Bab 2 - First Love is Unforgettable
First Love is Unforgettable adalah sebuah acara televisi yang mendatangi lokasi tertentu untuk membahas tentang kisah cinta pertama yang tak terlupakan, mereka yang ada di lokasi akan menjadi target si pembawa acara untuk bisa menceritakan kenangan cinta pertamanya. Acara yang seru di kalangan anak muda itu ditayangkan setiap hari Minggu. Namun bagi Billa acara itu, "nggak banget!" ungkap Billa dengan kesal.
"Nabilla Adikku sayang, first love itu istimewa banget, unforgettable, penuh kenangan manis buat banyak orang. Dan banyak yang pingin balik ke," kak Nisa memotong ucapannya. "Duh, langit cerah tiba-tiba jadi mendung, nih!" Menyapu wajah adiknya dengan telapak tangan, "... Maaf, Kakak lupa tentang kenangan kamu. Abis, kamu sih, mancing-mancing kakak buat ngebahas itu."
"Aku nggak apa-apa Kak. Aku tuh, cuma nggak suka acaranya aja!" kata Billa, masih berusaha untuk sedikit menyangkal, meski tentu saja, itu selalu mampu membawanya terpental ke masa lalu.
"Iya, tapikan ada alasannya. Jujur ya, Kakak nggak suka kamu terus-terusan nyimpen kenangan buruk itu," Kak Nisa mengusap kepala sang adik dengan lembut.
"Tapi, itu terus menggantung di ingatan aku, Kak."
"Sudahlah. Nanti kita bahas lagi di rumah. Jangan rusak wajah cerah itu, oke!" Kak Nisa mengecup singkat pipi adiknya sebelum turun. "Kakak turun di sini dek, bye!"
Sampai di salah satu toko bahan kue langganan mereka yang ada di sekitaran pasar Senin, Billa menghentikan laju mobilnya untuk menurunkan Kak Nisa di sana.
"Mau aku jemput?" tanya Billa dari balik jendela mobil, menawarkan sebelum ia tancap gas.
"Kakak pulang naik taksi," jawab Kak Nisa.
"Oke, bye kak!" Billa langsung saja meluncur bebas sebelum Kak Nisa berubah pikiran.
Penolakan Kak Nisa adalah yang ia harapkan dan sebelum kakak satu-satunya itu berubah pikiran Billa langsung meluncur menuju ke rumah Andini dengan bebas tanpa hambatan. Rencana untuk mengerjakan tugas yang belum selesai, dan selanjutnya berburu buku yang menunjang perkuliahan dan juga percintaan dong tentunya.
Sampai di sebuah rumah khas betawi yang terparkir beberapa angkot di sampingnya. Ayah Andini adalah juragan empang dan angkot di kampungnya.
Billa parkir di depan rumah Andini, melihat sahabatnya tak menyadari kedatangannya timbul niat jahil Billa.
"Permisi! Apa benar ini rumah juragan angkot yang punya anak agak kurang cantik ama kurang pinter ntu yak?" canda Billa dengan menggunakan logat Betawi yang ia bisa.
Andini berbalik badan dengan ekspresi tak biasa. "s**l lo! Gue udah mau marah aja!" kesal Andini kemudian meletakkan alat penyiram bunga asal saja tidak pada tempatnya. Ia lalu segera membuka pintu pagar rumahnya. "Eh, emang ini hari apa?" todongnya seperti tak ingat tugas kuliah, yeah... sepertinya memang tak pernah ingat tugas, bayangkan saja hari pun ia tak ingat, dasar Andini.
"Ini hari minggu. Kita janjian kan, mau ngerjain tugas dan beli buku. LUPA!" Billa menjawab sekaligus mengingatkan.
"He, iya!" Andini menggaruk kepala sekaligus memberi senyum aneh. "Yuk masuk!" tiba-tiba ekspresinya berubah. "O my god! Ayo Bill, buruan masuk!" tangannya menyeret Billa ke dalam rumah dengan s***s.
"Lo kenapa sih?" tanya Billa yang tersaruk mengikuti langkah Andini yang menjadi aneh secara mendadak setelah tersadar jika ini adalah hari minggu. "Elo udah rapih, kita ke toko buku sekarang aja, ntar baru ngerjain tugas deh!"
Andini bahkan seperti tak mendengar boro-boro niat jawab. Sampai di kamar ia menyalakan televisi lalu selanjutnya ia dengan santai saja menaiki tempat tidurnya.
Billa, memandang kesal pada sahabatnya yang acuh saja pada keberadaannya. Billa memejamkan kedua mata dengan kesal ketika mendengar suara dari televisi dan menyadari acara apa yang Andini kejar sampai tega menyeretnya ke dalam kamar dengan kejam.
"Welcome to... First Love is Unforgettable...!" terdengar seruan si pembawa acara tersebut dengan penuh semangat khas pembawa acara.
"Andin!" bentaknya menyadarkan si sahabat.
"Eh, Billa, bentar yak, kita nonton ini dulu," sahut Andini seenaknya.
"Oh, udah mulai ya?!" cibirnya karena baru saja lepas dari Kak Nisa sekarang si Andini yang berulah membanggakan acara yang sangat ia benci itu.
"Oh..., elo nggak sabar juga ya dengan acara terfavorit se-jagad raya!" katanya bersemangat.
"Andin! Gue mau pergi sendiri ke toko buku!" Billa mengentak langkah kesal tak menghiraukan kalimat Andini.
"What! No... no... no!" Andini berlari menuju pintu mengunci lalu mencabut kuncinya. "Sory. Iya gue tau lo anti banget acara ini."
"Bagus deh kalo inget!" ketus Billa.
"Tapi plis, lo jangan pergi sendiri!" rengek Andini.
"Nggak penting!" sahut Billa yang tanpa ragu menekan tombol off pada remot televisi yang sudah ia kuasai.
Andini mengambil sesuatu dari atas meja belajar. "Nih, gue dapet buku yang kita cari dari sepupu gue!" kata Andin lalu melempar buku yang dia maksud ke atas tempat tidur. "Elo baca deh, terus pelajarin. Dan gue mau lanjut nonton lagi acara kesayang...," Andini tercengang mendapati tivinya sudah mati. "Remoooot manaaaa...?" teriaknya seperti baru saja kehilangan harta yang paling berharga. Apa dia sudah lupa bahwa, harta yang paling berharga adalah keluarga...
"AUK AH!" sahut Billa dengan cuek saja.
"Hm... Bila... gue ketinggalan acara!" dia merengek.
"Bodok!" sungut Billa yang cuek saja dan mulai membaca buku Ilmu Komunikasi yang sudah ada di tangannya.
"Oke, gue masih punya cara jitu!" Andini tersenyum menang sambil menekan tombol on and off dari televisi lalu menutup lampu kecil di sana agar remot tak berfungsi. "Beres!" ucapnya puas.
"Dasar!" Billa kembali berkonsentrasi untuk membaca. Acara yang mengorek abis tentang cinta pertama yang dibawakan oleh artis cantik dan lucu Yuki Kato itu membuat lambung Billa bergejolak mual. Baginya menonton acara seperti itu hanya membuang waktu saja.
Oke, kalau itu mau lo, biar gue sendiri yang ngerjain tugas. Jangan harap bakal gue buatin, biar aja lo nggak dapet nilai.
...
___
Malam hari yang biasanya telah membawa Billa pada tidur yang lelap, namun tidak untuk malam ini. Rasanya mata Billa terlupa akan rasa kantuk.
Billa yang masih berdiri menyandar di pagar balkon, menatap langit malam yang dipenuhi oleh bintang kecil yang seolah berkedipan di atas
"Uuffffh...!" Billa mengembus napas frustrasi lalu menyapu wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil berbalik badan. Ketika membuka matanya Billa terkejut hingga mematung, ia tak menyadari keberadaan seseorang di sana.
"Belum bisa ngelupain juga?" tanya Kak Nisa dengan wajah malas campur melas.
"Masalahnya, bukan soal nggak bisa lupa..."
"Tapi?" tuntut Kak Nisa.
"Tapi, caranya dan alasannya membenci aku itu sangat nggak masuk akal."