3 - Hangatnya Dekapan

1516 Words
SINAR mentari menghilang di ufuk barat. Senja berganti malam bersama sinar rembulan. Gemerlap bintang menambah indah suasama malam. Kay menatap pekatnya langit yang bertabur bintang dari balkon lantai dua. Ia mendesah ringan. Seperti siluet kebesaran semesta di atas sana. Indah dan membuat senang yang memandang. Kay juga ingin memiliki ingatan hidup yang indah seperti siluetnya semesta di angkasa. Namun nyatanya, memori Kay terlalu memilukan untuk diingat. Apalagi terlalu sesak jika tahu kenyataan bahwa kedua orang tuanya tak pernah menginginkan keberadaannya. "Key, apa saja yang telah kau lakukan selama setahun ini? Kau tidak selingkuh di belakangku, kan?" Pertanyaan Khalisa berhasil membuyarkan lamunan kelam Kay. Kay menoleh ke samping dan menemukan Khalisa yang tengah berdiri di pembatas pagar. Menatapnya seraya menunggu jawaban dari Kay. Kini, mereka tengah menghabiskan waktu seharian penuh di rumah mewah milik Kay setelah kedatangan gadis itu dari Jepang. Ah, tidak! Ralat. Lebih tepatnya, rumah mewah milik Key. Kay terkekeh mendengar pertanyaan Khalisa yang terdengar sangatlah lucu. Apa dia bilang? Selingkuh? Jangankan untuk selingkuh, semasa hidupnya Kay betah untuk hidup menjomlo, tanpa pernah ada kekasih yang menemaninya. Kendati demikian, entah kenapa ia begitu gemas dengan pola pikir kekasih Key ini. Baginya, Khalisa begitu polos dan sedikit kekanak-kanakkan. Kay mengacak puncak kepala Khalisa. “Tentu saja aku kuliah, Khalie. Aku tidak mungkin bisa selingkuh di belakang kau. Bagiku, tidak ada gadis yang secantik kau di kampusku, Sayang,” jawabnya dengan mencubit kedua pipi gadis itu. Khalisa memberenggut kesal. Ia mengusap kedua pipinya yang sedikit sakit. Namun detik setelahnya, ia tersenyum senang. Ia memercayai ucapan kekasihnya itu. Sebab, ia tahu jika Key tak pernah membohonginya. Apalagi jika menyangkut tentang perasaan mereka. “Aku sangat merindukanmu, Key.” Kay mematung di tempat. Tanpa disangka Khalisa berhambur dan mendekapnya erat. Kini, tangannya pun bergerak untuk membalas pelukan gadis itu. “Aku juga sangat merindukanmu, Khalie,” balas Kay akhirnya. Khalisa tersenyum. Ia kian memeluk erat kekasihnya itu, hingga kehangatan dan kenyamanan seketika membekap tubuh mungilnya. “Key, kau tahu? Aku hampir saja mati karena satu tahun ini tidak bisa bertemu denganmu. Ditambah lagi, beberapa bulan ini kau sempat menghilang dan tidak memberikanku kabar. Aku pikir kau sudah memiliki kekasih baru,” Khalisa menjeda sesaat ucapannya. Kemudian, mendongak menatap sang kekasih. “jujur denganku! Ke mana saja kau selama dua bulan ini?” tanyanya. Menumpahkan semua keingintahuannya yang selama ini tertanam di dalam benaknya. Hening. Udara mendadak terasa beku. Langit terasa runtuh menimpa Kay. Sayangnya, tak membuatnya terbenam ke dasar bumi. Padahal, itulah yang diinginkannya saat ini. Lenyap dari permukaan bumi, karena tak tahu harus menjawab apa. Kini, Kay meneguk salivanya dengan susah payah dengan menatap pekatnya langit di angkasa dengan pandangan kosong. Benaknya didesak untuk memikirkan jawaban terbaik supaya tak terdengar mencurigakan. Sebab, tidak mungkin, kan, ia berkata jujur terhadap Khalisa tentang keberadaan Key? Kay menundukkan kepala, menatap gadis itu yang masih menunggu jawabnya. Ia pun tersenyum sembari mengusap lembut rambut Khalisa. “Maafkan aku, Khalie. Saat itu, aku terlalu sibuk dengan kuliahku sehingga tidak sempat untuk menghubungimu,” dustanya akhirnya. Bergegas, Kay kembali menatap pekat malam sembari berharap kekasih Key ini memercayai ucapannya. Ia tak ingin menatap gadis itu lebih lama lagi. Sebab, Kay takut jika Khalisa bisa mengendus kebohongannya. Khalisa memberenggut kesal. Kenapa kekasihnya ini tak mau menatapnya, sih? Ia pun menggerakkan tangan kanannya untuk menyentuh dagu Key. Lalu, memutarnya supaya lelaki itu mau menatapnya. Sementara Kay tercenung. Ia tak pernah menyangka jika Khalisa akan melakukan hal itu kepadanya. Lagi-lagi, ia meneguk salivanya dengan susah payah, ketika dua bola mata mereka saling bersirobok. Oh ya Tuhan, semoga gadis itu tak menyadari kebohongannya. "Jangan seperti itu lagi. Mengerti, Key? Kau tahu? Aku jadi mencemaskanmu," ungkap Khalisa dengan senyum yang terkembang di bibir tipisnya. Ia pun kembali mendekap sang kekasih serta menyandarkan kepala pada d**a bidang milik lelaki itu. Kay termangu. Entah kenapa, di bagian tubuhnya yang terdalam, ada penyesalan yang membelenggu hatinya. Sungguh, jika boleh jujur ia tak ingin membohongi gadis ini. Akan tetapi, mau bagaimana lagi? Ia tak bisa menolak permintaan kedua orang tuanya, terutama eyangnya. Kendati begitu, ia bisa mengembuskan napas lega. Ia pun mengusap puncak kepala gadis itu dengam lembut. Seketika aroma wangi vanilla merebak ke dalam rongga hidung, membuat rasa nyaman hadir di dirinya. Bahkan, tanpa sadar, Kay telah mengecup puncak kepala Khalisa dan memeluknya lebih erat. Ah, Key … apa kau juga merasakan hal yang sama jika berada di dekat gadis ini? ••••• Kay fokus mengendarai mobil mini cooper milik Key, dengan pandangan menatap lurus ke arah jalan raya ibu kota yang masih tampak ramai oleh orang yang berlalu-lalang dan juga para pengendara. Padahal, waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam. Seperti ini kah suasana malam di tengah kota? Sembari menyetir, Kay juga mengamati mimik wajah, gerak tubuh dan juga kalimat yang keluar dari bibir Khalisa yang duduk di sebelahnya. Sepanjang perjalanan mengantarkan gadis itu pulang, Khalisa bercerita banyak hal tentang negara Jepang. Ia mendengarkan dengan seksama dan sesekali tertawa saat gadis itu menceritakan hal yang lucu. "Sepertinya kau di sana begitu senang, Khalie," tutur Kay setelah gadis itu selesai menceritakan semua pengalamannya saat di Jepang. Khalisa memberenggut. Ia pun bersedekap. "Tapi, selama di sana aku selalu memikirkan dan merindukanmu, Key," akunya. Sementara Kay terkekeh melihat wajah lucu Khalisa. Ia pun mengacak rambut gadis itu, membuat Khalisa tertegun. "Key, satu tahun kita tidak bertemu. Apa sekarang mengacak rambutku menjadi hobi barumu, huh?" tanyanya heran. Kay tercengung. Ia merutuki dirinya sendiri yang harus melakukan hal itu di depan Khalisa. Kini, ia bingung sendiri dengan apa yang telah dilakukannya itu. Kay memilih untuk tersenyum, walau sedikit terlihat dipaksakan. "Karena aku sangat gemas denganmu, Sayang," jawabnya akhirnya dengan pandangan yang terus fokus melihat jalan. Khalisa tersenyum senang. "Ah, Key … aku juga gemas denganmu karena kau semakin tampan," ucapnya yang hanya mendapat kekehan kecil kekasihnya. Kini, keheningan menemani dua insan yang ada di dalam mobil itu. Kay memilih untuk fokus melihat jalan. Sedari tadi ia tak bosan menikmati keindahan di pinggir kota. Netranya pun tak henti menatap pria dan wanita yang tampak terbahak di pinggir jalan. Kendaraan yang tak pernah ada habisnya hingga menambah ramai suasana. Netra Kay pun tak bosan menatap kelap-kelip lampu yang menghiasi gedung pencakar langit, sebab warnanya begitu indah bak kilau permata. "Apa kau ingin langsung pulang ke rumah, Khalie? Atau ada tempat lain yang ingin kau kunjungi?" Hening. Kening Kay mengerut saat tak ada sahutan dari Khalisa. Ia pun menoleh ke samping saat sorot lampu lalu lintas yang berwarna merah memaksa Kay untuk menghentikan laju mobilnya. Kini, ia tertegun ketika mendapati gadis itu yang sudah tertidur pulas. Pasti dia kelelahan. Batinnya. Tatapan Kay tak sedikit pun beralih dari wajah polos itu. Hingga sebuah senyum terbit perlahan muncul di sudut bibir Kay. "Cantik," gumamnya tak sadar. •••••• Netra Kay begitu takjub ketika memasuki sebuah rumah mewah dengan pagar berwarna hitam yang terbuka dengan sendirinya. Ia menghentikan mobil, membuka kaca jendela dan melongok ke luar. Benarkah ini rumah milik keluarga Khalisa? Batinnya. Ia pun kembali menutup kaca jendela dan melajukan mobilnya itu masuk lebih dalam ke perkarangan rumah mewah itu. Lalu, memarkirkan mobilnya di depan pintu masuk yang begitu megah. Tak lupa ia pun mematikan mesin mobilnya. Kini, Kay menatap Khalisa. Manik cokelatnya kini menatap wajah lelah gadis itu. Haruskah ia membangunkannya? Sebab, perasaan tak tega tiba-tiba saja hadir yang saat ini membekap dirinya. Kay mendesah ringan. Akan tetapi, semakin lama menatap wajah cantik itu, kenapa mendadak jantungnya berdegup kian cepat? Kay menggeleng keras. Apa-apaan ini? Tak bisa dibiarkan. Buru-buru, ia menepuk pelan pipi gadis itu untuk membangunkannya. Ia ingin secepatnya pergi dari sini. Sebab, bisa-bisa ia mati karena jantungan nanti. “Khalie, sudah sampai,” panggil Kay lembut. Khalisa membuka kedua matanya. Ia mengerjap sesaat sebelum duduk dengan tegak. Kemudian, ia mengucek kedua matanya itu. “Ah, sudah sampai. Maaf, Key. Aku ketiduran,” akunya dengan menatap sendu sang kekasih. Sebab, ia tak bisa menemani lelaki itu saat menyetir tadi. Kay tersenyum, lalu mengacak rambut Khalisa dengan gemas. Akan tetapi, gerakannya terhenti. Lelaki itu mengerutkan kening. Bingung sendiri dengan selintas perbuatannya. Hari ini, sudah berkali-kali ia mengacak rambut pendek gadis itu. Ah, sepertinya benar dengan apa yang dikatakan oleh Khalisa jika hobinya saat ini adalah mengacak rambut gadis itu. “Hmmm … tidak apa-apa, Khalie. Kau pasti kelelahan. Cepat kau masuk, karena sudah malam.” Khalisa memberenggut. Ia menggeleng. “Tapi, aku tidak ingin berpisah lagi denganmu, Key,” ungkapnya, membuat Kay terkekeh. “Besok kita, kan, bisa bertemu lagi. Karena, besok aku akan menjemputmu ke kampus.” “Key, apa kau tidak ingin mampir dulu?” Kay tercenung. Kini, benaknya tengah menimbang-nimbang apakah dirinya harus mampir terlebih dulu atau tidak. Hingga pada akhirnya Kay menggeleng. “Tidak, Khalie. Sudah malam. Aku harus cepat kembali,” jawabnya. Khalisa mendesah pelan. Ia pandangi wajah kekasihnya itu. Jujur saja ia tak ingin berpisah lagi dengan Key. Ia masih ingin bercerita banyak hal. Seolah ia tak ingin membiarkan seperdetik pun waktu terakhirnya bersama Key terlewatkan dengan percuma. Kendati begitu, ia mengangguk. Lalu, tersenyum ke arah lelaki itu. “Kalau begitu sampai besok ya, Key.” “Hmmm ….” Kay mengangguk dengan membalas senyum gadis itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD