Tak terasa waktu pun cepat berlalu. Hari pun berganti dan pagi ini keluarga Rahardja baru saja selesai sarapan. Tampak Pandu dan Riga bersiap berangkat kerja. Tak ketinggalan Keysha juga berniat untuk pergi mengajar. Ketiganya tampak bersiap ke tempat kerjanya masing-masing.
Meskipun memiliki rumah sakit sendiri, Pandu lebih memilih untuk membuka klinik di sebuah desa untuk membantu dan memudahkan masyarakat di tempat itu yang ingin berobat kerena jaraknya yang lumayan jauh dari rumah sakit. Di tambah lagi ia juga berniat ingin meringankan masyarakat yang kurang mampu agar bisa berobat. Pria paruh baya itu ingin meringankan beban penduduk yang tidak mampu ketika ingin memperoleh fasilitas kesehatan.
Besarnya biaya rumah sakit dan obat-obatan membuat Pandu memutuskan untuk membuka klinik di desa tersebut. Mana mungkin ia mencampuri manajemen rumah sakit yang sudah ditangani secara profesional.
Semenjak dulu, Pandu memang sudah dikenal dengan kebaikan hatinya. Jadi tidak heran jika orang-orang begitu menghormatinya. Meskipun hidupnya sangat berkecukupan, tapi dia sangat peduli terhadap sesama. Terlebih lagi terhadap masyarakat kecil dan para fakir miskin, juga anak-anak terlantar.
Tak jarang dia juga sering membagi-bagikan makanan dan sembako kepada mereka yang membutuhkan. Karena kebesaran hatinya itulah membuat Pandu memutuskan untuk mengadopsi dan mengangkat seorang anak jalanan untuk menjadi putrinya. Karena hatinya yang tidak tega melihat anak perempuan harus hidup di lingkungan yang begitu keras dengan berjualan air mineral di pinggir jalan.
Berbeda dengan Nita yang sejak awal sebenarnya sudah keberatan dengan keputusan Pandu. Perempuan paruh baya itu berpikir jika memang kasihan, mereka tidak harus mengangkat anak segala karena mereka tidak tahu asal usul anak tersebut. Hanya dengan membantunya, menurut perempuan itu sudah cukup. Dengan menyekolahkan dan mencukupi kebutuhan hidupnya bagi Nita itu sudah cukup. Namun, tekad Pandu sepertinya sudah bulat karena pria itu seakan kekeh dengan keputusannya dan itu membuat Nita tidak bisa mencegah niat suaminya untuk mengadopsi Keysha.
Tidak seperti ayahnya yang mengabdi untuk rakyat kecil, Riga justru memilih bekerja di rumah sakit milik keluarganya bersama dengan Vara. Keysha sendiri bekerja di sebuah sekolah dasar yang tempatnya tak jauh dari rumah sakit tempat Riga bekerja. Oleh karena itu, setiap harinya Keysha selalu berangkat satu mobil bersama dengan Riga dan juga Vara.
“Aku nggak tau ini hanya perasaan aku aja atau bukan, tapi setelah Mbak Vara bangun dari koma, sikapnya jadi aneh. Menurut kamu gimana, Mas?” tanya Keysha sambil menolehkan kepalanya ke arah Riga yang terlihat sedang mengemudi.
Pria itu tampak diam saja mendengar perkataan dari adik angkatnya. Tatapannya tetap lurus ke depan seperti tengah memikirkan sesuatu.
“Mas …!” panggil Keysha kembali bernada lembut sambil menyentuh lengan Riga yang tidak merespon ucapannya.
Perempuan itu berharap dengan sentuhannya bisa membuat pria yang duduk di sebelahnya itu dapat merespon ucapannya. Di samping itu Keysha juga merasa bingung dengan sikap Riga yang menurutnya aneh sejak dari pagi tadi. Tidak biasanya pria itu hanya diam seperti melamun sepanjang perjalanan. Bahkan, pria itu juga tidak mengajaknya mengobrol seperti hari-hari sebelumnya.
Riga tampak terkesiap dan sekaligus tersentak kaget. Kemudian ia pun langsung memalingkan wajahnya ke arah Keysha.
“Iya, kenapa?” tanyanya balik.
“Kelihatannya kamu lagi banyak pikiran ya, Mas? Aku perhatiin dari tadi kamu cuma diem aja sejak kita berangkat dari rumah,” ucap Keysha seakan sedang menyindir kakak angkatnya tersebut.
“Ah … nggak. Aku nggak kenapa-napa, cuma sedikit capek aja. Mungkin karena kurang istrirahat aja,” jawab Riga mencoba beralasan.
Tentu saja mendengar jawaban yang diberikan oleh pria yang sangat dia cintai itu membuat hatinya merasa tidak suka.
“Kamu lagi mikirin Mbak Vara, ya?” tanya Keysha dengan tiba-tiba.
Entah kenapa tiba-tiba perempuan itu bertanya hal demikian dengan suara yang sulit untuk diartikan. Riga pun terdiam sejenak untuk mencari kata-kata yang tepat.
“Nggak …!” jawabnya singkat sambil kembali fokus mengemudi.
Detik kemudian ingatan Riga kembali ke kejadian tadi pagi, di mana Vara benar-benar tidak berbicara sepatah kata pun kepadanya. Wanita itu hanya diam dan bersikap biasa saja meski tidak menyiapkan pakaian serta keperluan suaminya saat pagi hari. Oleh karena itu, Riga jadi menyiapkan segalanya sendiri karena egonya terlalu tinggi untuk meminta Vara yang menyiapkannya meski sebenarnya itu merupakan kewajiban perempuan tersebut.
Tak hanya sampai di situ, ketika sedang mengantar Riga hingga ke depan teras, perempuan itu tidak mencium punggung tangan pria itu seperti biasanya. Vara malah langsung masuk kembali ke dalam rumah dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
Sikap perempuan itu sangatlah bertolak belakang dengan Vara yang dulu, dan itu terus mengganggu pikiran Riga. Pria itu benar-benar tidak mengerti dengan perubahan sikap istrinya yang sekarang.
Apa mungkin ucapan perempuan itu ketika sedang di mobil pada waktu itu memang benar? Bahwa, Vara benar-benar tidak mencintainya? Namun, bagaimana mungkin? Ia masih ingat dengan jelas ketika Vara mengatakan perasaannya kepadanya. Perempuan itu mengatakan jika ia memiliki perasaan terhadap dirinya. Bagaimana bisa rasa itu lenyap begitu saja?
Setelah mengantar Keysha sampai sekolah, Riga langsung melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit. Setibanya di sana, ia pun langsung disapa dengan ramah oleh dokter atau perawat yang sedang berpapasan dengan dirinya. Tak lupa ia pun juga membalas sapaan mereka dengan tak kalah ramahnya.
Auriga Dipta, seorang dokter yang terkenal akan kepintarannya dan sikapnya yang hangat serta ramah kepada setiap orang. Banyak di antara dokter, perawat, ataupun keluarga pasien yang menyalah artikan keramahan dokter laki-laki tersebut. Sekarang siapa yang tidak akan terkesima dengan ketampanan dokter laki-laki itu. Di usianya yang baru dua puluh delapan tahun, dia sudah menyandang gelar dokter spesialis.
Namun, bagi siapa pun yang menyimpan rasa terhadap pria itu siap-siap untuk kecewa ketika mengetahui jika pria tersebut akan menikah dengan wanita lain yang berprofesi sebagai seorang kepala divisi keuangan di rumah sakit yang sama pada waktu itu.
Semua orang berpikiran jika Vara sangatlah beruntung menikah dengan pria yang nyaris sempurna seperti Riga. Padahal kenyataannya sangat jauh dari realita. Justru batin Vara sangat menderita ketika menikah dengan pria tersebut.
***
Ketika sore hari, tepatnya ketika Riga kembali ke rumah, pria itu tidak merasakan adanya tanda-tanda keberadaan istrinya di rumah. Awalnya dia berpikir jika istrinya sedang berada di kamarnya, tapi begitu dirinya sampai di kamar ternyata ia masih belum menemukan keberadaan Vara. Ia pun lantas mencoba mencari perempuan itu ke dalam kamar mandi, tapi lantai kamar mandi terlihat kering seperti lama tidak digunakan.
Akhirnya ia pun membersihkan dirinya dan melepas penat karena seharian tubuhnya merasa lelah dan lengket. Pikirannya seharian ini sangat kacau dan itu berimbas terhadap pekerjaannya. Ia tidak bisa fokus dalam bekerja dan maka dari itu ia mengguyur tubuhnya berharap bisa mendapatkan kesegaran dari air shower.
Setelah selesai urusannya di dalam kamar mandi, ia pun keluar kamar setelah berganti pakaian terlebih dahulu. Sesampainya di lantai bawah ia langsung bertanya kepada mamanya yang tampak sedang duduk di ruang tengah.
“Ma, Vara ke mana?” tanya Riga kepada sang mama.
“Lagi ke rumah orang tuanya,” sahut Nita dengan santainya tanpa menolehkan kepalanya.
“Dari kapan?” tanya Riga lagi sambil mengerutkan dahinya.
“Dari pagi, dijemput sama Pak Yanto,” jawab Nita kembali.
Mendengar jawaban yang baru saja diberikan oleh mamanya, membuat Riga tampak bimbang. Pria itu tampak sedang berpikir seperti sedang ingin memutuskan sesuatu. Kemudian ia kembali naik ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Tak lama setelah itu ia kembali menuruni anak tangga. Ternyata pria itu baru saja mengambil kunci mobilnya.
“Loh, mau ke mana?” tanya Nita ketika melihat putranya sedang berjalan cepat hendak ke luar rumah.
“Nyusul Vara, Ma,” jawabnya tanpa menghentikan langkahnya.
Tak memerlukan waktu lama untuk pria itu sampai di kediaman Wardana. Di sana dia di sambut oleh sopir pribadi keluarga itu yang diketahui bernama Yanto.
“Eh … Mas Riga, nyari Mbak Vara, ya?” tanya Yanto.
“Iya, Pak,” jawab Rigan santai.
Pria itu sangat yakin jika istrinya saat ini sedang berada di dalam rumah megah yang berdiri kokoh di hadapannya.
“Kebetulan di dalam juga ada Mas Elang,” sahut Yanto dengan senyum sumringahnya.
Riga tampak langsung mengerutkan dahinya setelah mendengar ada satu nama yang selama ini jarang dia dengar. Elang adalah nama yang tidak asing bagi dirinya, tapi juga tidak terlalu akrab dengannya.
“Sepupunya Mbak Vara yang ada di Australia itu loh, Mas,” ucap Yanto menjelaskan.
“Ah … iya, saya ingat, Pak. Dulu dia juga sempat datang ke pesta pernikahan kami. Kalau gitu saya masuk dulu ya, Pak Yanto,” jawab Riga sambil bernapas lega.
Entah kenapa setelah mendengar penjelasan dari Yanto hatinya merasa lega. Dia sendiri juga tidak tahu kenapa dia harus seperti ini. Padahal selama ini dia tidak pernah peduli dengan apa yang terjadi terhadap istrinya tersebut.
Riga pun membuka pintu sambil mengucapkan salam dan langsung dijawab oleh mama mertuanya yang sedang menonton acara kesukaannya di televisi.
Ratu menyambut menantunya dengan senyum khasnya. Sebuah senyuman ramah sambil meminta Riga untuk masuk. Pandangan pria itu langsung tertuju ke dua gelas yang sudah terlihat kosong yang masih ada di atas meja.
“Oh … itu tadi gelasnya Elang dan Vara, belum sempat dibereskan si Mbak,” ucap Ratu menjelaskan seakan mengerti apa yang tengah ada di dalam pikiran menantunya.
Riga tampak tersenyum kecil menanggapi ucapan dari mama mertuanya.
“Vara ada di mana ya, Ma?” tanya Riga yang sudah penasaran sejak awal kedatangannya.
Mata pria itu tampak terus menyusuri ke seluruh sudut ruangan, tapi tidak juga menemukan keberadaan istrinya.
“Lagi nonton film di kamarnya sama Elang,” jawab Ratu dengan santainya.
Deg …!
Tentu saja apa yang baru saja diucapkan oleh mama mertuanya mampu menghentikan detak jantungnya sejenak. Bagaimana bisa dua orang dewasa yang berlawanan jenis bisa berada di dalam satu kamar.
Ucapan Ratu tentu saja membuat darah Riga seakan terjun bebas. Ia tampak tercengang dan seakan tidak bisa berkata-kata karena lidahnya mendadak terasa kelu. Sungguh, kenapa istrinya bisa berduaan di dalam kamar dengan pria lain meskipun itu sepupunya sendiri.