Matanya mengerjap lucu kala sinar matahari yang dilihatnya pertama kali menerobos ventilasi; melenguh saat merasakan bahunya menjadi sandaran dagu.
"Eunghhh" badannya menggeliat sedikit tertahan oleh lengan kekar yang sempurna melingkar pada pinggang.
Maka nafasnya terhembus halus ketika yang dipandang mata kala itu pemuda Jeon yang begitu tampan dipagi harinya; yang seindah mimpi walau pun titik pusatnya dibawah masih terasa nyeri.
Dalam balutan selimut keduanya masih menempel dengan Seokjin yang memunggungi ㅡ memberi kesempatan pada lengan kekar Jungkook memeluk dari belakang dan merasakan halusnya cekuk leher milik si cantik Kim; saat tubuhnya sempurna telanjang.
Gerakannya memutar untuk saling menghadap membuat kelinci tampannya menyusul alam sadar, kedua pasang mata yang mengalahkan jernihnya air itu bersitatap dalam sekejap; sebelum akhirnya Jungkook membawa Seokjin kedalam lumatan lembut.
Sesaat kemudian tautan sudah terlepas dengan sedikit lelehan saliva disudut bibir Seokjin, diusap lembut dengan ibu jari milik Jeon Jungkook.
"Pagi, Jin." sapanya halus sembari mengeratkan rengkuhan.
"Pagi juga Koo." sahutnya pelan dengan senyum kecil.
Tubuhnya perlahan ditarik keluar dari rengkuhan. "Masih pagi Jin, ini hari minggu." ucap Jungkook sembari meregangkan tangan dengan badan yang masih beralaskan ranjang berantakan; sisa pergumulan semalam.
Seokjin hanya menjawabnya dengan gumaman pelan, lalu melangkahkan kakinya gontai ke kamar mandi dengan tubuhnya yang masih telanjang bulat.
serendipity
Ketika Jeon Jungkook adalah penikmat kopi, maka Kim Seokjin adalah pemuja s**u.
Jam berhenti di dua belas saat matahari dengan cerahnya menyinari bumi, memberi kesempatan kedua pemuda yang masih menyelesaikan diskusi di balkon apartemen dengan satu cangkir berisikan kopi juga mug lucu berisikan s**u.
"Nikah sama aku, satu bulan lagi." selalu tanpa basa-basi.
Seokjin meminum susunya dengan bola mata yang diputar malas. "Aku nggak mau, Koo." balasnya, kemudian meletakkan kembali mugnya diatas meja.
Memandang miniatur kota dibalkon yang tidak seberapa tinggi dengan pembicaraan yang memusingkan, adalah kombinasi yang lumayan b******k.
Jungkook menyesap kopinya sedikit. "Ayolah Jin, kita cocok."
"No. Kamu nggak cinta sama aku Koo!"
Terkekeh pelan saat mendengar penolakan dari sang submissive, Jungkook kembali menatapnya dengan pandangan lembut yang disengaja. "I love you."
Seokjin muak.
"Ck, I don't wanna talk with nonsense" balasnya dengan gurat kesal yang begitu ketara.
Kemudian saat dua ketukan pelan mengenai meja yang terbuat dari kaca itu mengalihkan atensi Seokjin.
"Semua baik-baik aja tanpa cinta. Percaya sama aku, Jin." begitu katanya dengan senyum manis.
"Aku masih muda, masih mau seneng-seneng dan aku nggak gila Koo. Buat nikah sama orang yang nggak cinta sama aku, sementara yang antri buat dapetin aku berjuta manusia."
Jungkook kembali menyandarkan tubuhnya pada sofa empuk; sedikit menggaruk pelipisnya dengan jari telunjuk ㅡ seperti memikirkan bagaimana caranya melunakkan manusia cantik yang saat ini begitu angkuh untuk dimiliki.
"Aku nggak ngelak itu Jin. Tapi diantara jutaan manusia itu, nggak yakin aku kamu bisa cocok sama mereka."
"Shut up. Kamu cuma cocok sama aku diranjang. Jangan ngerasa menang Koo."
Saat tatapan nyalang yang dilayangkan oleh Seokjin tidak cukup untuk menolak usaha Jeon Jungkook, maka serangan tanpa aba-aba harus dijalankan suatu ketika.
"Oke. Cukup hari ini." bangun dari duduknya untuk mengecup bibir Seokjin sekilas. "Aku pulang dulu."
Punggung tegap itu mengecil perlahan ketika langkahnya kian menjauh dari tempatnya berada. Menyisakan hatinya yang begitu sakit seperti terbelah menjadi dua.
Friends with benefit.
Apa yang bisa dibanggakan dari status relasi kerja tapi having s*x? o*****e bersama?
"Hah." matanya terpejam menikmati hembusan angin yang terkesan malu saat menyentuh kulit lembut seputih s**u.
Memikirkan bagaimana rasanya bercinta dengan Jeon Jungkook belakangan ini. Sangat memuaskan.
Bahkan jika diberi penilaian dari 1-100 maka Seokjin dengan senang hati menuliskan jawaban tak terhingga saat pertanyaan itu berupa;
Seberapa memuaskan p***s Jungkook saat mengacak brutal lubang sempit Seokjin?
Seokjin sendiri merasa sangat bodoh ketika dirinya yang begitu sulit diraih oleh kebanyakan pria dan wanita yang tentunya rela berkorban nyawa; namun begitu mudah dibuat jatuh cinta oleh perjaka tampan yang hanya menginginkan tubuhnya.
Cinta? Haha.
serendipity
Jin, kamu pulang sekarang. Papa mau bicara.
Dalam perjalanannya menuju Gwaecheon, Seokjin masih keras berpikir apa yang begitu mendesak saat dirinya diminta pulang dari Seoul yang biasanya saja tidak pulang pun tidak akan dicari.
Masih dengan kacamata hitam yang menutup kedua mata, juga denim yang sempurna membungkus tubuh indahnya - turun dari mobil ragu-ragu menatap kediaman keluarga Kim yang delapan bulan ini sudah tidak ditapaki langkah kakinya.
Perlahan, kakinya melangkah masuk kedalam rumah yang pintunya tidak dikunci. Ini masih siang, dan ini pedesaan asri yang udaranya saja sudah pasti menenangkan jiwa.
"Papa Mama, Seokjin pulang." teriaknya sedikit lantang disela langkahnya menuju kamar.
"Papa disini, Jin. Tolong kesini sebentar." balas suara yang berasal dari ruang tamu itu membuatnya harus memutar arus.
Langkahnya terhenti kala mendapati seseorang yang dianggapnya b******k tersenyum manis duduk didepan orang tuanya saat ini.
Rahangnya jatuh, begitu sapaan halus terdengar ditelinga.
"Aku nunggu kamu, sayang." membuat kedua orang tuanya terkekeh pelan; saat Jeon Jungkook menariknya perlahan untuk duduk berdampingan.
Kacamatanya dilepas segera, dengan raut kebingungan yang sangat dirinya bertanya. "Papa mau ngomongin apa? Dan kenapa temen Jin bisa ada disini?"
Tawa dari tiga orang selain dirinya yang diterima, bukan jawaban.
Mamanya yang duduk dengan anggun menatap putra cantiknya dengan pandangan merajuk. "Temen kamu bilang? Mau nikah aja papa sama mama harus tau dari pacar kamu dulu. Dasar gila kerja."
Merajuknya hanya bercanda karena setelah mengatakan itu kembali tertawa. Tapi siapa yang-
"Nikah apanya? Siapa yang mau nikah coba?"
"Kamu lah sama Jungkook. Masa iya Mama sama Papa yang mau nikah lagi?" tawa pecah dari kedua orang tuanya serta kekehan kecil disebelahnya membuat saraf membeku seketika.
Maksudnya?
Masih dengan jiwa yang entah melayang kemana, tepukan pelan dipundaknya menarik kembali pada kenyataan buruk yang baru saja diterima.
"Sayang. Papa sama Mama nanya tuh jangan bengong aja." diliriknya Jungkook yang menyeringai kecil disebelahnya, lalu mengalihkan pandangan kedepan lurus tepat pada kepala keluarga Kim yang juga bersandingan dengan istrinya.
"Jadi kalian mau nikah sebulan lagi? Mau dirumah atau dihotel aja resepsinya?"
Bangsat.
Jeon Jungkook yang licik.
"Mama sama Papa jangan percaya sama Jungkook dong, kita masih muda gini dia cuma bercanda Ma, Pa." jawabnya dengan tatapan memohon.
Jungkook menarik tangannya untuk digenggam sebelum sempat tuan Kim membuka mulut. "Seokjin emang masih malu katanya mau jujur Ma, Pa. Jadi saya kesini mau terus terang. Kami mau nikah bulan depan, Seokjin maunya dihotel supaya rumah nggak terlalu riweuh dihias sama banyak bunga juga dekorasinya."
Saat genggaman tangan itu diremas begitu kuat oleh Seokjin, Jungkook sama sekali tidak menunjukkan raut sakit atau pun kesal. Yang ada senyuman manis saat kedua orang tua Seokjin begitu mudah memberinya restu pernikahan tanpa menaruh sedikitpun rasa curiga.
Tidak ada pertanyaan;
Kok pacarnya nggak pernah dikenalin?
Sejak kapan pacarannya?
Jungkook kerja dimana?
Juga pertanyaan yang seharusnya dilayangkan dengan gurat menyeramkan dari seorang calon mertua pada umumnya kepada calon menantu yang selalu menjadi tersangka setiap perkenalan.
Apa-apaan ini?
Seokjin menggeleng tak terima kemudian saat mulutnya hendak terbuka, dipotong lebih dulu oleh sang Mama.
"Mama sama Papa sih terserah kalian aja yang mau nikah. Walau pun Mama kecewa sama kamu ya Jin, harus Jungkook dulu yang kesini sendirian baru keluarga tau kamu punya pacar bahkan langsung mau nikah."
Dilanjut dengan rundingan pernikahan tiga orang selain Seokjin yang hanya sesekali mengangguk ragu menyetujui setiap usulan Jungkook.
Seminggu yang lalu ajakan terakhir Jungkook ditolaknya seperti biasa, kemudian hatinya tenang saat ajakan itu sudah tidak terdengar beberapa hari.
Kenyataan memaksa dirinya harus menjadi istri Jeon Jungkook sebulan lagi tanpa persetujuan pasti dari hatinya yang saat ini menjerit minta pertolongan dari penguasa langit dan bumi.
Kalau saja Jeon Jungkook itu tidak mengatakan cinta mati pada sahabatnya yang saat ini menanti kelahiran buah hati, mungkin Seokjin masih mempertimbangkan.
Min Yoongi, gula cantik. Yang sedari dulu dikejar begitu sangat oleh Jeon Jungkook, namun menolak karena alasan tidak cocok.
Kemudian semua orang tau saat cinta yang tak pernah terbalaskan dari si mini pucat yang cantik itu, Jungkook sudah bersabda bahwa hatinya jatuh hanya untuk Min Yoongi.
Jadi, sampai mati pun Jungkook sudah mempunyai tambatan hatinya sendiri.
Koo, sebelah mana yang baik-baik aja tanpa cinta? - Kim Seokjin