak ingin punya banyak teman terlebih lagi teman laki-laki, dan tak juga banyak bicara kecuali hanya kepada sahabatnya seorang saja, Andini.
Hal itu juga berdampak kepada rasa cintanya. Cinta pertamanya yang telah membuat hatinya sampai terluka parah, hingga membuat Billa tak lagi membuka hatinya. Masih hanya ada satu nama di sana, meski dia telah sangat menyakitkan perasaan.
Ben, bagaimana pria itu kini menganggap perasaannya terhadap Billa, apakah masih ada tersimpan rasa benci di hatinya. Benci yang tak seharusnya tercipta. Bahkan benci yang tak semestinya dirasa.
... Masihkah ia berdiri di sana dengan tatapan kebencian di mata tajamnya?
Ben...
* * *