2. Bermain dengan Marvel

2221 Words
"Terlalu cengeng!" celetuk Leon tajam mengomentari kondisi Klarybel yang sejak semalam bersedih. Dia nampak berantakan, apalagi mengingat Leon lebih memilih tidur di sofa daripada menenangkannya. Bahkan saat orangtuanya pulang, Klarybel tidak berniat mengantarkan hingga teras seperti biasanya. Dia berpura-pura sakit sejak semalam, untung saja Devano dan Alesha memahami tanpa banyak bertanya. Mereka selalu menganggap jika Klarybel kelelahan bekerja, tanpa sedikit pun menduga jika Leon adalah pesakitan terparah yang dialami putrinya saat ini. Klarybel menepis tangan Leon yang berusaha mencengkram rahangnya. "Sakit, Leon. Kamu jangan terlalu kasar, aku bisa aja berontak saat ini juga!" Mengubah posisinya membelakangi, tidak berniat saling menatap. Klarybel merasa tidak berharga lagi di mata Leon, meski semua orang berkata dia cantik dan hampir mendekati kata sempurna. Klarybel cerdas, dia pekerja keras, dia putri kesayangan, dia pun memiliki segalanya--kecuali cinta Leon. Leon tertawa jenaka. "Lemah!" katanya lagi mencemooh. "Bangun dan bersihkan kamar ini. Cepat, Klary!" Dan satu lagi, Leon tidak pernah senang jika ruangan pribadinya dibersihkan oleh asisten rumah tangga. Dia memiliki aturan sendiri setelah menikah, yaitu memberikan pekerjaan repot pada istrinya. Klarybel memaklumi, dia juga sudah berjanji akan menjadi istri yang baik di hadapan Tuhan. Dengan senang hati melakukan kewajibannya agar Leon betah di sisinya. Tapi lihat apa balasan pria itu, dia bahkan tak menganggap Klarybel berhak memiliki hati dan tubuhnya. Klarybel dianggap pajangan yang sama sekali tidak menarik. "Aku nggak mau melakukannya. Aku nggak peduli kamar ini seperti kapal pecah, aku nggak mau menuruti perintah kamu lagi!" Leon tidak mau mendengarkan, dia menarik selimut tebal yang membungkus tubuh Klarybel, melempar ke lantai sembarangan. "Leon, kamu apa-apaan? Jangan ganggu aku, urusi aja pekerjaan dan selingkuhan kamu! Sepandai-pandainya kamu bohong sama orangtua aku, suatu saat bakal ketahuan juga. Siap-siap aja kamu kehilangan segalanya!" "Serius mau mengancamku, Klary?" Leon menunjukkan senyum iblisnyaa. Dia melipat kedua tangan di depan dadaa. Penampilan Leon sudah rapi, dia mengenakan setelan jas hitam. Nampak gagah dan tampan sekali. Dia bak seorang Dewa Yunani, dulu Klarybel senang sekali bergelayut manja sambil melempar pujian. Mengaku jika setiap saat terpesona dengan Leon, pria bertanggung jawab yang Klarybel percaya setelah Daddynya. "Daddy lebih percaya padaku daripada kamu. Mau membuktikannya?" Klarybel mendesah kesal, melempari Leon dengan bantal. Dia tahu sekali bagaimana Devano mengagungkan seorang Leon yang begitu hebat dalam berbisnis dan berhasil menjadi anak kebanggaan Axelleyc sama seperti Riley. Keduanya berjaya dalam bidang yang berbeda, tapi sama-sama menjadi putra kesayangan. "Aku berharap keadaan ini cuman mimpi setiap aku bangun. Kamu kenapa berubah begini? Harusnya setiap pagi kamu ada di sampingku, kita menghabiskan malam dengan kehangatan. Aku pengen juga dipeluk saat bangun tidur, Leon." Dia menunduk lemah, terisak kembali. Keinginan yang selalu membuat hatinya dipatahkan. "Nggak usah menciptakan dongeng. Aku nggak tertarik mendengarnya. Cepat bangun, Klary. Kembali ke dunia nyata yang penuh pesakitan ini. Aku jengah melihat kamu menangis. Jangan berharap aku kasihan, aku sama sekali nggak berminat melakukannya. Kamu nggak berharga di hidup aku, jadi jangan berharap terlalu banyak." Leon melangkah menuju ruang pakaian, lalu kembali dengan dasi dan jam tangan mahal yang pernah Alesha belikan untuknya di hari ulangtahun Leon bulan lalu. "Jangan keluar rumah dengan keadaan menyedihkan gini. Kamu bener-bener memalukan!" Lantas mengambil tas kerjanya di atas meja, berlalu begitu saja meninggalkan Klarybel setelah puas memaki. Pintu di tutup kasar, membuat Klarybel terkesiap memegangi dadanyaa. "Jahatnya!" Klarybel memukul kasur dengan kedua tangan terkepal erat. Berteriak meluapkan kekesalan. Selalu dia yang kalah. Klarybel begitu mencintai Leon. Dia hanya berani memaki, sementara hatinya tetap dikuasai oleh cinta dan kebodohan. "Pagi-pagi sudah seperti orang gila!" Gema membuka pintu kamar utama, geleng-geleng kepala melihat keadaan Klarybel yang kacau. "Apa perlu saya panggilkan dokter khusus menangani kejiwaan, Nona?" Tersenyum miring, kedua tangan terlipat ke pinggang dan bersandar di kusen pintu. Dia mencebikkan bibir, keheranan melihat Klarybel selalu kalah saat berhadapan dengan Leon. Klarybel memberikan jari tengahnya. "Akan kupukul mulut kamu, Gema. Pergi sana!" teriaknya tidak terima digoda dalam kondisi tidak pas seperti sekarang. "Aku sebentar lagi mandi, panggilkan Bibi Giona untuk membersihkan kamar." Gema menaikkan bahu. "Serius meminta tolong pada Bibi Giona? Tidak takut jejak tangan atau kaki Bibi Giona ketahuan Tuan Leon karena sudah berani membersihkan ruang pribadinya?" Dan ya, semua orang rumah tahu bagaimana peraturan Leon. Selain tidak senang diusik bagian pribadinya, Leon juga jarang sarapan di rumah. Dia lebih senang disiapkan bekal oleh Bibi Giona, nanti makannya agak siangan sedikit di kantor. Leon tidak senang kopi, teh, apalagi s**u. Dia selalu mengandalkan air dingin untuk membasuh kerongkongannya. Di mana pun Leon makan, dia tidak pernah menikmati minuman manis selain jus wortel. Leon juga tidak memakan ikan laut, dia lebih senang sayur-sayuran. Tapi anehnya Leon suka udang, hanya itu selain tiga lauk kesukaannya--daging, ayam dan telur. Sebenarnya makanan untuk Leon tidak susah, tinggal siapkan menu sederhana seperti tumis kangkung pun bisa tambah porsi makannya. Jika tidak sengaja makan ikan laut, kulit Leon akan muncul ruam merah. Biasanya Klarybel langsung membaluri salap khusus yang diberikan dokter. Atau meminum obat untuk meredakan rasa gatal dan kantuk. "Tentu saja! Aku malas dan nggak mau lagi menuruti perintah Leon gila itu. Aku bisa berontak, biarin aja dia makin benci aku. Dan satu lagi ... apa tadi Bibi Giona membuatkan bekal untuknya?" Meski judes dan kesal pada Leon, Klarybel tetap peduli. Dia selalu mengingatkan Bibi Giona mengiapkan makanan sehat untuk suaminya, agar nanti di kantor tidak makan menu yang macam-macam. Takut membahayakan kesehatan Leon. "Kalau benci itu sekalian saja, jangan setengah-setengah. Kepalang tanggung. Heran!" Gemas kembali mencibir sikap Klarybel yang tidak menetap. Dia selalu kalah kalau bicara urusan hati. "Sudah, tadi Bibi Giona menyiapkan sandwich sapi panggang dan kentang goreng. Wadah bekalnya penuh, Nona tenang saja. Tuan Leon dijamin kenyang." Klarybel menaikkan bahu. "Baguslah, biar nggak cepat mati!" Memutar bola mata malas, lalu masuk ke ruang pakaian mengambil handuknya. "Jangan lupa panggilkan Bibi Giona, aku minta tolong banget dia bisa membersihkan kamar yang sudah seperti kandang sapi ini! Sakit mataku liatnya. Leon sengaja mengacak-acak kamar biar aku ada kerjaan. Dasar suami kurang ajar!" "Saya yakin Nona Klary yang bakal nangis kejer kalau Tuan Leon mati." "Terserah mau mengataiku apa, aku bener-bener nggak mau pusing." "Cepat bersiap, saya antar ke studio. Hari ini waktunya pemotretan para model dengan barang baru. Pasti menyenangkan ada di sana, anggap saja sebagai penghibur diri." Klarybel memicingkan matanya. "Kamu nggak liat mataku sebesar biji mangga gini? Ogah ke studio, aku lagi jelek dan memalukan!" Menaikkan bahu, lalu masuk ke kamar mandi dengan kasar. "Siapkan Marvel di rumah peternakan, aku mau latihan berkuda sambil memanah!" teriaknya kembali dengan sedikit membuka pintu. Untung Gema masih ada di tempatnya. "Siap, Nona. Apa kita latihan bela diri juga? Katanya kemarin ingin. Mumpung cuaca hari ini mendukung." "Nggak dulu, aku cuman mau menaiki kuda dan memanah. Tapi aku juga berniat jalan-jalan bersama kuda, nyari makan ke luar." Gema melebarkan mata. "Tidak mau ke studio tapi malah berpikir jalan-jalan keluar dari wilayah ini. Sama aja bohong!" "Berhenti mengomentariku, Gema sok cerdas. Nanti kupanah kepala kamu baru tahu rasa!" "Baiklah, baiklah, sesuka hati Nona saja. Saya dan Jo akan segera bersiap. Nona jangan terlalu lelet. Nanti saya seret dari kamar ini!" Klarybel berdecak. "Berani-beraninya bersikap nggak sopan pada Nona kalian. Mau kutembak, huh?" Gema hanya mengangkat kedua tangannya, menaikkan bahu cuek. Kemudian dia berlalu, tidak lupa menutup pintunya kembali. "Dasar pengawal resek, minta ditampol!" **** Rumah peternakan tidak jauh keberadaannya dari kediaman utama. Mereka masih satu wilayah, cuman beda gerbang masuknya. Di tengah-tengah rumah utama dan peternakan ada kebun sayur milik Klarybel. Dia sengaja membangun kebun, karena tahu jika Leon tidak bisa hidup tanpa sayur-sayurannya. Kebun itu memiliki pembatas sendiri, pagar khusus untuk melindungi tanaman di dalamnya seperti rumah hijau. Biasanya Bibi Giona mengambil sayuran dari sana, semua segar dan terjamin kesehatannya. "Marvel, kamu sudah sembuh, huh?" Klarybel nampak ceria bertemu kuda jantan miliknya. Marvel berusia lima belas tahun, memiliki bulu hitam pekat. Dia selalu memesona dan menjadi kesayangan Klarybel. Marvel sejak kecil dirawat oleh Devano, kemudian jadi teman bermain Klarybel. "Sudah lama kita nggak main bareng, jangan sakit lagi." Mengusap dan memeluk Marvel. Kuda itu sangat dekat dengan Klarybel, dia bahkan memejamkan mata seolah tahu sedang disayangi oleh temannya. "Jo, pegangin barang-barangku. Aku mau mengajak Marvel ke lapangan dulu. Aku mau liat dia udah siap latihan memanah denganku atau belum. Aku takut dia lemas dan jatuh sakit lagi." Jo mengangguk paham, menaruh barang-barang mereka ke tempat yang aman. Tapi seluruh wilayah rumah peternakan ini memang sudah aman sejak dulu, tidak pernah ada orang asing yang berani masuk. Lagian kawasan perumahan mereka berada paling ujung, jarang ada perumahan orang di sana. Bebas dari polusi, tenang, dan nyaman dengan pemandangan pepohonan yang rindang dan asri. "Ayo, Marvel!" Klarybel menyuruh Marvel bergerak pelan untuk beberapa saat, sebelum akhirnya berseru nyaring untuk memando dia berlari dengan gagah seperti biasanya. "Woah, kamu udah sembuh, Marvel!" Klarybel tertawa puas, menepuk-nepuk Marvel takjub dengan kelincahannya. Klarybel menunggangi Marvel dengan hebat, dia terlihat menjadi jagoan ketika sudah mengeluarkan kemampuan dalam bidang ini. "Berhenti di depan sana, Marvel. Kita ke lintas pacuan, main sambil latihan memanah. Go!" Berseru lagi dengan semangat, Marvel menurutinya dengan gagah. Gema menghampiri Klarybel, menepuk Marvel dengan bangga. "Bagus, Bro. Anda mulai lincah lagi!" Lalu memberikan yang Klarybel butuhkan. "Jangan mengarahkan anak panahnya kepada saya, nanti ada setann yang lewat, bisa bolong beneran kepala saya, Nona!" Berdecak gemas, ingin balas memukul kejahilan Klarybel andai dia bisa. Paling Gema cuman bisa menjitak atau mengetek, selebihnya tidak berani, takut juga menyakiti Nonanya. Klarybel terkikik geli, kemudian kembali bergerak bersama Marvel sambil membidikkan anak panah ke titik target. Dari kejauhan, Klarybel melepaskan anak panah dengan yakin, hingga dia melesat cepat memenuhi target awal yang berada di tengah. "Yeah, kita berhasil, Marvel. Bidikan yang bagus, aku memang hebat kalau urusan begini." "Ayo lagi, Marvel. Setidaknya ada tiga arrow yang berhasil kita bidik ke titik target. Setelah itu kita istirahat, aku nggak mau kamu kelelahan." Jo meminum airnya sambil duduk di sisi Gema. Dia baru saja memberi makan para kuda. Lalu menunjukkan foto yang ada di layar ponselnya. "Tuan Leon kemarin baru aja mengajak kekasihnya jalan-jalan. Dasar tidak tahu malu!" geramnya tidak habis pikir. "Menurut kamu, apa yang membuat dia berubah sejauh ini? Saya sampai tidak percaya jika Tuan Leon tidak mencintai Nona Klarybel. Bukannya sejak dulu mereka emang saling menyayangi?" Gema menaikkan bahunya. "Saya juga tidak paham. Mungkin ada masalah di antara mereka yang belum diselesaikan dengan baik, kita tidak tahu secara keseluruhan bagaimana kejadian aslinya. Mau berkomentar pun tidak bisa, kerjaan kita tidak sejauh itu, Dude! Jangan melewati batas, kita akan kena masalah." "Saya percaya jika manusia emang selalu tidak pernah puas dengan apa yang mereka miliki--setelah melihat Tuan Leon. Punya istri seperti Nona Klarybel bukan hal memalukan, dia wanita memukau dan sempurna. Terlebih Tuan Leon berhutang budi pada Tuan Devano, harusnya sedikit lebih berpikir. Jika sampai ketahuan, habis semuanya." Gema menghela napas. "Kesian Nona Klary, dia begitu mencintai Tuan Leon. Saya melihat keadaan dia tadi pagi, sepertinya habis berantem lagi. Kamar mereka berantakan, mungkin Nona Klary mengamuk." Jo tertawa kecil. "Entah kapan akan berakhir, saya merasa luka ini akan berlangsung lama. Semoga aja Nona Klary lebih tegas dan berani, dia terlalu dibodohi oleh cinta." "Kamu juga akan begitu kalau ketemu cinta sejati. Tunggu saja waktunya." "Tapi saya tidak akan sebrengsekk Tuan Leon." Menaikkan bahu, terlihat yakin dengan ucapannya. "Apa setelah ini Nona Klary akan keluar?" "Entahlah, saya pusing dengan kelakuannya. Kadang ingin melakukan A, tapi pindah lagi ke B. Nanti belum juga dilakukan, pindah lagi ke C. Nona Klary tidak mau ke studio, tapi pengen jalan-jalan cari makan bersama Marvel. Sama aja bohong kan?" Jo menghela napas. "Nona Klary hanya terlalu pusing berada dalam hubungan toxic, makanya moodnya tidak beraturan. Apalagi saat matanya sembab begini, tentu saja malu bertemu orang-orang. Nona kan gengsian, merasa paling kuat dan tidak ingin orang lain tahu kesedihannya." "Benar!" Lalu setelah itu Gema sigap menangkap alat panah Klarybel. Wanita itu melemparnya setelah turun dari Marvel, memang sangat mengesalkan. "Saya kaget, Nona!" Jo mendelik tidak senang, hampir saja alat panah itu mengenai kepalanya. "Aku mau istirahat sebentar, setelah itu mengajak Marvel nyari makan. Aku akan mengenakan kacamata hitam dan topi." "Makan di tempat atau bawa balik ke rumah, Nona?" "Bawa balik ke rumah." "Kalau begitu biar saya saja yang membelikannya, Nona tinggal duduk anteng di meja makan. Saya akan kembali dengan cepat." Jo menepuk dadanyaa. Seolah apa pun yang Klarybel inginkan beres di tangannya. "Nggak!" Ekspresi Jo langsung datar, Gema menertawakannya. "Aku nggak menyuruh kamu, aku bisa sendiri. Gih kalian pulang kalau malas menemaniku, aku cuman nyari makan dekat-dekat sini." "Tidak, Nona." Gema dan Jo bersamaan menjawab, sangat kompak. "Ambil kuda kalian, bersiaplah. Sebentar lagi kita berangkat. Kayaknya lucu kalau aku ke kantor Leon menggunakan kuda ini. Membuat kekacauan sedikit nggak masalah kali ya?" Menaik turunkan alisnya, kemudian terkikik. Gema menghela kasar. "Nona jangan macam-macam, tidak perlu berulah. Yang malu bukan Tuan Leon, tapi Nona dan kami berdua. Oh ayolah, sama sekali bukan ide cemerlang!" Klarybel meninju lengan Gema. "Aku cuman bercanda, kenapa kalian serius banget? Heran!" Lalu mengajak Marvel mengobrol sambil mengistirahatkan diri. "Kalian berdua, berhenti mencari tahu tentang Leon, kecuali aku yang menyuruh. Kalian pasti habis menggosip aku dan Leon saat latihan memanah tadi. Iya kan? Aku melihat layar ponsel Jo terdapat foto Leon dan selingkuhannya. Kalian memang patut dihukum!" "Bukan saya, Jo nih yang senang menggosip. Saya tidak ikut-ikutan!" Gema kembali mengangkat kedua tangannya saat tatapannya bertemu dengan Jo. Sementara Jo melotot tajam. "Gema sialan!" cibirnya kemudian geram. Bisa-bisanya dia mempunyai teman yang tidak setia seperti Gema. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD