BAB 4

1678 Words
"Gue pulang," ujar Hyunjin, singkat, padat dan amat dingin. Cowok itu berjalan keluar kompleks rumah Nada. Dengan kaus hitam serta jins hitam yang sobek pada bagian lututnya itu membuat Hyunjin lekas menghilang di balik gelapnya malam. Nada belum berbalik dan masuk ke rumahnya. Cewek itu masih menatap Hyunjin yang semakin terlihat samar ditelan gelap. "Kak!" Nino berlari ke luar pagar, menghampiri Nada yang masih berdiri di sana. "Kak kok baru pulang? Habis dari mana? Kak Mama kok nggak mau keluar kamar? Papa mana?" Pertanyaan Nino itu membuat pelipis Nada terasa nyeri. Hatinya seolah tersayat lagi. Tidak berniat menjawab pertanyaan sang adik, Nada menggandeng lengan Nino untuk masuk ke dalam rumah. "Sini, duduk." Nada menyuruh sang adik duduk di sofa ruang tamu, dan dirinya langsung duduk di hadapan Nino. Nino menurut saja, walau ekspresi wajahnya sangat terlihat jelas bahwa pemuda itu sedang kebingungan. "Nino, dengerin Kakak, lelaki bernama Dion, bukan Papa kita lagi. Lupakan dia, hilangkan dia dalam semua memori kamu." Nada menatap lekat adiknya, dengan mata yang memerah dan hati terbakar. Nada tahu, apa yang ia bicarakan pada adiknya ini salah. Sejahat apapun seorang ayah dia tetaplah seorang ayah. Tidak baik jika dia berkata seperti itu. Tetapi, kali ini saja, malam ini saja Nada larut dengan kesedihannya. "Apa sih, Kak?! Lo jangan ngaco deh! Anj--" Nino menghentikan kalimatnya. Nyaris saja ia berkata kasar pada sang kakak. Melihat ekspresi wajah Nada yang tampak kacau membuat Nino mencoba memendam rasa penasarannya. Ia ingin Nada tenang dulu baru dirinya kembali bertanya atau bahkan dari lubuk hatinya yang paling dalam Nino sudah menduga sesuatu namun ia takut jika dugaan tersebut benar. "Mama masih belum keluar kamar?" tanya Nada pada Nino yang sedari tadi diam. Nino hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Kakaknya. Belum sempat Nada berdiri dan berniat untuk menghampiri kamar Mamanya, ia dikejutkan oleh sang mama yang sudah rapi dengan piyamanya. "Kalian belum tidur? Ini sudah malam. Ayo tidur, Nino, kamu besok sekolah. Nada, besok telat kuliahnya lho, kamu besok masuk pagi, kan?" tanya Mama dengan senyum yang bahkan mencapai matanya yang sembap itu. Nada terlihat bingung. Ekspresi Mamanya seolah benar-benar tidak pernah terjadi sesuatu, walau mata yang sembap tidak bisa berbohong. "Ma, kok dari tadi Nino panggilin nggak mau keluar sih? Nino kan khawatir!" Nino memeluk Rina, Mamanya. Pemuda kelas tiga SMP itu masih sangat manja. Rina membalas pelukan Nino, tak terasa air mata kembali membanjiri pipinya. Hingga ia tersengguk di pelukan putranya. Nada memegang ponselnya yang berdering. "Na, lo di mana?" Jaehyun menelpon Nada. Dengan suara kesal bercampur cemas. "Di rumah. Tadi diantar Hyunjin," sahut Nada dengan sesantai mungkin. "Yaudah, besok ceritain ke gue," balas Jaehyun lagi, lalu cowok itu mematikan sambungan telepon. Nada menghela napas. Masih kesal dengan Jaehyun. Kepalanya hampir pecah saat ini memikirkan banyaknya rasa kecewa yang hadir. "Ma ... kita tidur, yuk?" ajak Nada pada Mamanya yang masih sesenggukan dalam pelukan Nino tadi. Dirinya berusaha sekuat mungkin agar tidak menumpahkan air mata. Nada menggandeng lengan Mamanya. Membawa ke dalam kamar. Meninggalkan Nino yang masih memasang wajah kebingungan dan mata yang merah akibat melihat Rina menangis di pelukannya. Malam ini. Yang gelap semakin gelap serta kelam. Keluarga bahagia impian Nada telah hancur. Keadaan keluarganya terasa bukan keluarga impiannya lagi. *** Nada membuka pagar rumahnya dan mendapati Jaehyun yang sudah nangkring di depan dengan scoopy cokelatnya. "Lo masuk pagi kan? Yuk sekalian," ujar Jaehyun yang kemudian menyerahkan helm biru muda yang selalu dikenakan Nada jika cewek itu menumpang di motornya. Tanpa banyak cek-cok. Nada meraih helm tersebut dan langsung menaiki jok belakang motor Jaehyun. Pagi ini Nada tidak banyak bicara, biasanya cewek itu sudah ngoceh sepanjang perjalanan. Dan Jaehyun menyadari diamnya cewek itu. "Tumben nggak banyak ngomong?" tanya Jaehyun di tengah riuhnya jalanan. Nada masih tidak menjawab, mulutnya seolah terkunci rapat. "Lo marah sama gue?" tanya Jaehyun lagi. Dan Nada hanya diam. Sepanjang perjalanan. Hingga mereka sampai di kampus. Nada melepas helm dan menggantungnya pada spion scoopy Jaehyun. "Makasih," tukas Nada yang langsung ingin pergi dari sana. Jaehyun menahan lengan cewek itu. "Lo marah sama gue?" Nada menatap sekitar dengan tatapan kosong. "Gue juga nggak tahu harus marah ke siapa, Jae." "Lo belum cerita ke gue tentang tadi malam. Kenapa pakai kabur segala sih?" tanya Jaehyun dengan nada yang terdengar khawatir. Baru saja mata Nada ingin berair dan ingin sekali dirinya menangis di hadapan sahabatnya itu, tiba-tiba saja ponsel Jaehyun berdering. "Ya? Iya. Gue udah di kampus kok. Ke mana? Ruang BEM? Oke." Jaehyun berbicara pada seseorang di seberang sana. Nada yang mendengar itu sudah tahu setelah ini Jaehyun pasti akan meninggalkannya. "Na, nanti dulu ya. Gue mau ke ruang BEM dulu," ujar Jaehyun pada Nada yang sudah memasang wajah melas. Nada hanya mengangguk seraya menghela napas kesal seiring kepergian Jaehyun dari hadapannya. Matanya yang sudah berkaca-kaca tadi semakin memanas. Di saat dirinya perlu bahu untuk bersandar, Jaehyun selalu sibuk dan tidak akan pernah tahu apa yang terjadi pada Nada. Cewek itu menenteng totebagnya dengan malas menuju kelas. Kakinya sangat berat ia langkahkan, ingin sekali rasanya ia bolos saja hari ini. Baru saja ia berdiri di ambang pintu, Nada mengurungkan niatnya untuk masuk kelas dan memilih untuk berbalik, meninggalkan kelasnya. Spam chat dari Sandra yang menanyakan keberadaan Nada karena tak kunjung masuk kelas itu bahkan dia abaikan. "Mau bolos?" Nada berhasil membulatkan matanya ketika menyadari seseorang dengan pakaian serba hitam itu berdiri di dekatnya. Hyunjin. "Mau bolos bareng?" tanya Hyunjin lagi yang membuat Nada memutar bola matanya. Ya Tuhan. Hari ini aku ingin tenang. Tolong musnahkan cowok mengerikan di hadapanku ini! Hyunjin masih menatap Nada dengan ekspresinya yang datar serta dingin. Sekejap Nada mengira bahwa cowok itu tidak memiliki otot pengatur ekspresi pada wajahnya. "Nggak." Nada menjawab Hyunjin sangat dingin. Dia benar-benar ingin sendiri hari ini. Cewek itu kemudian berlalu. Meninggalkan cowok dengan pakaian serba hitam dan gitar kesayangannya sedang tersenyum getir. Nada menghentikan langkahnya, kemudian berbalik dan sudah tidak mendapati Hyunjin di depan kelasnya. Sejenak Nada terheran. Kenapa dia nggak ngikutin gue? Ah tidak. Tidak. Nada tidak sedang berharap sekarang. Dia hanya heran cowok bertampang fuckboy itu tidak memaksa seperti di drama-drama atau novel-novel yang ia baca selama ini. Korban drama. Nada lalu melanjutkan langkahnya, berniat ingin pergi dari kampus ini. Ah, s**l, cewek itu tidak membawa motor sendiri yang mana jika ingin pergi dari kampus, dirinya harus jalan kaki, naik bus, metromini, atau angkot. Langkahnya terhenti saat melihat Hyunjin sedang duduk di bawah pohon beringin. "Iya nih, gue lagi duduk santai, bolos kuliah, sambil menghirup udara segar dari pohon kesayangan ini," ujar Hyunjin yang terlihat berbicara pada ponselnya sambil sesekali menyesap rokok di tangannya. Nada menatap layar ponselnya yang terdapat sebuah notifikasi hyunjin.adinata sedang melakukan siaran langsung.  Gadis itu lalu bergidik ngeri. Dasar cowok aneh. Nada kemudian menghela napas dan memasukkan ponselnya ke dalam totebag. Merapikan kuciran rambutnya, dan bersiap melanjutkan niatnya meninggalkan kampus. Dengan kondisi dirinya yang tidak membawa motor, Nada memutuskan bolos di kafe depan kampus. Violeta  Cake and Coffee langganannya. "Es Cappuccino satu, Cas!" ujar Nada yang berbicara pada Lucas, barista dan pemilik kafe itu. "Lo nggak ada kelas?" "Bolos, hehe. Sama cheese cake deh satu," ujar Nada yang melirik beberapa kue yang tersusun rapi di dalam wadah kaca. Pemuda itu segera meracik kopi sedangkan pelayan lain menyiapkan kue. "Tunggu di sana aja, Na ...." Lucas berdecak sebal melihat Nada yang masih saja berdiri di depan meja kaca. "Gue mau liat lo bikin kopi, seru!" ujar Nada yang pandangannya tak teralihkan dari tangan-tangan Lucas. Lucas terkekeh. "Bilang aja kalau lo mau menatapi barista ganteng ini, kan?" "Ih! Males banget!" Nada memutar bola matanya, lalu memasang wajah sebal. "Lagi kontes gombal ya?" Pertanyaan itu membuat Nada menoleh ke belakang. Aroma rokok yang menyeruak sudah menjadi ciri khas cowok itu. "Lo ngikutin gue?" Alih-alih menjawab pertanyaan Nada, cowok itu malah melihat menu minuman yang terpasang di dinding. "Matcha latte deh satu," ujar cowok bernama Hyunjin yang terlihat begitu akrab dengan Lucas. "Siap, Bro!" Nada yang merasa terganggu itu langsung menatap tak suka ke arah Hyunjin. "Lo ngikutin gue ya?" tanyanya sekali lagi. "Kalian saling kenal?" Lucas menatap bergantian dua orang di depannya. "Baru beberapa hari," ujar Hyunjin. Lucas lalu memasang senyum aneh. "Biasanya lo males temenan sama cewek! Gue mencium aroma-aroma mencurigakan nih!" "Mau jadi Roy Kiyoshi lo?" ledek Hyunjin pada Lucas. "Nggak. Mau jadi kucing aja! Miauw!" "Nggak waras!" seru Hyunjin yang kemudian berlalu dari sana. Sambil menggelengkan kepalanya. Lucas juga menggelengkan kepalanya. "Sepupu gue itu memang suka dingin, tapi aslinya dia gengsi aja," ujar Lucas kepada Nada dengan volume suara yang dikecilkan. "Sepupu?" "Iya, tapi gantengan gue kan?" Lucas menegakkan bahunya. Nada lalu terkekeh. "Yaudah gue duduk ya." "Silakan Nona Nada yang terhormat, pesanan Anda akan segera saya antarkan." Nada memilih meja paling pojok, dekat jendela kaca. Tempat favoritnya. Dia lalu membuka notebook yang ia bawa kemana-mana. Dengan hati yang kacau seperti ini adalah waktu yang tepat untuk menciptakan sajak-sajak kesukaannya. Hidup Nada memang tidak bisa lepas dari dunia tulisan yang sangat ia cintai. "Es cappucino dan cheese cake," ujar cowok yang membawa nampan ke meja Nada. Nada tercengang ketika menyadari bahwa cowok itu bukanlah Lucas. Tetapi Hyunjin dengan senyumnya yang terhambur. "Gue duduk sini ya." Hyunjin langsung duduk di hadapan Nada. Tanpa izin dan persetujuan dari cewek yang sudah memasang wajah sebal itu. "Kalau nggak boleh?" "Boleh aja lah ... lo kelihatan menyedihkan duduk sendiri." Nada tersenyum sinis. "Punya hak apa lo nilai gue menyedihkan?" "Bukannya semua orang berhak berpendapat?" "Gue minta lo pergi, hidup gue sudah terlalu pelik dan nggak ada waktu ngeladenin cowok kayak lo." Hyunjin tersenyum. "Oke gue akan pergi. Tapi gue mau bilang sesuatu. Jangan mengira di dunia ini lo satu-satunya yang menyedihkan." Hyunjin lalu berdiri. "Jangan ngerasa kesepian setelah gue pergi ya!" Nada menghela napas. Menatap sinis Hyunjin yang ternyata hanya berpindah ke meja di seberangnya. Hyunjin tiba-tiba melemparkan sebuah senyuman. Senyum yang seakan masuk ke seluruh penjuru tubuh Nada. Senyum dari wajah keras tampang fuckboy itu ternyata manis juga. Membuat Nada hampir tidak bisa berkonsentrasi pada notebook di hadapannya. Jika kemarin Nada berpikir Hyunjin tidak memiliki otot pengatur ekspresi, kini dia berpikir cowok itu kelebihan otot pengatur ekspresi. Eh, gimana? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD