BAB 3

1278 Words
Nada keluar, mengendarai scoopy navy-nya. Cewek itu menuju sebuah alamat yang diduga menjadi rumah kedua sang Papa. Dengan kecepatan yang lumayan tinggi, Nada tidak takut sama sekali jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hatinya teramat sakit hingga rasanya sudah tidak ada ketakutan kepada hal-hal yang bisa saja bahaya. Hidupnya terasa amat pelik sekarang. Nada berhenti di sebuah kompleks rumah. Matanya langsung memanas begitu melihat Dion, Papanya sedang bercanda dengan anak perempuan yang terlihat berusia tiga atau empat tahun. Kaki Nada ingin melangkah dan dirinya sangat ingin berteriak di hadapan Papanya. Berani-beraninya laki-laki itu menghancurkan hati Mamanya, berani-beraninya laki-laki itu mematahkan cinta pertama seorang anak perempuan kepadanya. Namun Nada tidak sanggup melangkahkan kakinya, dia hanya berdiri dari kejauhan dengan tubuh yang bergetar, dengan hati yang hancur lebur. Tanpa terasa, cewek itu mengacak rambutnya lalu mengepalkan tangan sangat kuat hingga telapak tangannya terluka akibat kukunya yang panjang. Nada mengendarai motornya, keluar kompleks itu dan menuju halte terdekat, ia belum siap pulang saat ini, rasanya ia ingin lenyap saja dari dunia ini. Tidak sanggup melihat kondisi sang Mama di rumah yang hatinya tentu saja amat patah. Nada menangis tersedu di halte itu, tidak peduli banyak pasang mata yang melihatnya, yang ia tahu, hatinya amat hancur dan perih. Satu-satunya orang yang ada di pikirannya saat ini adalah Jaehyun. Jaehyun? Nada mengirim pesan pada Jaehyun. satu menit, lima menit, sepuluh menit, tidak ada balasan. Nada kembali menangis, di saat dirinya teramat sedih seperti ini, Jaehyun tidak membalas pesannya. Padahal, dirinya sangat perlu pundak untuk bersandar, sangat perlu orang untuk meluapkan kesedihannya. Kenapa Na? Gue di kampus nih, ada rapat dadakan. Melihat balasan Jaehyun semakin membuat Nada tidak bersemangat. Ini sekitar pukul delapan malam, dan Jaehyun sudah di kampus saja untuk rapat dadakan. Mengetahui itu saja, sudah membuat Nada tidak berniat membalas lagi pesan dari Jaehyun itu. Tanpa terasa, ponsel cewek itu dibasahi air matanya yang jatuh perlahan. "Segitu sedihnya, ya?" Nada terperanjat, matanya mengarah pada sumber suara, seorang cowok dengan gelagatnya yang dingin sudah duduk di sampingnya. Aroma rokok yang ia benci menyeruak dari tubuh cowok itu. Hyunjin? "Kata orang kalau bertemu tidak sengaja sebanyak tiga kali, itu berarti ada takdir yang mengikat kita," tukas cowok itu yang semakin membuat Nada merasa kesal. Masih dengan suaranya yang parau, Nada mencoba berbicara. "Lo, ngikutin gue, ya?!" Hyunjin terkekeh, tawa tipisnya benar-benar membuat Nada merasa kesal. Ia menyeka rambutnya yang agak sedikit gondrong. "Sepertinya takdir yang ngikutin kita," ujarnya lagi. Tampangnya amat dingin, tapi bisa-bisanya kata-kata seperti itu yang ia keluarkan. "Gue nggak ada waktu melayani gombalan-gombalan murah lo," tukas Nada yang memang benar-benar kesal. "Terus, waktu lo sekarang mau nangis?" Nada mengusap kedua pipinya, "Nggak," ujarnya singkat. Berbohong. "Kalau sedih, nangis aja, semesta perlu tahu, kalau lo juga manusia normal yang bisa nangis kalau sedih." Sial, kata-kata Hyunjin membuat mata Nada semakin perih. Matanya semakin memanas. "Gue nggak tahu apa yang bikin lo sedih, dan gue nggak mau tahu karena itu mungkin privasi lo, nangis aja sepuasnya, gue temenin, nanti gue bakal pura-pura lupa kalau udah liat lo nangis." Lantas saja, Nada langsung kembali tersedu, tidak tahan dengan pahitnya kekecewaan itu. Nada mengingat seorang anak perempuan tadi yang terlihat berumur tiga atau empat tahun, itu artinya, selama itu juga Dion berselingkuh, Papanya mengkhianati Mamanya yang kini pasti sedang meringkuk di kamar, meratapi kekecewaan yang mendalam, meratapi retakan di setiap sudut hatinya. Nada tidak mau keluarganya hancur. Anak mana yang tidak bersedih jika ada masalah pada orang tuanya? Padahal, selama ini, Nada merasa sangat bahagia dengan mereka, kasih sayang dari kedua orangtuanya cukup harmonis menurutnya, tetapi, entah takdir apa yang menimpa keluarganya. Yang pasti, kenyataan itu belum bisa diterima akal sehatnya. "Tangan lo berdarah," ujar Hyunjin tiba-tiba. "Tunggu di sini, jangan kemana-mana." Hyunjin langsung kabur. Dia terlihat mengontel sepeda abu-abu. Nada mengusap pipinya. Dia mencoba mengatur napas dan berharap tangisnya akan berhenti. Melihat Hyunjin pergi seperti tadi, membuatnya semakin sedih, separuh dirinya berharap Hyunjin kembali lagi, menemani sedihnya, cukup malam ini saja. Tetapi separuh dirinya tidak menginginkan cowok itu kembali, mengganggu saja. Tidak sampai sepuluh menit, Hyunjin sudah kembali, membawa kotak p3k yang entah ia ambil dari mana. "Rumah gue di kompleks itu," ujar Hyunjim seraya membuka kotak tersebut. Ah, Nada salah paham. Dikiranya, Hyunjin telah mengikutinya malam ini. Ternyata, memang rumah pemuda itu dekat sini. "Kenapa bisa berdarah?" tanya Hyunjin yang kini tengah mengeluarkan betadine dari kotak tadi. Nada hanya diam. Tidak berniat menjawab pertanyaan cowok itu. Lagian, luka di telapak tangannya hanya sedikit, tidak banyak. "Pakai sendiri atau mau gue pakein?" tanya Hyunjin yang melihat Nada hanya diam saja dari tadi. Tanpa menjawab. Nada langsung merampas betadine serta plester luka dari tangan Hyunjin. Hyunjin langsung mengerti. Itu tandanya, Nada ingin mengobati lukanya sendiri. "Nggak mau pulang?" Hyunjin kembali berbicara. Belum sempat Nada menjawab, ponselnya tiba-tiba berdering. Panggilan dari Jaehyun Sibuk Surendra. Nada bahkan menambahkan nama tengah "sibuk" pada kontak Jaehyun. "Na, lo di mana? Kata Nino lo nggak pulang-pulang dari tadi," ujar Jaehyun di seberang sana dengan suaranya yang terdengar cemas. Nino, adik Nada yang masih kelas tiga SMP itu pasti sedang kebingungan di rumah, melihat Mamanya yang meringkuk dan tidak melihat kehadiran Kakaknya sama sekali, serta Papanya juga menghilang. "Gue di ... di mana ya ini?" Nada melihat sekeliling, dia bahkan lupa dan bingung dia sedang berada di mana. "Suara lo kok gitu, nangis ya?" tanya Jaehyun lagi. "Kirim lokasi, gue jemput." Nada mengangguk dan mematikan sambungan telepon. Mengirim lokasi pada Jaehyun. "Jaehyun?" tanya Hyunjin yang ternyata masih duduk di samping Nada. Nada hanya mengangguk. Tidak ingin berbicara banyak. Tenaganya habis terkuras tangisan tadi. "Mau gue antar pulang?" "Jaehyun bentar lagi jemput," jawab Nada. "Oh ... yaudah, gue temenin sampai Jaehyun datang." Nada diam saja. Tidak menolak niat baik Hyunjin, dirinya juga takut berada di tempat asing sendirian malam-malam begini. *** Sekitar lima belas menit, Hyunjin dan Nada hanya saling diam. Hyunjin pun tak berniat mengganggu Nada mengingat suasana hati cewek itu pasti sedang tidak baik. Jaehyun datang. "Na, malam-malam kok di sini sih? Nino nyariin mulu, kenapa nggak langsung nelepon lo aja sih tadi dia," ujar Jaehyun yang baru datang dengan scoopy cokelatnya. Dan ... seorang cewek di belakangnya. Ada getaran di hati Nada. Entah kenapa, bukan Jaehyun yang ini yang ia harapkan. "Rumah Findy deket sini, gue antar dia dulu ya, nanti gue ke sini lagi," ujar Jaehyun yang bahkan tidak menunggu jawaban dari Nada dulu. Dia bahkan tidak menyadari ada Hyunjin yang masih duduk di samping Nada. Jaehyun berlalu, mengantar cewek yang katanya bernama Findy tadi. Nada memejamkan matanya, mengatur napasnya yang terasa tidak beraturan. Rambut panjangnya tersapu angin berantakan. Hatinya sakit dua kali lipat hari ini. Jaehyun, Nada memang menyukai sahabatnya itu sejak dulu. Tetapi cowok sibuk itu tidak pernah menyadarinya. Jaehyun yang tadi bukan Jaehyun yang dia harapkan. Bukannya menanyakan kabar Nada yang terlihat buruk, tapi cowok itu malah seolah menyalahkan Nada, menyalahkan Nino kenapa mencari Nada melalui dirinya. Hal itu membuat Nada menyadari, kini waktunya tidak berharap pada cinta pertamanya itu. Cinta pertama pada laki-laki selain Papanya. Dua laki-laki kepercayaannya telah membuatnya kecewa hari ini. Dua laki-laki yang sama-sama menjadi cinta pertamanya telah mematahkan hatinya hari ini. Nada memijit pelipisnya. Begitu pelik harinya hari ini. Hyunjin tiba-tiba menarik lengan Nada untuk berdiri. "Apa, sih?!" seru Nada yang sedikit terperanjat. "Ayok. Gue antar pulang," ujar Hyunjin seraya merebut kunci motor dari tangan Nada. "Cepet naik," tambah Hyunjin yang sudah duduk di scoopy milik Nada. "Nanti lo pulangnya gimana?" "Nggak usah dipikirin. Cepet naik. Rumah lo di mana?" Malam ini, Hyunjin yang biasanya Nada lihat sebagai cowok nakal itu kini terlihat berbeda. Masih dengan gelagat dinginnya, Hyunjin mengendarai scoopy Nada membelah jalanan yang ramai. Dengan aroma rokok yang Nada benci melekat pada tubuh cowok itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD