“Harusnya kamu tidak selemah itu, Banyu,” gumamnya pelan, nada suaranya terdengar lebih seperti keluhan daripada simpati. Ia menatap foto keluarga yang berdiri di sudut meja. Di situ ada Bening dan Banyu, tersenyum dalam balutan pakaian sederhana. Di ruang kerjanya yang luas dan penuh tumpukan berkas, Wiratama menatap layar laptop dengan wajah tegang. Suara dari ujung telepon barusan membuat pikirannya berputar cepat. Ia baru saja selesai menutup panggilan dari kepala tim proyek yang memberitahu bahwa izin pembangunan masih tertahan di dinas terkait. Beberapa berkas sudah diserahkan, namun tanda tangan dari pejabat kunci belum juga keluar. Ia menyandarkan tubuh ke kursi, memijit pelipis. Di atas meja, secangkir kopi sudah dingin, tapi ia tidak sempat meneguknya. Dari balik kaca besar ya

