07. Mabuk?

1210 Words
Mobil Porsche panamera milik Sean berhenti di depan butik ternama. Sean sudah terlebih dulu keluar dari mobilnya. Sedangkan Oceana tampak terdiam menatap butik itu dari dalam mobil Sean. ‘Katanya mau ke pesta tapi kenapa Sean malah membawa gue kebutik?’ batin Oceana terus bertanya-tanya. Dia merasa penasaran tetapi enggan untuk bertanya. Lebih tepatnya dia malas berbicara dengan Sean.  “Kamu mau keluar sendiri atau mau saya gendong?!” ujar Sean yang tau-tau sudah membuka pintu bagian penumpang.  Oceana tersadar dari lamunannya. Dia refleks mendelikkan matanya menatap Sean lalu melipat tangan di depan dadanya. “Gak usah. Saya bisa sendiri!” “Yaudah buruan. Kita sudah nggak punya banyak waktu lagi!”  Setelah mengatakan itu Sean langsung bergegas masuk ke dalam butik. Sedangkan Oceana merengut kesal seraya memaki-maki Sean tanpa suara. Dia menarik napas dalam-dalam. Berusaha mengatur rasa kesalnya. Sebelum akhirnya. Dia turun dari mobilnya dan mau tak mau dia segera mengikuti langkah Sean.  “Maaf Mas, ada yang bisa saya bantu?” tanya karyawan butik itu sesaat setelah melihat Sean dan Oceana yang baru saja masuk ke dalam butik.  “Tolong pilihkan gaun yang cocok untuk orang itu,” ujar Sean pada karyawan butik seraya menunjuk ke arah Oceana.  Oceana yang mendengar itu sontak merengut kesal. “Saya punya nama kali. Pak!” sindir Oceana.  Sean mengangkat bahunya acuh tak acuh seraya duduk di sofa dengan gaya arogannya. “Oh, tapi sayangnya saya gak peduli ... Gimana dong?!” Oceana mendengus kesal seraya memalingkan wajahnya. “Up to you, Pak!!” “Maaf, Mbak mari ikuti saya.” ujar karyawan itu seraya membawa berbagai model gaun yang akan Oceana coba.  Oceana mengangguk mengerti. Namun, sebelum pergi. Dia menyempatkan diri menolehkan kepalanya menatap Sean yang terlihat sangat serius memainkan ponselnya. ‘Liat gayanya sok banget. Awas aja akan gue balas nanti’ batin Oceana penuh kekesalan seraya berjalan menyusul karyawan itu.  “Jadi model gaun seperti apa yang Mbak suka?” Oceana menyerngitkan dahinya. Dia bingung. Pasalnya Oceana mana mengerti model gaun. Maklum saja selama ini dia tidak terlalu peduli dengan hal yang berbau fashion karena baginya yang terpenting nyaman dipakai itu saja sudah cukup untuknya.  “Yang modelnya simple aja deh.”  “Kalau gitu, tunggu sebentar yah Mbak. Saya akan memilihkan gaun yang cocok untuk anda.” Oceana hanya tersenyum. Sudut matanya memperhatikan seluruh bagian butik itu. Dia sangat yakin harga pakaian yang dijual disini memiliki harga selangit. Membuat jiwa misqueen Oceana meronta-ronta.  “Ini gaun simpel keluaran terbaru dari butik kami. silakan Mbak coba dulu.”  Karyawan itu menyodorkan gaun yang sudah dipilihnya.  “Thanks.” Oceana tersenyum seraya mengambil gaun-gaun itu dan segera masuk kedalam ruang ganti.  Beberapa menit kemudian. Oceana keluar dari ruang ganti seraya berjalan mendekati Sean.  “Ehem, Pak?!” Sean yang mendengar panggilan itu refleks mendongakkan kepalanya menatap ke arah sumber suaranya. Mata Sean seketika membulat sesaat setelah melihat Oceana yang mengenakan gaun berwarna hitam.   (Anggap aja ini gaunnya ya hehe) “Biasa aja kali. Pak, ngeliatnya. saya tau kok saya ini cantik cetar membahana. Yah sebelas duabelas lah sama Lisa Blackpink,” ujar Oceana dengan penuh percaya diri seraya mengibaskan rambutnya ala-ala iklan shampo.  Sean mendelikkan matanya seraya berdehem pelan dan kembali fokus menatap ponselnya. “Biasa aja ... Lisa Blackpink dari mananya? Kamu malah keliatan mirip boneka mampang,” ketus Sean tanpa perasaan. “Sana ganti lagi.” Oceana sontak menggelengkan kepalanya tak percaya. Dia meremas-remas tangannya kesal. Masa Oceana yang cantik begini disamain boneka mampang. Menyebalkan sekali bukan?  Tanpa mengatakan apapun lagi dan dengan penuh kekesalan Oceana kembali masuk kedalam ruang ganti.  Diruang ganti, Oceana menatap pantulan dirinya sendiri seraya menghela napas dalam-dalam. “Dasar manusia aneh,” keluh Oceana bergegas mencoba gaun yang kedua. Kali ini, dia memakai gaun yang berwarna merah. Dan setelah selesai dia kembali berjalan mendekati Sean.   “Gimana—” “Ganti lagi sana. Saya gak suka warnanya. Bikin mata saya sakit!”  “Tapi—” Nyali Oceana seketika menciut saat melihat Sean melototkan matanya. Oceana menghela napas berat. s**l, dia bahkan belum menanyakan pendapatnya malah langsung disuruh ganti. Oceana benar-benar tidak habis pikir lagi. Entah apa yang ada dipikirannya?  Untuk yang kesekian kalinya, Oceana masuk kembali ke dalam ruang ganti. Dan ini model gaun terakhir yang akan dia coba. Kali ini, dia mengenakan gaun yang lebih seksi dari yang sebelumnya. Sebelum berjalan mendekati Sean. Oceana telebih dahulu merapalkan doa. Dia berharap semoga Sean tidak memintanya berganti gaun lagi. Serius, ini melelahkan bikin gerah hati dan body.   “Pak, ini gaun yang terakhir. Kalau Bapak masih minta saya ganti lagi. Mendingan Bapak aja nih yang pake!” ujar Oceana seraya berdiri di depan Sean. Sean mengabaikan protesan Oceana. Dia malah terlihat memindai seluruh tubuh Oceana dari bawah sampai ke atas seraya memasang ekspresi songong andalannya lalu menaruh tangannya di dagu. “Setelah dipikir-pikir lagi, saya rasa kamu lebih cocok pake gaun yang pertama. Ayo buruan ganti lagi.” Oceana tidak bisa berkata-kata lagi. Dia kesal, sangat kesal. Sangking kesalnya dia bahkan ingin melahap Sean bulat-bulat. ‘s****n, Sean benar-benar menguji kesabaran gue. Arggh ngeselin banget minta dicipok e—eh maksud gue minta ditabok.’ batin Oceana seraya menggeram menahan luapan emosi jiwa yang melanda Oceana si bini halunya Sehun. ••• Sesampainya disalah satu hotel berbintang lima. Oceana dan Sean tampak bergandengan tangan masuk ke dalam Ballroom tempat berlangsungnya pesta.  Sean sedikit memiringkan kepalanya dan dia segera berbisik tepat di samping telinga Oceana.  “Oca, berdiri yang benar dan jangan buat masalah.” Oceana menolehkan kepalanya. “Hmm, iya Pak.” “Kamu hanya cukup tersenyum biar saya yang bicara.” “Iya.” Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Bahkan ada yang terang-terangan berbisik membicarakan mereka. Sean menghentikan langkahnya tepat di tengah-tengah kerumunan para tamu yang lain.  “Pak Mahendra, Apa bisa bicara sebentar?” tanya rekan bisnisnya seraya berjalan mendekati mereka.  “Iya tentu.” Sean menoleh ke arah Oceana. “Saya pergi dulu dan Ingat Oceana jangan buat masalah.” “Iya saya mengerti. Pak.” Setelah itu, Sean langsung bergegas pergi. Oceana yang merasa haus bergegas mengambil minuman yang berada tidak jauh darinya dan segera meneguknya. ‘Aneh, kok air putih rasanya pahit dan terasa panas di tenggorokan? Ah mungkin ini merek air putih yang baru.’ pikir Oceana positif thinking seraya terus meneguk airnya hingga menyisakan setengah gelas.  Tiba-tiba saja Oceana dikejutkan dengan tangan yang menepuk pundaknya. Oceana yang merasakan itu segera membalikkan tubuhnya. dia menyipitkan matanya saat melihat Dante berdiri di depannya seraya memasukan tangan ke dalam kantong celananya.  “Dante, kok lo bisa ada di sini?” “Yang punya pesta ini rekan bisnis gue.” “Oh.” Oceana mengangkat gelasnya berniat untuk kembali meminumnya namun tanpa aba-aba Dante langsung merebut gelasnya. “Lo ngapain sih? Balikin gelasnya. Gue haus nih!” “Bodoh gelas ini isinya alkohol. Lo kalo minum ini bisa mabuk!” gerutu Dante seraya menjitak kepala Oceana.  Oceana mengusap-usap kepalanya seraya cengengesan. “Alkohol? Pantesan rasanya aneh. Hehe,” ujar Oceana. “G—gue mau ke toilet dulu.” Oceana yang sudah setengah mabuk melangkahkan kakinya namun tiba-tiba tubuh Oceana oleng dan Dante yang melihat itu dengan sigap langsung menyangga tubuhnya.  Tanpa Oceana sadari ada sepasang mata yang menyaksikan mereka dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD