Negotiation

2941 Words
"Oi, Toshiro, hentikan menyiksa Adikmu, kita berada di sini bukan untuk masalah keluarga Akiyama." Liu Yantsui menoleh dan kembali menatap Nadia yang kikuk. "Ah, Nadezhda duduklah. Tenang saja, kami hanya ingin berbicara." Nadia melirik tajam. "Haruskan aku percaya?" Liu Yantsui tertawa mendengar hal itu. Ia melambai-lambai, mengisyaratkan kepada Nadia untuk segera duduk di kursi yang telah ditunjuk. Aula itu memiliki meja bundar berukuran besar dengan beberapa kursi single kayu. Nadia pernah berkunjung ke markas Dragon's Claws beberapa waktu lalu. Tentu saja Nadia masih ingat dengan furnitur yang sekarang tengah ia gunakan. Terakhir kali ia kemari... Nadia segera menggeleng keras, melupakan ingatan buruk kunjungan sebelumnya. "Melihat ekspresimu kepada Tenzo, kurasa kami tidak perlu memperkenalkan bocah itu padamu." Nadia menatap Akiyama Tenzo yang bersandar pada dinding sembari menegangi lehernya. Ia terbatuk berkali-kali. Nadia bisa melihat kedua mata pemuda itu memerah dan berkaca-kaca. Entah karena cekikan yang diterimanya, atau karena ia merasa sedih diperlakukan buruk oleh saudaranya? Well, kemungkinan kedua jelas hanya imajinasi Nadia belaka. "Jadi, kau tidak perlu takut Nadezhda, kami hanya ingin bicara denganmu sebagai pemimpin Bratva." Ah, itu lagi. Nadia benar-benar ingin berteriak di depan wajah Liu Yantsui bahwa pemimpin Bratva adalah Nikolai dan bukan dirinya. Tetapi baik Liu Yantsui pun Akiyama Toshiro tetap pada pendiriannya bahwa pemimpin yang sebenarnya adalah Nadia. "Harus kukatakan berapa kali soal ini? Aku bukan pemimpin Bratva! Jika kalian memang begitu ingin berbicara dengan pemimpin Bratva, datang dan temui Nikolai sendiri." Seru Nadia keras. "Tenanglah Nadezhda, kami hanya ingin berbicara secara baik-baik." "Oh? Atau kalian terlalu takut untuk keluar dari markas Dragon's Claws sehingga apapun yang kalian rencanakan, selalu saja aku yang menjadi sasaran, hah?" Nadia merasakan aura intimadasi kuat dari Akiyama Toshiro yang duduk di seberangnya. Pria itu tak banyak bicara, tetapi pandangannya selalu mudah untuk mengobrak-abrik mental Nadia. Ia sudah terlalu trauma dengan pria itu. Apapun tindakannya, Nadia akan selalu menganggapnya buruk. Akiyama Toshiro memang telah dicap dalam jiwa Nadia sebagai sosok kejam yang tak elok nan intoleransi. Dia akan selalu menjadi musuh yang sulit dikalahkan, apalagi jika Nadia hanya sendirian. Nadia berusaha keras mempertahankan ketenangannya. Berhadapan dengan orang-orang dari pihak musuh selalu membawa ketegangan tersendiri dalam jiwanya. Nadia sudah pernah sekali kalah dari mereka. Nadia sudah pernah sekali disisksa sampai ia merasa lebih baik mati. Ia tidak ingin mendapatkan pengalaman yang sama. Katakan saja bodoh, karena Nadia saat ini secara sukarela masuk ke sarang musuh. Namun apalagi yang bisa ia lakukan ketika segerombolan pria berpakaian hitam menodongkan pistol padanya, di halaman sekolah yang banyak murid-murid lain. Nadia benci menjadi pusat perhatian, meski kenyataannya ia selalu menjadi pusat perhatian. Ia harus melindungi Lin Xianming sebagai satu-satunya teman yang begitu dekat dengannya, juga murid-murid lain di sekolah yang tidak tahu apa-apa. Bahkan jika mereka sedang menyusun rumor buruk baru tentang Nadia, ia tetap tidak mau mereka mati sia-sia karena kegilaan orang-orang Akiyama Toshiro. "Tenang saja Nadezhda, kami membawamu kemari hanya untuk bicara. Kupastikan tidak akan ada yang menyentuhmu." Nadia mengabaikan hal itu. Ia segera duduk, diam menunggu Liu Yantsui atau Akiyama Toshiro untuk berbicara seperti yang ia katakan. Nadia tidak pernah bernegosiasi dengan siapa pun, apalagi dengan pihak musuh. Ia mungkin pandai mecairkan suasana, berbicara banyak hal dan membuat dirinya menjadi seseorang yang aktif dalam membuat suasana menjadi hidup. Terkadang ia bingung mengapa Liu Yantsui begitu mengincar Nadia dalam mensukseskan rencananya. Yang dia inginkan adalah Liu Jia Li, lantas mengapa dia tidak datang ke markas Bratva dengan membawa orang-orangnya? Dengan bantuan Akiyama Toshiro, Nadia yakin Dragon's Claws yang terpecah tidak akan terlalu lemah. Nadia menghela napas berat. "Aku tidak memiliki banyak waktu, apalagi karena kalian membawaku ke Hong Kong secara paksa. Katakan, apa yang ingin dibicarakan itu?" "Mari buat ini singkat dan mudah. Kau tahu aku menginginkan Liu Jia Li kembali ke markas Dragon's Claws, kau ingin kehidupanmu kembali damai tanpa gangguan. Bagaimana kalau kita membuat pertukaran yang seimbang? Berikan Liu Jia Li, dan kedamaianmu kembali." Nadia menaikkan sebelah alisnya, menatap Liu Yantsui dengan terkejut. Tak lama setelahnya, ia terbahak kencang sembari memegangi perutnya yang begitu sakit. Sungguh, Nadia merasa lucu dengan pembicaraan ini. Baik Liu Yantsui maupun Akiyama Toshiro menatapnya aneh. Sepertinya mereka tidak mengerti mengapa Nadia tertawa, atau memang hanya Nadia yang merasa lucu? "Ah, maaf maaf." Nadia mengusap pelan air mata yang mengintip di sudut matanya karena terlalu banyak tertawa. "Kau sebut itu negosiasi? Aku mendengarnya sebagai pemerasan." Nadia menghela napas. "Coba pikirkan, aku seharusnya mendapatkan kedamaianku sendiri tanpa perlu menuruti kalian. Pertama, aku bukan bawahan kalian, yang berada dalam genggaman kalian. Aku adalah manusia bebas yang tidak memiliki urusan apapun dengan kalian. Kedua, jika kau sebut itu pertukaran denganku, maka maaf saja, Liu Jia Li membayar lebih mahal untuk bantuan yang diberikan Bratva. Kau tidak perlu tahu apa yang ia berikan, tetapi ia jelas jauh lebih banyak membayar mahal untuk bantuan kami. Ketiga, kalian orang-orang dewasa mengapa begitu pengecut dan hanya mengincar seorang gadis delapan belas tahun yang bahkan hanya ingin menikmati masa terakhir sekolah dengan tenang dan damai? Ayolah, aku memang keturunan Grigorev, adik Nikolai. Aku juga tahu orang-orang seperti kita tidak akan pernah bermain bersih, tapi apakah kalian tidak merasa sedang merendahkan harga diri sendiri? Aku berani datang ke Hong Kong sendirian meski karena paksaan kalian. Tapi kalian? Pernah berani datang ke markas Bratva?" Liu Yantsui melotot kesal mendengar kalimat demi kalimat yang Nadia katakan. Pria itu selalu tampak tenang dan bertingkah seolah segalanya baik-baik saja, sombong, dan seenaknya. Jujur saja, Nadia bahkan baru sekarang melihat Liu Yantsui tampak benar-benar kaget dengan kalimat yang ia lontarkan. "Berurusan dengan gadis delapan belas tahun membuat kami tampak seperti pengecut? Hm... Menarik. Tetapi fakta bahwa kau berani mengatakannya, termasuk menganalisis keuntungan dan kerugian dari tawaranku cukup membuktikan bahwa aku atau Akiyama tidak harus merasa menjadi pengecut karena mengejar seorang gadis delapan belas tahun. Hanya umurmu yang muda, tetapi kau tetap seorang Bratva. Jangan merendah Nadezhda, aku bahkan menilai dirimu cukup tinggi." Nadia memutar bola matanya. Ia tidak butuh pujian dari musuh. Ia bahkan tidak butuh pengakuan dari mereka mengenai kemampuannya. Nadia tidak haus akan hal itu. Selama ia bisa dan terbukti, maka itu sudah cukup untuknya. Lagipula Nadia tidak berniat untuk menjadi pusat perhatian meski seringnya berakhir seperti itu. "Ganti kesepakatanmu itu, sama sekali tidak menguntungkan untukku." Seru Nadia tak sabar. "Aw, sangat tidak sabaran. Mengapa kau tidak pikirkan terlebih dahulu?" Tawar Liu Yantsui. "Kau tidak menyimak dengan baik kalimatku sebelumnya? Aku sudah berbicara panjang lebar dan kau menyuruhku untuk mempertimbangkannya? Sesekali kau harus memeriksakan kewarasanmu, Liu Yantsui." Liu Yantsui terdiam sembari mengetuk-ngetuk meja dengan jemarinya. Nadia juga tidak berniat untuk mengatakan apa-apa selama mereka tidak menanyakan apapun. Sejak tadi, hanya Liu Yantsui yang berbicara padanya. Akiyama Toshiro masih duduk di tempat yang sama, memperhatikan Nadia dengan tatapan paling tajam yang menusuk dan membuat Nadia diam-diam merasa kikuk. Akiyama Tenzo juga berada di ruangan yang sama, duduk dengan ekspresi terganggu dan masih sesekali memegangi lehernya yang memerah bekas cekikan Kakaknya sendiri. Nadia diam-diam melirik sekitar, memperhatikan sekitarnya dan melihat berapa banyak anggota Dragon's Claws milik Liu Yantsui yang berjaga di sekitarnya. Nadia tidak percaya dirinya bisa keluar dalam keadaan damai. Ia juga tidak akan percaya dengan perkataan Liu Yantsui bahwa mereka hanya akan bicara dengan damai. Nyatanya, pembicara mereka bahkan tidak mencerminkan kedamaian sama sekali. Negosiasi mereka jelas tidak seimbang dan terkesan memaksakan. "Jadi kau merasa tidak masalah kehidupan sekolahmu terganggu dan tetap mempertahankan Liu Jia Li?" "Aku tidak mengatakan seperti itu. Jujur saja, aku bisa mendapatkan kedamaianku sendiri tanpa harus menyerahkan Liu Jia Li padamu." Nadia membuang napas kasar. "Liu Yantsui, bukankah sudah kukatakan berkali-kali, urusan Liu Jia Li sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Dia berada di tangan Nikolai. Kalau pun aku setuju untuk menyerahkannya, kau pikir Nikolai akan dengan senang hati melakukannya? Kau pasti tahu mengapa Nikolai sangat keras mempertahankan Liu Jia Li. Ah benar juga, mengapa pula kau ingin dia kembali sementara kau tidak menyukainya? Bukankah dia saudara angkat yang kau benci? Yang menyingkirkanmu sebagai anak kandung dan mengambil alih Dragon's Claws termasuk hati Ayah kandungmu sendiri?" Plak! Nadia meringis ketika pukulan tak terduga itu diterimanya dari Liu Yantsui. Bagian ujung bibirnya robek dan berdarah sedikit. Ia memegangi bagian itu sembari mendesis kesal. Nadia benar-benar heran dengan orang-orang di sekitarnya. Setiap kali seseorang berkonflik dengan Nadia, mereka akan memukul Nadia dan membuat ujung bibirnya robek dan berdarah. Tidak peduli ia lelaki atau perempuan, entah mengapa area itu selalu menjadi sasaran kekesalan mereka. Segera saja ia berdiri dan menggebrak meja dengan ekspresi berapi-api. Menumpahkan kebenciannya dan melupakan ketenangan yang berusaha ia bangun sejak datang kemari. Liu Yantsui sendiri yang berjanji untuk tidak menyentuhnya selama masa negosiasi gagal ini. Namun nyatanya, ia menjadi orang yang pertama menyentuh Nadia, dalam hal ini ia bahkan melakukan kekerasan. "Apa yang kau lakukan, Sialàn?" Liu Yantsui ikut berdiri, menunjuk wajah Nadia dengan ekspresi paling gelap yang pernah Nadia lihat. "Jangan mengungkit keluargaku, Nadezhda." Nadia terkekeh pelan sembari menahan perih di ujung bibirnya. "See? Kau tidak terima ketika urusan internal keluargamu disebut-sebut, tetapi kau selalu menghina Nikolai dan masalah internal keluarga kami. Sebenarnya, mungkin kau butuh untuk belajar mengendalikan dirimu sebelum berusaha mengendalikan orang lain." Ah, negosiasi mereka tidak akan pernah berakhir dengan baik. Nadia benar-benar sudah memperkirakan hal itu sejak awal. Pertama, kedua belah pihak tidak seimbang. Nadia dipaksa ikut ke markas musuh dengan dalih negosiasi, lantas apa? Pilihan perjanjian yang merugikan kepada pihak Bratva. Sekarang pun jika Nadia melawan dan mengeluarkan pistolnya, tidak ada jaminan ia akan menang. Nadia harus ingat bahwa di sampingnya masih ada Akiyama Toshiro yang terus memandangnya dengan sorot mata siap membunúh kapan saja. Lalu di sebelahnya lagi ada Akiyama Tenzo yang sudah pasti akan membantu mereka. Nadia benar-benar tidak memiliki backup apapun. Sendirian, seolah siap kalah dimangsa para predàtor di sekelilingnya. "Negosiasimu tidak berjalan lancar, kendalikan dirimu terlebih dahulu. Sekarang, bisakah aku pulang?" Liu Yantsui mencekal pergelangan tangan Nadia yang hendak berbalik pergi. Orang-orang Dragon's Claws dan Ochi yang berada di markas langsung berada pada posisi siap sedia. Nadia menghena napas. Semuanya sesuai perkiraan. Ia tidak akan keluar dalam keadaan baik-baik saja. Nadia merasa benar-benar bodoh karena kembali melakukan kesalahan yang sama. Nadia menatap tajam kepada Liu Yantsui yang begitu erat memegangi pergelangan tangannya. Logika dan akal sehat Liu Yantsui seolah telah rembas binasa dari dalam dirinya. Ia benar-benar menjelma serupa iblís jahat yang tidak akan melepaskan mangsanya. Nadia, sekali lagi harus menjadi mangsa yang terjebak dalam kawanan pemburu. Ia tidak akan bertindak gegabah, ia juga tidak akan melakukan konfrontasi kepada Liu Yantsui selama pria itu tidak memulainya. Membuat marah seorang Liu Yantsui benar-benar merepotkan. Nadia mengepalkan telapak tangannya erat hingga kuku-kukunya memutih. Pandangannya bergerak cepat, kaki kanan Nadia yang berdiri hanya beberapa senti dari posisi Liu Yantsui bergerak sangat cepat dan melakukan tackle kepada Liu Yantsui yang berada sangat dekat dengannya. Nadia menyeruduk dan menggelayut pada tubuh Liu Yantsui kemudian membuatnya oleng dan terbanting ke lantai. Gerakan itu tidak sengaja Nadia lihat ketika salah satu kanal televisi di markas menampilkan olahraga rugby. Nadia belum pernah mempraktikan gerakan itu, dan jujur saja ia merasa bangga bisa menggunakannya untuk pertama kali kepada orang yang benar-benar ia benci dan bisa dikatakan berhasil melumpuhkannya meski sementara. Mungkin juga, tackle yang ia lakukan berhasil tidak hanya karena Nadia hapal gerakannya, namun ditambah dorongan kebencian yang terdorong keluar bersama dengan kekuatannya. Hasilnya, Liu Yantsui jatuh dengan bagian kepala belakang membentur lantai keramik. Nadia berada di atas tubuh Liu Yantsui, beralih mencengkeram leher pria itu erat-erat. Tubuh Liu Yantsui meronta kuat. Bahkan tindihan Nadia kurang berefek untuk menahannya. Jujur saja, di saat seperti ini Nadia tidak peduli apakah dirinya akan selamat atau tidak. Bisa melampiaskan kekesalannya kepada Liu Yantsui dan membuat pria itu meronta kesakitan cukup membuat hatinya senang. Mungkin sekarang Nadia mengerti, bahwa menyakiti seseorang yang dibenci tidak terlalu buruk juga. Ah, mungkin hati Nadia perlahan mulai masuk dalam lingkup kegelapan yang menelan. “Aku benar-benar berhasrat untuk membunuhmu, Liu Yantsui.” Desis Nadia tajam. Nadia baru akan menekan lebih kuat cekikannya ketika Akiyama Tenzo menarik paksa tubuhnya untuk lepas dari atas Liu Yantsui. Pemuda itu berusaha keras menjauhkannya dari Liu Yantsui, dan bahkan Akiyama Toshiro langsung menjambaknya saat itu juga. “Aku tidak terlalu ingin menyakitimu lagi. Kutebak, bekas luka yang kuberikan pasti masih tersisa di kulitmu yang putih itu. Tapi kau gadis tidak tahu diri.” Akiyama Toshiro semakin kuat menarik rambut Nadia. Secara reflek Nadia mendongak, mengikuti gerak tarikan Akiyama Toshiro di rambutnya untuk mengurangi rasa sakit. Nadia tidak memiliki kuasa untuk bergerak karena Akiyama Tenzo menahan tubuhnya dari belakang. “Cuih.” Nadia meludah tepat di wajah Akiyama Toshiro. “Bajingán seperti kalian akan mati dan membusuk di neraka! Tidak tahu malu dan pengecut!” Jerit Nadia keras. Liu Yantsui yang sebelumnya masih dalam posisi berbaring segera bangun dan mengusap lehernya. Bagian itu memerah dan tampak memar berkat cekikan tidak manusiawi dari Nadia. Liu Yantsui kembali mendekatinya, dengan ekspresi murka yang sangat ketara. Nadia telah membangunkan sisi iblís Liu Yantsui, belum lagi ia dengan berani meludahi Akiyama Toshiro yang memiliki harga diri tinggi. Entahlah, Nadia tidak berpikir apa yang akan terjadi kepadanya setelah ini. Terkadang, Nadia benci dengan dirinya yang kurang dalam memikirkan langkah ke depan. Ia merasa tidak belajar dari kesalahan sebelumnya, tetapi ia menyadari hal itu secara jelas. Liu Yantsui menarik wajah Nadia kencang. “Mahkluk liar sepertimu seharusnya diikat agar tidak banyak bergerak.” Tubuh Nadia langsung ditarik paksa oleh beberapa orang yang berjaga di sana. Nadia berusaha memberontak, tetapi segala usahanya nihil. Ia menendang, meronta, berusaha menggigit, apapun ia lakukan untuk membuat tiga orang yang menyeretnya lepas. Namun lagi-lagi, kekuatan Nadia yang terbatas membuatnya tidak bisa melawan mereka. Tiga orang bawahan Dragon’s Claws yang membawanya memasukkan Nadia kembali ke ruangan yang sama seperti sebelumnya mereka menyekap Nadia. Ruangan berdebu yang sama, yang seketika membawa trauma Nadia kembali. Nadia dipaksa duduk pada sebuah kursi kayu reyot dan diikat dengan tali tambang kuat di bagian tangan dan kakinya. Mulutnya disumpal dengan kain dan diikat sangat kuat. Nadia benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa selain bergerak berusaha lepas dan berteriak dengan suara tertahan ikatan kain. Nadia memejamkan matanya. Detak jantungnya berdebar sangat kuat, berkali-kali. Nadia berusaha menormalkan napasnya, tetapi setiap kali ia memejamkan mata, bayangan kejadian sebelumnya terus muncul. Bak putaran rol film yang terus tampil di matanya. Nadia tidak boleh kalah oleh rasa traumanya. Satu rahasia yang ia sembunyikan dan selalu mengatakan bahwa kejadian sebelumnya tidak berefek apa-apa kepada Nadia. Padahal, ia benar-benar trauma. Pintu kayu yang sebelumnya tertutup kembali dibuka. Liu Yantsui, Akiyama Toshiro, dan Akiyama Tenzo masuk bersamaan. Liu Yantsui bahkan membawa rantai panjang di tangannya. Lagi, Nadia tahu ia akan kembali mengalami hal mengerikan yang sama. “Seperti yang kukatakan, mahkluk liar sepertimu memang harus diikat agar lebih jinak.” Ucap Liu Yantsui tenang. Nadia melebarkan matanya ketika Liu Yantsui mulai memasukkan rantai itu ke dalam bara api yang ada di alat panggangan. Nadia kira, Liu Yantsui hanya akan kembali mengikatnya dengan rantai dan menggantungnya seperti sebelumnya. Namun apalagi yang ingin ia lakukan sekarang dengan memasukkan rantai-rantai itu ke dalam bara api? “Sedikit kehangatan mungkin akan menenangkanmu.” Liu Yantsui tertawa seram. Ia menarik bagian rantai yang dimasukkan ke dalam bara api di mesin pemanggang. Bagian itu beruap dan tampak berwarna merah. Ia mendekat dengan langkah pelan, sementara Nadia hanya bisa menatapnya dengan sorot mata ketakutan. Tubuh Nadia bergetar hebat, terlebih ketika Liu Yantsui mulai menempelkan rantai besi panas itu ke lehernya. Nadia merasa seperti ingin mati. Rasa panas membara dari rantai yang telah dimasukkan ke mesin panggangan membakar kulit lehernya. Tidak hanya sampai disitu, Liu Yantsui dengan kejam menarik rantai itu, membuatnya lebih erat mencekik leher Nadia. Nadia meronta-ronta kuat, air mata terus mengalir dari kedua matanya, pun air liur dari bibirnya yang tidak bisa berteriak dengan leluasa karena sumpalan kain. “Mgghhhh…..!” Erang Nadia keras. Ia terus mendongak dan bergerak meski semua usahanya itu tidak ada yang berhasil. Rantai besi panas it uterus membakarnya, membuat luka melingkar di sekitar leher yang sangat menyakitkan. “Bagaimana? Apakah kau sudah merasa lebih baik?” Keji. Nadia hanya memikirkan satu kata itu untuk mendeskripsikan sosok Liu Yantsui. Nadia menangis menahan sakit. Ia sudah tidak peduli jika pun hal itu mungkin merusak harga dirinya. Ia tidak tahan dengan besi panas yang mencekik lehernya. Ia tidak tahan dengan tawa setán Liu Yantsui yang sangat bahagia menyiksanya, ia tidak tahan dengan Akiyama Toshiro yang hanya berdiri memperhatikan mereka dengan ekspresi puas sembari menyilangkan lengannya. Apakah mereka tidak pernah berpikir bahwa Nadia adalah manusia yang sama dengan mereka? “Nii-san, bukankah ini terlalu berlebihan?” Akiyama Tenzo meremas ujung pakaian Akiyama Toshiro. Wajahnya tampak tidak nyaman melihat penyiksaan keji di hadapannya. Akiyama Toshiro melepas paksa pegangan Adiknya. “Maka biasakanlah, kau akan semakin banyak melihat hal yang lebih keji daripada ini.” Ah, Nadia lupa menyebutkan. Ia juga tidak tahan melihat sorot mata kasihan dari Akiyama Tenzo yang berdiri bersisihan dengan Kakaknya. Rantai besi panas itu rasanya tidak hanya membakar kulit leher Nadia, namun seluruh tubuhnya. Ia tidak bisa lagi merasakan apa-apa selain rasa sakit yang teramat sangat. Nadia bahkan mulai tidak bisa bernapas dengan baik. Ia tidak lagi memiliki kekuatan bahkan hanya untuk meronta atau berteriak kesakitan. Pandangan Nadia perlahan menjadi kabur, dan berakhir dalam kegelapan. Liu Yantsui melepaskan rantainya dari leher Nadia dan melemparkan benda itu sembarangan. Bagian leher Nadia yang sebelumnya tercekik tampak mengalami luka bakar cukup parah. Gadis itu pingsan. Liu Yantsui tertawa puas melihatnya. “Itulah yang kau dapat jika berani melawanku, Nadezhda. Lain kali, itupun jika ada lain kali, aku akan menyiksamu jauh lebih menyakitkan daripada ini.” Liu Yantsui menarik rambut pirang Nadia, membuatnya mendongak meski Nadia telah pingsan. Liu Yantsui secara kejam mendorong kepala Nadia hingga terbentur sandaran kursi, kemudian meninggalkan ruangan itu dalam keadaan terkunci. Nadia kembali menjadi tawanan Liu Yantsui dengan siksaan yang jauh lebih menyakitkan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD