Menjemput Istri

1666 Words
“What? Sama Elang?” Tanpa sengaja suara Riga pun meningkat lebih tinggi dari pada sebelumnya. Ratu pun tampak langsung mengernyitkan dahinya karena merasa heran dengan sikap menantunya yang menurutnya tidak biasa tersebut. “Mereka memang sering bersama, kok. Jadi nggak apa-apa, biarin aja! Mungkin udah lama juga nggak ketemu jadi mereka juga ingin melepas rindu satu sama lain. Semenjak Elang tinggal di Australia Vara jadi kesepian,” ucap Ratu menjelaskan dengan panjang lebar. “Tapi Vara kan sekarang hilang ingatan, Ma. Dia pasti nggak akan ingat sama Elang,” ujar Riga mencoba memberikan alasan. Sebenarnya Riga sendiri bingung dengan apa yang tengah dia rasakan saat ini. Biasanya dia tidak akan pernah peduli dengan apa pun yang dilakukan oleh istrinya. Namun, sekarang ia sendiri tidak bisa merasakan perasaan apa saat ini yang tengah dia rasakan. Yang pasti, dia tidak suka ketika mendengar istrinya dekat dengan pria mana pun meskipun itu sepupunya sendiri. “Nah … itu yang bikin Mama bingung. Vara lupa dan nggak ingat sama semua orang, tapi anehnya dia justru masih ingat sama Elang. Bahkan, sampai kenangan mereka waktu kecil, Vara masih mengingatnya dengan jelas,” ungkap Ratu dengan antusias. Riga hanya diam ketika mendengar penjelasan dari mama mertuanya dan tentu saja ia tidak suka dengan kenyataan tersebut. Seharusnya perempuan itu mengingat dirinya sebagai suaminya, bukannya malah mengingat pria lain. Bagaimanapun Vara adalah istrinya meskipun dia tidak pernah mencintainya. Riga pun kemudian berpamitan akan naik ke kamar sang istri. Setelah mendapatkan anggukan kepala dari mama mertuanya, ia pun mulai mengayunkan kakinya menuju kamar yang tidak pernah dia tempati. Ya … meskipun Vara sering bermalam di kediaman Wardana, tapi dirinya tidak pernah ikut dengan alasan kesibukan. Riga akan memberikan alasan dinas malam atau ada operasi mendadak ketika istrinya sudah mengajaknya untuk menginap di rumah kedua orang tuanya. Raut wajah Riga seketika berubah merah padam ketika melihat tangan Elang yang berada di Pundak Vara seakan sedang memeluk perempuan itu. Entah kenapa dia tidak suka melihat pemandangan yang ada di hadapannya ini. Padahal dia tidak mencintai wanita itu, tapi kenapa ia seperti ini? “Ayo pulang!” ajak Riga bernada dingin setelah pria itu berada di dekat Vara. Tentu saja mendengar itu membuat Vara tidak suka. Meskipun pria yang saat ini sedang berdiri di dekatnya adalah suaminya, tapi ia sudah jengah dengan sikap pria itu. “Kalau kamu tiba-tiba datang hanya untuk merusak suasana, mending sekarang kamu pergi dan jangan pernah ganggu aku,” jawab Vara mengusir Riga. Bahkan, perempuan itu berkata tanpa menolehkan kepalanya. Dia seakan tidak peduli dengan kehadiran Riga yang ada di sampingnya. Jawaban yang baru saja dilontarkan oleh Vara sungguh membuat Riga tidak habis pikir. Ia menatap ke arah istrinya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. “Aku ini suami kamu, kalau kamu lupa,” ucap Riga sambil menatap tajam ke arah istrinya. “Terus kenapa?” tanya Vara dengan acuh. Riga benar-benar sudah diambang kesabarannya. Ia tidak pernah menduga jika wanita yang dulu sangat mencintai dirinya sekarang malah seakan tidak menganggap dirinya. Apa ini benar-benar sosok Vara yang dia kenal? “Kenapa? Kamu masih tanya kenapa? Apa baik seorang perempuan berduaan di kamar bersama dengan seorang pria yang bukan suaminya, hah?” tanya Riga bertubi-tubi. Tanpa sadar pria itu telah menaikkan nada bicaranya karena emosinya sudah mulai terpancing dengan sikap istrinya yang menurutnya tidak menghargai dirinya sama sekali. “Dia sepupu aku kalau kamu lupa,” jawab Vara bernada dingin. Perempuan itu tampak sudah jengah dengan sikap laki-laki yang mengaku sebagai suaminya tersebut. Entah kenapa semenjak dirinya bangun dari koma, ia seakan enggan berdekatan dengan pria tersebut. “Kalau kamu mau pulang, silahkan pulang sendiri karena aku udah minta ijin Mama mau nginap di sini,” tambah Vara dengan raut wajah yang datar tanpa ekspresi. Vara memang sudah meminta ijin kepada mama mertuanya ketika sebelum berangkat tadi. Ini rumah kedua orang tuanya, lalu apa salah jika dirinya ingin bermalam di sini? Riga langsung mengepalkan tangannya dengan sangat erat setelah mendengar ucapan Vara. Ia juga melihat lelaki yang ada di sebelah Vara sedang tersenyum tipis, bahkan sangat tipis. Akhirnya Riga pun berbalik dan berjalan keluar dari kamar Vara. Pria itu tampak berjalan menuruni anak tangga dan menghampiri Ratu yang masih duduk di sofa ruang tengah. “Ma, Riga pamit pulang dulu,” tuturnya sopan sambil mengulurkan tangannya berniat untuk mencium punggung tangan mama mertuanya. “Loh … lha Vara-nya mana? Dia nggak ikut pulang bareng kamu?” tanya Ratu dengan keheranan karena mendapati menantunya berjalan sendirian tanpa Vara. “Vara bilang mau nginep di sini, Ma,” jawab Riga dengan santainya. Bahkan, ketika mengatakan itu raut wajah Riga tampak seperti tidak terjadi apa-apa. Entah apa memang dia tidak mau ambil pusing atau karena dia berusaha menutupi perasaannya? “Kamu nggak sekalain nginep juga?” tanya Ratu pada akhirnya. “Nggak, Ma. Soalnya Riga nggak bawa persiapan apa pun. Tadi niatnya cuma mau nyusulin si Vara, eh … tapi Vara-nya ternyata masih mau di sini,” kata Riga seolah tidak masalah dengan keputusan istrinya. Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh menantunya membuat Ratu pun langsung mengerti. Ia pun kemudian langsung menyunggingkan senyumannya. “Oh … gitu. Ya, udah kamu pulangnya hati-hati, dan salam buat papa dan mama kamu,” ucap Ratu pada akhirnya. “Iya, Ma. Riga pamit dulu,” ucap Riga kembali sebelum pria itu melangkah ke luar dari kediaman Wardana. Setelah masuk ke dalam mobil, Riga langsung berteriak sekencang mungkin untuk menyalurkan emosinya yang sudah tertahan sejak tadi. Bahkan, tangannya juga memukul-mukul setir dengan kasar. “Arrggg …!” Tak berapa lama ia pun kemudian melajukan mobilnya meninggalkan rumah mertuanya dengan rasa kesal yang masih menumpuk. Hatinya panas, dan emosinya sudah bersiap tumpah. Tiba-tiba saja rahang pria itu tampak mengeras ketika ia mengingat kembali kejadian di kamar istrinya tadi. Dia juga mengepalkan tangannya dengan erat hingga buku-bukunya memutih karena sangking eratnya. Detik kemudian ia kembali memukuli setir kemudi untuk menyalurkan amarah di dalam hatinya yang meledak-ledak. Entah sudah berapa kali dia memukuli kemudi mobilnya, tapi amarahnya masih belum juga mereda. “Shiitt … sialaann!” Pria itu terus saja mengumpat dan mengoceh tidak jelas sepanjang jalan. Tentu saja ia merasa tidak bisa menerima perlakuan Vara yang menurutnya sudah kurang ajar kepada dirinya yang berstatus sebagai suami sah perempuan itu. Riga merasa harga dirinya sebagai seorang suami sudah tercoreng dengan perlakuan Vara. Apalagi di sana juga ada Elang yang jelas-jelas tersenyum meremehkannya. “Emangnya siapa kamu yang berani lancang merendahkan aku, hah?” tanyanya pada dirinya sendiri. Pria itu terus saja berkata-kata sendiri seakan ada Vara di hadapannya. Selama ini Vara tidak pernah mengabaikan dirinya. Bahkan, perempuan itu dengan jelas menunjukkan perasaan cintanya kepada dirinya. Tak jarang Vara juga sering bersikap manja kepada dirinya meskipun tidak pernah dia hiraukan. Namun, sekarang apa? Sesampainya di rumah, Riga langsung masuk ke dalam rumah dengan raut wajah yang sudah terlihat tidak bersahabat. Saat ini suasana hatinya benar-benar buruk. Bahkan, dia juga tidak menghiraukan sapaan dari para pelayan yang sedang berpapasan dengannya. “Mas Riga dari mana aja?” tanya Keysha yang kebetulan berjalan ke arah pria tersebut. Entah Riga mendengar pertanyaan dari Keysha ataukah tidak, tapi ia tetap melangkahkan kakinya melewati adik angkatnnya begitu saja tanpa menghiraukan perempuan tersebut. Pria itu tidak menghiraukan keberadaan adik angkat yang selama ini selalu dia perhatikan. Detik kemudian, ia pun membuka pintu kamarnya dan membantingnya dengan keras ketika sedang menutupnya hingga menimbulkan suara kencang yang memekakkan telinga. Keysha pun langsung terkesiap dan tersentak kaget ketika melihat Riga yang tiba-tiba saja membanting pintu kamar dengan sangat kencang. Selama ini ia tidak pernah melihat kakak angkatnya itu bersikap kasar kepada siapa pun. Namun, kali ini apa? Ia seperti sedang melihat sosok lain di dalam diri kakak angkatnya tersebut. Sebenarnya apa yang membuat Riga sampai kesal seperti itu? Tentu saja ada banyak pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri perempuan itu. Ia terus saja menebak-nebak apa yang sudah terjadi terhadap kakak angkatnya tersebut? *** “Udah sore, sepertinya aku harus pulang,” ucap Elang sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tampak dengan jelas merk jam tersebut sangatlah mewah. Yang Vara tahu jika jam itu harganya selangit. “Kok buru-buru banget, Mas?” tanya Vara. Tentu saja perempuan itu terasa berat untuk membiarkan sepupunya tersebut pulang. Menurutnya rasa rindunya terhadap pria tampan itu masih belum sepenuhnya terobati, tapi Elang malah ingin pulang. “Mas nginap sini aja! Lagipula kita juga udah lama nggak ketemu,” lanjut Vara. “Nggak bisa! Setelah ini aku ada acara penting,” jawab Elang dengan santainya. “Yahh … Mas Elang nggak asik,” ucap Vara yang tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Elang hanya tersenyum ketika melihat sikap adik sepupunya tersebut. Sudah lama tidak bertemu dengan perempuan manja itu, tapi sikapnya masih saja tidak berubah kepada dirinya. “Besok kalau ada waktu aku ajak kamu jalan-jalan,” ucap Elang berusaha menghibur perempuan yang wajahnya sudah terlihat cemberut itu. “Besok aku udah pulang ke rumah Mama Nita, Mas. Pasti Mama nggak akan kasih ijin aku pergi, karena aku baru aja sembuh dan pulang dari rumah sakit,” jawab Vara dengan bibir yang sudah terlihat mengerucut. “Tenang aja! Nanti aku sendiri yang akan minta ijin ke Mama mertua kamu. Palingan kita juga hanya makan siang dan jalan-jalan bentar, doang. Lagian aku juga mikirin kondisi kamu juga yang baru aja sembuh dari kecelakaan, jadi mana mungkin aku akan ngajak kamu seharian. Pokoknya besok kabarin aku kalau bisa, oke,” ucap Elang menjelaskan dengan panjang lebar. Tentu saja mana mungkin dia akan mengajak Vara dan akan membuat perempuan itu kelelahan. Ia masih cukup waras untuk tidak melakukan itu. Kesehatan adik sepupunya tentu yang paling utama bagi dirinya. “Kalau gitu sekarang aku pulang dulu dan jaga kesehatan. Jangan tidur terlalu malam!” tambah Elang dengan penuh perhatian. Tak lupa pria itu juga mencium dahi Vara dengan sayang. Kemudian ia pun turun dari ranjang dan berjalan keluar kamar perempuan itu, sedangkan Vara hanya memandang punggung Elang dari belakang dengan tatapan sayu seakan tidak rela jika pria itu pergi. Namun, Vara juga tidak bisa untuk memaksa Elang untuk tetap tinggal menemani dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD