06. Penelepon Misterius

1311 Words
“Pak, sebenarnya hal penting apa yang ingin Bapak bicarakan dengan saya?” Oceana menopang dagu seraya mengaduk-aduk minumannya dengan bibir yang cemberut dan tanpa semangat.  Sean berdehem kecil seraya melirik Oceana dengan acuh tak acuh. “Saya mau kamu temenin saya ke pesta.” Oceana yang mendengar itu sontak terbelalak kaget dan langsung menolehkan kepalanya menatap Sean. “Hah, Kok saya sih, Pak?” Sean meletakan gelas kopinya seraya menyeringai sinis. “Jangan geer, saya juga sebenarnya ogah banget mengajak perempuan bar-bar kayak kamu. Tapi mau gimana lagi? Gak ada perempuan yang cocok untuk dampingi saya karena saya ini terlalu sempurna.” Oceana ingin muntah mendengar kenarsisan Sean yang sudah kelewatan tinggi itu. ‘fisiknya doang sempurna tapi kelakuannya minus gak ada akhlak!’ dengan batin Oceana seraya memutar bola matanya dengan malas.  “Yaudah kalo gitu Bapak pergi ke pestanya sama yang lain aja. Lagian saya juga gak mau pergi sama Bapak,” jawab Oceana seraya bangkit berdiri. “Udah gak ada yang mau Bapak bicarakan lagi kan? Kalo gitu saya permisi dulu.” Setelah mengatakan itu, Oceana segera bergegas melangkahkan kakinya. Namun, baru juga dia berjalan dua langkah. Sean langsung menghentikan langkah Oceana.  “Heh, mau kemana kamu? saya belum mengijinkan kamu untuk pergi,” ketus Sean seraya melipat kedua tangannya dan menyandarkan punggungnya di kursi lalu menatap punggung Oceana dengan tatapan tajamnya. “Kamu benar-benar gak sopan. Cepat duduk lagi!” Oceana menghentikan langkahnya seraya menghela napas panjang. sebelum akhirnya membalikan tubuhnya dan mau tak mau dia kembali duduk tepat di depan Sean.  “Astaga, mau apa lagi sih, Pak?”  Sean berdecak kesal. “Oceana Lalisa.  Saya gak suka penolakan. Jadi mau tak mau kamu harus tetap temani saya. Lagian harusnya kamu bersyukur,” ujar Sean seraya memasang mimik wajah menyebalkan andalannya. “Yah kapan lagi kamu bisa diajak ke pesta sama Bos ganteng, baik hati dan gak sombong seperti saya.” Oceana meniup poninya seraya mendelikkan matanya dengan sangat malas. Oceana menyerah kepercayaan diri Sean yang sudah benar-benar another level.  “Bersyukur sih bersyukur Pak tapi masalahnya saya lagi sibuk banget jadi ... lebih baik Bapak cari lain aja,” jawab Oceana dengan setenang mungkin, berbanding terbalik dengan batinnya yang sudah ketar ketir Pasalnya Oceana benar-benar malas  pergi ke pesta apalagi perginya dengan Sean. Si bos anehnya.  Sean yang mendengar itu sontak mendelikkan matanya seraya melipat kedua tangannya.“Cuih, jomblo aja sok sibuk banget kamu!” ketus Sean seraya melirik jam tangannya. “Udah deh, kamu cukup ikuti saya dan jangan kebanyakan alesan lagi.” Oceana menghela napas lelah. Sean ini kalau bicara suka bener. Yah bener-bener ngeselin maksudnya. Entah dosa apa yang sudah dilakukannya di masa lalu hingga Oceana bisa mendapatkan bos seperti Sean. Baru saja Oceana membuka mulutnya. Namun, Sean sudah lebih dulu menarik tangannya dan membawanya pergi. “Pak lepasin  ... Saya kan belum setuju.” “Saya gak peduli ... Setuju gak setuju saya akan tetap membawa kamu.” Setelah mengatakan itu, Sean langsung membuka pintu mobilnya dan segera membawa masuk tubuh Oceana ke dalam mobilnya. Sedangkan Oceana hanya bisa menggerutu kesal seraya menggelengkan kepalanya tidak percaya.  Dan tak lama kemudian, Sean masuk kedalam mobil dan menolehkan kepalanya menatap Oceana.  “Kenapa diam? Cepat pakai sabuk pengamanmu!” “Gak, saya gak mau. Pak!” ungkap Oceana tanpa rasa takut sedikitpun seraya berusaha membuka pintu mobil Sean. “Buka pintunya, Pak .... Bapak gak bisa membawa pergi saya dengan seenaknya tanpa persetujuan dari saya!”  Mendengar itu, tanpa aba-aba Sean tiba-tiba saja mencondongkan tubuhnya ke arah Oceana. “Dengar, Oceana Lalisa. Sekali lagi kamu membuka mulutmu saya gak akan segan-segan mencium bibir kamu!” bisik Sean tepat ditelinga Oceana seraya tersenyum sinis.“Lagian, apa susahnya sih dampingi saya datang ke pesta? Asal kamu tau aja. Diluaran sana banyak perempuan yang mau pergi ke pesta sama saya tapi kamu malah sosoan nolak!” Oceana tidak menjawab, dia hanya terdiam seraya mengepalan kedua tangannya dengan penuh kekesalan. ‘Arggg, s**l. Dasar dedemit tukang ancam!’ batin Oceana memaki-maki Sean. Sangkin kesalnya dia ingin sekali menendangnya ke dalam kandang aligator.  Oceana yang kesal, memilih diam seraya menatap jalanan. Tiba-tiba ponselnya berdering. Oceana yang mendengar itu segera mengambil ponsel. Mata Oceana menyipitkan saat melihat privat nomor yang tertera di layar ponselnya. Tanpa pikir panjang Oceana segera mengangkat panggilan teleponnya.  “Halo, siapa ini?”  Hening si penelepon tidak mengatakan sepatah katapun. Hal itu jelas semakin membuatnya kesal. Oceana segara menjauhkan ponselnya. Dan dia melihat sambungan telepon masih tersambung tapi anehnya Oceana lagi-lagi tidak mendengar suara apapun.  “Oceana siapa yang menelepon kamu?” Bertepatan dengan saat itu, sambungan teleponnya terputus. Oceana menolehkan kepalanya menatap Sean. “Gak tau dan gak ada suaranya!” Sean yang mendengar itu segera mengerem mendadak.  “Aww! Sakit Pak,” keluh Oceana seraya mengelus keningnya yang terbentur dashboard.  Bukannya meminta maaf, Sean malah memasang wajah seriusnya seraya menatap Oceana. “Lain kali jangan terima telepon dari nomer yang gak kamu kenal!” “Emangnya kenapa, Pak?” “Kalo saya bilang jangan ... ya jangan!” Oceana meringis menahan kekesalannya. Dasar manusia aneh. Tapi tidak bisa dipungkiri Oceana merasa penasaran. Sebenarnya siapa orang yang sudah menelponnya? Dan kenapa dia hanya diam dan tidak berbicara apa-apa.  •••  Sementara itu, diwaktu yang bersamaan. Namun, di tempat yang berbeda. Seorang lelaki misterius berdiri di ruangan yang sangat gelap. Di belakangnya sudah ada tubuh wanita yang terikat di atas kursi.  Dia terlihat menggenggam erat ponselnya dan tatapan matanya semakin tajam.  “Suara pria, siapa orang yang berani mendekati wanitaku?!” ujarnya dengan dingin. Namun, tiba-tiba saja dia tertawa dengan sangat menakutkan. “Hehe, sangat menarik. Tapi dia hanya milikku.” “Dimana ini ... Lepasin gue!” teriak wanita seraya memberontak mencoba melepaskan ikatannya.  Dia yang mendengar itu sontak menyeringai lebar seraya menutup kepalanya dengan kupluk hoodie lalu dia membalikan tubuhnya menatap tajam wanita itu. “Hmm, kamu sudah bangun rupanya.”  “Siapa lo? Kenapa lo menculik gue?!” teriaknya histeris.  Bukannya menjawab lelaki itu malah menarik kursi dan duduk menyilangkan kakinya. “Siapa aku itu gak penting!” ujar lelaki misterius seraya menjambak rambut wanita itu. “Hari ini kamu sudah melakukan kesalahan besar. Maka siap-siap terima akibatnya.” Tubuh wanita itu bergetar hebat dan air matanya sudah berjatuhan. dia benar-benar ketakutan. Lelaki di depannya tampak  aneh dan juga sangat menyeramkan.  “Jangan khawatir. aku akan melakukannya dengan sangat lembut kok.” Lelaki misterius itu menyeringai seram sementara tangannya mengambil belati kesayangannya.  “Tolong  ... Tolong!!!”  Plak Dia menampar pipi wanita itu seraya mengangkat dagunya. “Jangan berteriak.  Yah itupun kalo kamu gak mau kehilangan bibirmu ini,” ancam lelaki itu seraya mengarahkan pelatinya di atas bibir wanita itu.  “A—ampun, tolong jangan lakukan itu.” Lelaki itu tersenyum dibalik hoodienya dan tanpa belas kasihan. Dia menusuk pergelangan tangan wanita itu. “Upss, maaf tanganku licin.” “Arggh, sakit!” teriak wanita itu, darah sudah mengalir deras di pergelangan tangannya. “T—tolong hentikan. Biarkan gue hidup.” “Kenapa aku harus menghentikannya?” tanya lelaki itu seraya menampar kedua pipinya. “kamu sudah telat ... anggap aja ini hukum karena kamu sudah berani menyentuh wanitaku!” Dia terus menyiksa wanita itu tanpa ampun. Tidak hanya itu. Dia bahkan tidak memperdulikan teriakan kesaktiannya. Lelaki itu malah semakin menjadi-jadi menusuk-nusuk tangan dan menggores kulitnya. Darah terus bercucuran membasahi tubuh wanita Malang itu. Namun, hal itu tidak membuatnya merasa kasihan. Lelaki itu malah tersenyum puas seraya mengelap darah yang mengenai wajahnya.  Setelah puas menyiksa wanita itu. Dengan wajah dinginnya dia bergegas meninggalkan wanita itu dalam keadaan yang sangat memprihatinkan.  Lelaki itu berjalan masuk kedalam ruangan rahasia yang berada di balik kamarnya. Tangannya terulur memasangkan beberapa lembar foto-foto Oceana yang baru saja didapatkannya hari ini.  “Kamu cantik sangat cantik dan kamu hanya milikku.” ujarnya seraya menatap ribuan koleksi foto-fotonya. Dia tersenyum dengan sangat misterius. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD