bc

Benci tapi Cinta (Sequel Dark Lipstick)

book_age12+
510
FOLLOW
3.2K
READ
independent
self-improved
confident
dare to love and hate
student
drama
sweet
bxg
highschool
first love
like
intro-logo
Blurb

Jessica Lee adalah seorang gadis yang ambisius untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ia memiliki segalanya, paras yang cantik serta prestasi yang tidak bisa diremehkan. Hal ini dikarenakan didikan keras sang ayah yang membuatnya tumbuh menjadi gadis ambisius dan kuat.

Hingga suatu hari, seorang murid baru yang memiliki paras begitu tampan masuk ke dalam kelasnya dan menggesernya dari peringkat satu hingga peringkat dua. Hal itu membuat sang ayah, Tommy Lee marah besar dan melakukan k*******n fisik dan verbal kepadanya.

Karena hal ini, gadis itu menjadi benci terhadap Alvin, siswa baru yang memiliki sifat yang dingin dan cuek. Jessica bertekad untuk berpura-pura untuk menjadi sosok yang baik kepada Alvin agar ia bisa menyusup ke dalam kehidupan Alvin dan menghancurkannya. Bisakah Jessica membalaskan sakit hatinya kepada seorang yang sangat sulit untuk disentuh seperti Alvin?

"Lihat saja, aku pasti akan menemukan kelemahanmu!" -Jessica Lee-

"Terserah," -Alvin Henderson-

chap-preview
Free preview
01 Permulaan
Author’s POV PLAK! Sebuah tamparan mendarat begitu mulus ke pipi Jessica, yang membuatnya sempat terdiam di posisinya dengan wajah yang belum menatap lurus kembali kepada seorang pria yang tengah berdiri di depannya. Ia tidak bisa mengalihkan wajahnya begitu saja karena ia tidak ingin melihat wajah kesetanan sang ayah yang terus saja melakukan k*******n kepadanya. Hal ini bukan pertama kalinya ia mendapat tamparan yang memanaskan pipinya, karena sedari kecil ia sudah diperlakukan demikian. Itulah mengapa ia sudah terbiasa dengan k*******n seperti ini. Ia tidaklah lagi menangis dan memohon dengan sangat kepada sang ayah untuk tidak memukulnya, seperti yang pernah ia lakukan dulu. Ia memandang dirinya bodoh jika ia melakukannya kembali di saat dia sudah dewasa seperti ini. Ia begitu membenci sang ayah yang terus mendorongnya untuk menjadi sosok yang sempurna. Bagaimana pun ia berusaha untuk mencapai posisi terpuncak, sang ayah tidak pernah merasa puas. Bahkan jika gadis itu meraih yang sang ayah harapkan, tidak ada pujian maupun kata manis yang bisa sang ayah lontarkan kepadanya selain perkataan kasar yang tidak pantas yang terus ia pekikkan kepada gadis itu. Karena ini, tidak heran jika gadis itu tumbuh menjadi pribadi yang ambisius dan keras kepala. “Bukankah kau adalah kapten dari tim basket mu sendiri? Bagaimana kau tidak bisa menang, HAH?!” Gadis itu mengembalikan pandangannya dan menatap sang ayah dengan dengki,”Semua ini karena ayah…” ujarnya dengan kebencian. Tommy---ayah gadis itu semakin berang dan sudah mulai mengangkat tangannya untuk melayangkan sebuah tamparan lagi kepada gadis itu. Namun itu tidak berhasil karena sang ibu---Ella yang kebetulan mencari kegaduhan tersebut menangkap tangan Tommy untuk menghentikan tamparan kedua yang akan ia layangkan untuk sang putri, Jessica. Ketika tangannya di tahan, pria itu malah menarik kasar tangannya dari sang istri dan menunjuk sang putri dengan amarah,”Beraninya kau menyalahkanku atas kekalahan tim basketmu di ajang nasional!” bentaknya dengan gelegar. Napas gadis itu naik turun, ia sama sekali tidak berbohong. Semua ini karena sang ayah yang memarahinya di pagi hari yang membuatnya tidak fokus bermain selama pertandingan. Padahal, gadis itu tidak melakukan kesalahan yang berat, ia hanya tidak sengaja menyenggol kopi sang ayah yang membuat kopi tersebut jatuh dan mengenai pahanya. “JESSICA!” bentaknya lagi yang sudah tidak sabar menunggu tanggapan sang putri, Ella berjalan menuju Jessica dan mengelus-elus pundak gadis itu untuk membantunya menenangkan diri dan tidak kesulut emosi karena sang ayah. Ella hanya tidak ingin kejadian ini semakin panas hawanya. Ia ingin mengakhiri segalanya secepatnya. “Sudah pa… jangan dimarahi lagi. Jarang-jarang loh tim Jessica kalah… baru sekali ini ia kalah. Dibandingkan dengan berapa kali ia menang, kekalahan ini sama sekali tidak menandingi kemenangan yang sudah biasa Jessica lakukan sebelumnya…” ujarnya yang sebenarnya tidak meredakan emosi dari Tommy, “Ini salah ayah…” “Jessica… sudahlah henti-“ “Ibu membelanya?! Sudah jelas semua ini karena dia! Jika saja dia bisa mengontrol emosinya di pagi hari, aku pasti main dengan maksimal!” ujar gadis itu yang sudah berani memberikan jari telunjuknya untuk menunjuk sang ayah dengan benci, “Kau berani menunjukku seperti itu!” bentak Tommy yang tidak membuat gadis itu gentar sama sekali. Ia malah terang-terangan menatap sang ayah dengan tatapan yang dengki, yang mana hal itu semakin memanaskan emosi Tommy. Napas gadis itu masih naik turun, tanpa ia sadar, matanya memanas tanpa ia berkehendak seperti itu. Sadar air matanya mulai mengumpul, gadis itu pergi begitu saja meninggalkan sang ayah yang masih meneriakkan namanya dengan gelegar. Gadis itu berlari ke kamarnya dan menguncinya dengan segera. Ia berbalik dan bersender di pintunya hingga ia merosot ke bawah hingga ia terduduk. Gadis itu memeluk lututnya dan menangis dalam diam. Ia tidak bisa mengeluarkan suaranya karena ia tidak ingin sesiapapun tahu jika ia tengah menangis. Ia sungguh tidak bisa membendung air matanya begitu ia diperhadapkan dengan emosi yang begitu kuat, baik dia sedih maupun marah, matanya akan memerah dan tanpa sadar ia akan mengeluarkan air matanya. Ia benci dengan dirinya sendiri dikarenakan terkadang ia tidak mengerti akan perasaannya sendiri terkhususkan kepada sang ayah, karena tidak ada yang bisa membuat emosinya meledak selain sang ayah seorang. Gadis itu menyibakkan rambut panjangnya dan terus menangis dalam diam. Ia sungguh benci dengan dirinya sendiri karena bagaimanapun sang ayah kasar kepadanya, ia tidak bisa benar-benar benci kepada sang ayah. Namun disatu sisi, ia juga tidak tahan akan perilaku sang ayah yang terus menyiksanya begini. Gadis itu sampai kehabisan akal, ia tidak tahu bagaimana caranya untuk membuat ayahnya terkesan akan pencapaian yang ia dapatkan. Ajaib rasanya jika sang ayah terkesan terhadap dirinya. Jikapun gadis itu meraih pencapaian yang luar biasa, sang ayah hanya diam dan sama sekali tidak memujinya atau memberikan kesan yang baik untuknya. Ia lelah dengan semua ini, terlebih ia lelah terhadap dirinya yang terus mengikuti apa yang Tommy inginkan dari dirinya. Gadis itu termenung sejenak. Tidak ada kenangan manis yang pernah sang ayah berikan kepadanya. ia sudah lelah menangis dan kali ini ia berusaha untuk menenangkan pikirannya yang membuat kepalanya sakit. Ia mulai bangkit dari tempatnya dan mengambil botol minumannya untuknya minum. Seusainya ia minum, ia mulai merebahkan tubuhnya dan menghela napas untuk menenangkan dirinya. “Semuanya pasti akan berlalu kan?” ujarnya kepada dirinya sendiri. Gadis itu tidak bisa menampik jika ia juga benci kekalahan. Ia tidak ingin disaingin oleh siapapun, termasuk sahabat-sahabatnya, Iris dan Juliette. Ia akui, tidak hanya sang ayah, namun dia juga sangatlah marah kepada dirinya karena sudah kalah di liga nasional. Seandainya saja ia bisa menahan dirinya dan bermain dengan tenang dan baik seperti yang biasa ia lakukan, ia yakin ia pasti bisa menang karena setiap kali ia melakukan shooting, bola tersebut terus menerus tidak masuk ke dalam ring. Ia bukanlah dirinya yang biasanya yang selalu masuk ketika ia melakukan shooting. Bahkan pelatihnya mempertanyakan performanya dalam bermain tadi. Gadis itu menghela napasnya sebelum ia mengambil ponselnya untuk membuka pesan dari Iris, Iris: ‘Gimana? Menang gak?’ Iris: ‘Jess?’ Iris: ‘Aku dengar dari rekanmu kalau tim mu kalah, apa itu benar?’ Gadis itu menghela napasnya dengan panjang. Ia sengaja mengabaikan pesan ini karena ia sedang tidak ingin diganggu. Ia ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu dan menyelesaikan apa yang terjadi dengan ayahnya. Yap, gadis itu tidak memberitahu siapapun mengenai hubungan tidak sehatnya dengan ayahnya selain kepada sahabat-sahabatnya, Iris dan Juliet. Ia melakukannya karena tentu saja gadis itu sudah sangat dekat dengan keduanya karena mereka bersahabat sejak mereka masih SD. Juga, gadis itu menilai keduanya tidak akan membocorkan apa yang gadis itu alami kepada orang lain. Gadis itu mulai mengetik untuk membalas pesan dari Iris. Namun ketika ia mengetik, tiba-tiba pesan masuk yang mana pesan itu berasal dari Juliette yang mempertanyakan hal yang sama. Gadis itu menghela napasnya dan memilih untuk menghapus pesannya yang tadinya hendak ia kirim kepada Iris dan ia beralih ke group chat yang berisikan dirinya beserta dengan Iris dan Juliette. Jess: ‘Kenapa kalian menanyakan hal yang sama denganku jika kita bisa membahas semuanya disini?’ Gadis itu menunggu sejenak dan kebetulan Iris dan Juliette berbarengan sedang mengetik, Iris: ‘Aku tidak tahu jika Julie bertanya hal yang sama’ Juliette: ‘Sama aku juga,’ Iris: ‘Jadi gimana? Apa benar kau kalah?’ Juliette: ‘Kalah?!’ Jessica menghela napasnya, mulai mengetik, Jess: ‘Iya, kami kalah…’ Juliette: ‘Lalu apa tanggapan ayahmu?’ Jessica menggigit bibirnya, sesungguhnya ia tidak terlalu nyaman untuk membicarakan semuanya di chat. Ia berpikir sejenak, sebelum ia mulai mengetik, Jess: ‘Aku akan menceritakannya besok, mari bertemu di tempat kita biasa nongkrong,’  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.2K
bc

MANTAN TERINDAH

read
7.0K
bc

Married with Single Daddy

read
6.1M
bc

Long Road

read
118.3K
bc

See Me!!

read
87.9K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.2K
bc

Tuan Bara (Hasrat Terpendam Sang Majikan)

read
114.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook