BMB bab 7

1469 Words
“Asuransi, ya.” Gara menggulang lagi kata yang sama, otaknya mulai bekerja untuk mencari alasan yang tepat untuk hal itu, tetapi, buntu. Mengurus asuransi memang menjadi bagiannya, bahkan pria itu sudah mengambil dana yang cukup besar dari perusahaan dengan alasan untuk pembayaran premi asuransi kebakaran yang mencover kantor serta beberapa toko lainnya. “Kamu kenapa?” tanya Devina yang mulai merasa tidak nyaman melihat gelagat dari anak laki-lakinya itu. “I-iya Ma, nanti aku urus semuanya.” Gara mencoba menjawab dengan tenang. “Ini sudah larut malam, mama pulang saja bersama Meisya di antar Hendra, biar aku yang mengurus semuanya. Mama perlu istirahat segera, atau darah tinggi mama akan kumat,” ucap Gara kepada Devina. Gara tahu Devina menatapnya dengan rasa curiga dan pria itu tidak ingin lebih lama berada di ruangan yang sama yang pastinya akan membuat posisinya menjadi sulit. Apapun perbuatan salah yang Gara lakukan dia percaya Devina akan memaafkannya dan membelanya, hanya saja dia harus terlebih dulu mencari alibi dan alasan karena ini masalah yang cukup serius. Di sisi lain ada Sinta yang juga sedari tadi menatapnya dengan tatapan yang tidak jauh beda dengan devina, sebuah tatapan curiga. “Hendra, antar Mama pulang. Biarkan aku yang handle di sini,” perintah Gara kepada Hendra asisten Devina, ibunya. “Baik Tuan Muda, mari Nyonya.” Hendra mendekati Devina dan membantu wanita bergaun merah menyala itu bangkit dari kursinya. “Pastikan semua beres!” Devina kembali melihat ke arah Gara, yang hanya mengangguk. Devina merasa sikap Gara tidak seperti biasa, nalurinya mengatakan ada yang anak laki-lakinya itu sembunyikan darinya dan itu bukan sebuah hal yang baik, hanya saja otaknya sedang tidak ingin diforsir terlalu berat untuk memikirkan hal itu saat ini. Semua kejadian ini membuat kepalanya sakit dan merasa tekanan darahnya ikut naik. Sementara Devina keluar ruangan diikuti Meisya dan Hendra di dalam ruangan masih ada Gara, Sinta, Rama beserta dua karyawan mereka Teguh dan juga Cantika. Sinta yang terdiam sejak tadi sedang memikirkan banyak hal, termasuk sedikit rasa curiga dengan gelagat Gara. Dia masih menunggu Gara menghubunggi pihak asuransi di depannya sekarang, hanya saja tidak ada tanda-tanda hal itu akan dilakukannya. “Sebaiknya segera menghubunggi pihak asuransi sekarang, Pak.” Teguh yang berada di dekat Sinta kembali menginggatkan. “Iya, tidak perlu mengguruiku,” ucap Gara sambil berlalu dari ruangan. meninggalkan empat orang yang masih terdiam. Sinta mengambil napas dalam dan mengembuskannya secara perlahan, perempuan cantik itu sedang mengatur perasaan dan juga pikirannya yang cukup kacau. Dia berharap dengan mengatur napas suplay oksigen ke dalam otaknya dapat lebih lancar dan membantu otaknya untuk bisa memikirkan masalah ini dengan lebih tenang. “Aku ingin bicara,” ucap Rama memecah keadaan diam yang sesaat tercipta dalam ruangan itu. Sebuah keadaan yang cukup kontras dengan yang terjadi di luar ruangan di mana para pegawai tengah sibuk membersihkan sisa kebakaran. “Ada apa?” tanya Sinta terdengar malas menanggapi. Rama yang tadinya berdiri sedikit jauh dari tempat duduk Sinta mulai beranjak mendekat kemudian menarik kursi dan duduk di seberang meja. “Bu kami ijin mengontrol yang di luar,” pamit Teguh yang di ikuti anggukan samar dari Calista. “Jangan, kalian tetap disini,” larang Rama kepada kedua orang yang hendak keluar tersebut. Calista dan Teguh saling berpandangan merasa sedikit kesal saat mantan tukang bersih-bersih itu berani memerintah mereka. Hanya saja mereka tidak ingin bermasalah, bagaimanapun Rama sekarang adalah suami dari Sinta anak pemilik perusahaan yang berarti Rama sekarang menjadi bagian dari keluarga besar Halim. “Pak Teguh dan Ibu Calista mohon tetap di sini,” ucap Rama kemudian. Pria dengan bulu lebat itu menyadari ketidak sukaan dari kedua pegawai itu dan mulai menata kalimat agar tidak terkesan memerintah. “Cepatlah mau bicara apa?” tanya Sinta mulai tidak sabar. Keadaan yang kacau seperti ini membuatnya sedikit sulit mengendalikan emosinya. “Iya, jadi begini.” Rama mulai bicara pada inti permasalahan yang akan disampaikannya. “Di gudang perkebunan ada stok beberapa jenis sayuran dan buah juga, kita masih tetap bisa menyuplai ke semua rekanan. Aku sarankan juga untuk sementara mengambil di pasar modern, banyak dari para petani membawa hasil panen mereka kesana. Itu untuk sayuran dan buah segar lokal, sedangkan untuk yang lain kita bisa ambil sementara dari stok di beberapa toko.” Rama mulai menyampaikan pemikirannya. “Karyawan harus bekerja lebih ekstra karena harus sortir ulang sayuran yang kita beli dari pasar modern, tapi, aku pastikan di sana harga jauh lebih murah dan semuanya langsung dari perkebunan jadi bisa dipastikan masih fresh, segar. Untuk kualitas yang harus memenuhi standar yang telah di tetapkan, karyawan harus bekerja keras untuk memilahnya. Selama ini yang masuk langsung dari petani rekanan dan dari perkebunan sendiri sudah langsung dipilihkan yang grade A, sedangkan kalau di pasar masih harus di sortir lagi.” Penjelasan yang disampaikan oleh Rama membuat Sinta dan kedua pegawai itu terdiam. Mereka tidak menyangka kalau pemikiran itu berasal dari seorang Rama. “Lalu?” tanya Sinta menunggu tentang saran apa lagi dari Rama, untuk hal yang harus dilakukannya sekarang. “Siapakan Tim untuk belanja, aku akan bersama mereka. Untuk mendapatkan barang dengan kualitas yang baik, kita harus belanja lebih pagi karena di sana memang menjadi pusat kulak untuk hasil pertanian atau perkebunan dari pelosok Kabupaten.” Sinta menatap lekat pada pria yang terlihat tengah serius menyampaikan pemikirannya itu. Perempuan cantik itu merasa melihat sosok berbeda dalam diri pria yang kini menjadi suaminya. Cara bicaranya tidak seperti biasa, biasanya Rama bicara menunduk dengan suara yang kadang tidak terlalu terdengar. Tapi, sekarang dia terlihat begitu tegas dan terlihat berwibawa, penjelasan akan setiap hal juga Rama sampaikan dengan cukup detail dan jelas serta mudah untuk dipahami. Bahkan kedua pegawai Sinta, Teguh dan Calista terlihat terpukau denga napa yang sedang disampaikan oleh Rama. Sama seperti halnya dengan yang sedang Sinta pikirkan, kedua pegawai itu seperti tidak percaya kalau orang yang sedang mereka dengarkan sekarang adalah mantan cleaning service. “Baik, saya akan siapkan Tim.” Teguh mulai memberikan respon dan penilaian positif pada Rama. “Bu Sinta, apa saya bisa menyiapkan untuk masalah keuangan dan hal lainnya?” tanya Calista pada Sinta untuk memastikan apakah Sinta menyetujui denga napa yang tadi sudah disampaikan oleh Rama. “Oh … iya.” Sinta menjawab dengan sedikit gagap tidak seperti biasanya. “Aku minta maaf kalian harus bekerja ekstra untuk beberapa waktu setelah ini,” lanjut Sinta kemudian. “Bukan maslah, Bu.” Calista menjawab dengan sebuah senyum. “Baik kami permisi,” pamit kedua pegawai tersebut, yang di tanggapi dengan anggukan oleh Sinta. “Jam berapa harus berangkat?” tanya Sinta kepada Pria yang duduk di seberang meja setelah kedua pegawainya keluar dari ruangan. “Jam dua harus sudah sampai di sana, berarti harus berangkat sekitar jam setenggah duaan,” jawab Rama kemudian. “Hah … ap aitu tidak terlalu malam?” Sinta yang tidak paham dengan hal itu merasa kaget. “Karena kalau sedikit siang saja, kita tidak akan mendapatkan barang dengan high kualitas,” jawab Rama kemudian. “Kenapa kamu begitu tahu banyak hal?” tanya Sinta dengan tatapan penuh selidik. Apa yang Rama sampaikan dan cara menyampaikan jelas tidak memperlihatkan kalau pria itu hanya seorang dengan Pendidikan rendah. “Aku tau sewaktu bekerja di kebun, mendengar cerita para pekerja lainnya.” Rama beralasan, karena terlalu antusias dan bersemangat dia lupa akan jati dirinya yang sekarang. “Baiklah, aku akan mengantarkan Nona pulang dan akan segera kembali sendiri kesini,” ucap Rama dan bangkit dari tempat duduknya. “Aku ikut,” ucap Sinta yang juga bangkit dari kursinya. “Nona, Anda harus istirahat. Ini sudah terlalu larut, percayakan semua padaku, aku akan mengurus semuanya.” “Aku ikut.” Sinta bersikeras. Bukan Rama tidak merasa senang dengan keberadaan Sinta hanya saja dia tidak ingin terjadi sesuatu kepada perempuan yang sangat di cintainya itu. Sinta memerlukan istirahat, apalagi Rama tahu pikiran Sinta pasti sedang kacau saat ini. Tapi, Sinta bersikeras untuk tetap ikut, karena dia ingin melakukan hal yang sama dengan pegawai lainnya sebagai sebuah bentuk tanggung jawabnya juga. “Ini perintah,” ucap Sinta lagi. Rama mengangguk pasrah, antara bahagia dan juga khawatir. ** Dengan mobil kantor serta dua buah mobil box semua Tim berangkat di pagi buta, semua karyawan berbagi tugas dan lembur malam ini. Karyawan yang berada di kantor membereskan dan membersihkan sisa kebakaran. Beberapa karyawan ikut serta untuk belanja, Rama dan Sinta sendiri turut di mobil kantor yang hanya berisi mereka berdua serta sopir. Rasa lelah dan kantuk yang mendera, menghilangkan kesadaran seorang Sinta yang kini tertidur di kursi penumpang. Disampingnya duduk seorang Rama yang menyiapkan bahunya menjadi sandaran kepala perempuan yang dicintainya. Diluar kesadaran Sinta tertidur dan bersandar dibahu Rama, kedua tangan perempuan cantik itu memeluk tangan kekar suami yang tidak diinginkannya itu. Antara suka dan takut Rama hanya terdiam tidak berani menggerakkan tubuhnya sama sekali, meski dalam hatinya dia ingin memeluk perempuannya itu dan memastikan dia dalam keadaan baik-baik saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD