[3] Bulan Madu

1972 Words
Sebagai pengantin baru tentu honeymoon adalah liburan yang paling aku nantikan. Tapi, jika saja waktu bisa diputar. Mungkin aku sedari awal sudah mengetahui tentang mas Adi yang sebenarnya… - Sarah - * * * * * Sarah turun dari lantai dua dengan baju berwarna salem, lengkap dengan jilbabnya yang berwarna senada. Ia menatap Adi yang sudah menanti di bawah tangga melihat ke arahnya dengan penuh senyum. “Sudah siap?” tanya Adi. Sarah menganggukan kepalanya. “Ayo mas,” ajak Sarah. Adi meraih tangan Sarah dan ia genggam tangan mungil itu kemudian mereka berjalan bersama ke arah pintu. “Sudah tidak ada yang ketinggalan, kan?” tanya Adi. Sarah menggelengkan kepalanya. “Semuanya sudah siap. Tiket pesawat ada di aku ya, mas,” ujar Sarah. “Oke deh,” ujar Adi. Adi dan Sarah keluar dari rumah itu dan menatap langit Jakarta yang cerah hingga menyilaukan mata mereka. “Jakarta kapan hujan ya,” ujar Sarah. “Mas, Bali sepanas Jakarta gak sih?” tanya Sarah. Adi menatap Sarah, “Nanti kamu akan tahu dengan sendirinya sayang,” ujar Adi. Adi mulai memasukkan koper mereka ke dalam mobil yang akan mereka gunakan ke bandara. “Kita jemput Mama dulu atau langsung?” tanya Sarah. “Mas udah pesankan taksi untuk Mama, Ibu dan Bapak. Jadi kita ketemuan di Bandara aja sayang,” jelas mas Adi. Sarah hanya menganggukan kepalanya patuh. Mereka pun masuk ke dalam mobil, tak lupa Adi membukakan pintu untuk istrinya lalu ikut masuk ke dalam mobil melalui pintu lainnya. “Selalu pakai seat belt sayang,” ucap Adi kemudian memasangkan seat belt milik Sarah. “Oh iya, aku selalu lupa,” ujar Sarah. “Udah siap?” tanya Adi memastikan. “Ayo kita jalan,” jawab Sarah. Adi pun menyalakan mobil dan melajukan mobil itu meninggalkan pekarangan rumah mereka. * * * * * Setibanya di bandara, Adi dan Sarah langsung menunggu kedatangan orang tua mereka masing-masing di sebuah lounge. “Kamu haus?” tanya Adi pada istrinya. Sarah pun membalasnya dengan anggukan kepala. “Aku ambilkan minum ya.” Tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Adi bangkit dari duduknya dan mengambilkan segelas minuman untuk Sarah. “Ini,” ujar Adi sembari memberikan air yang ia ambil ke hadapan Sarah. “Makasih mas,” ujar Sarah kemudian mengambil gelas itu dan meminumnya. Dalam sekali teguk minuman itu sudah habis diminum Sarah. “Mau aku ambilkan lagi?” tanya Adi dan tangannya pun tergerak untuk meraih gelas yang tadi dipakai Sarah. Sarah pun menahan lengan Adi, “Tidak usah mas, sudah cukup kok,” jawab Sarah. Adi pun hanya menatap Sarah. Tak berapa lama kemudian, Mama datang bersama dengan Ibu dan Bapak. Sarah dan Adi pun bangkit dari duduk mereka dan salim dengan ketiga orang yang baru saja tiba. “Macet ya?” tanya Sarah pada Ibunya. “Sedikit. Kalian gak terlambat nunggu kami datang?” tanya Ibu. “Masih ada waktu kok,” jawab Sarah. “Jaga diri kalian baik-baik di sana ya,” sahut Mama. “Iya, Ma. Pasti kok,” jawab Adi. Adi melirik jam tangan yang melingkar di pergelang tangan kanannya. “Sar, sudah waktunya check in,” ujar Adi. “Loh? Tapi kan kita baru aja bertemu Ibu, Bapak dan Mama,” ujar Sarah seolah tak terima ia harus sudah masuk meninggalkan mereka. “Sudah gak apa. Kalian masuk sana, nanti ketinggalan pesawat loh. Kita masih bisa bertemu sepulang kalian honeymoon kan,” ujar Ibu. Ibu mengusap bahu Sarah lembut seolah mengatakan bahwa mereka tidak apa-apa. Sarah merogoh tas nya dan mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dari tas nya kemudian ia sampirkan pada tangan sang Ibu. “Bu, pakai uang ini untuk makan bersama Bapak dan Mama, ya. Sarah yakin kalian tidak sempat makan,” ujar Sarah. “Eh, gak usah, Nak. Ini untuk bekalmu di Bali,” jawab Ibu. “Udah, gak apa-apa kok, Bu,” jawab Sarah. Sarah segera menarik kopernya kemudian bersalaman dengan kedua orang tua serta mertuanya, diikuti dengan Adi yang salim pada mereka bertiga. “Hati-hati ya, Sar,” ujar Mama. “Tolong jaga Sarah baik-baik,” sambung Mama. Adi pun meraih tangan Sarah dan dituntunnya tangan wanita itu mengikuti langkahnya. Mereka pergi meninggalkan lounge dan segera masuk ke dalam untuk check in. * * * * * Suasana kota Bali yang panas, cerah dengan angin sejuk membuat Sarah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pulau yang ketenarannya terkenal hingga mancanegara. Turis mana yang tidak tahu mengenai pulau ini? Sarah berjalan beriringan dengan suaminya di bandara dengan satu tangannya yang menarik koper sedangkan tangan lainnya bergandengan dengan Adi. “Kita langsung ke hotel dulu saja, ya. Nanti malam kita keluar, sekalian cari makan malam. Gimana?” tanya Adi. Sarah menganggukan kepalanya, “Boleh tuh, mas,” jawab Sarah. Adi menarik Sarah menuju bagian depan Bandara kemudian menghentikkan kendaraan roda empat umum untuk mengantarkan mereka ke hotel yang sudah Adi pesan untuk mereka berdua. Tak perlu menunggu waktu lama, Adi pun berhasil mendapatkan mobil yang bersedia mengantarkan mereka ke hotel. “Sudah semua, Pak?” tanya supir tersebut. “Sudah., Pak,” jawab Adi. Mendengar jawaban Adi, supir tersebut membukakan pintu dan mempersilahkan pasangan suami istri itu masuk ke dalam mobil. Setelah Adi dan Sarah masuk ke dalam mobil, supir itu masuk dan duduk di kursi depan. Mobil yang mereka tumpangi melaju meninggalkan area bandara. Membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai ke hotel dari Bandara Ngurah Rai. Selama perjalanan Sarah tertidur di bahu Adi. Sepertinya perjalanan dari Jakarta menuju Bali cukup melelahkan bagi Sarah. Sedangkan Adi berjaga sembari mengarahkan jalan bagi sang supir menuju hotel tujuan. Setelah mereka menemukan hotel yang dimaksud oleh Adi, perlahan Adi pun mulai menyadarkan Sarah dari mimpinya. “Sar,” panggil Adi lembut. Tak ada jawaban dari Sarah. “Sar,” panggil Adi lagi sembari mengusap kepala Sarah yang masih bersender pada bahunya. “Eung,” lenguh Sarah ketika merasa terusik dengan tidurnya. “Sudah sampai,” ujar Adi. Supir yang membawa mereka sudah keluar mobil sedari mereka tiba di lobby hotel untuk mengeluarkan barang-barang dari bagasi. Sarah mengerjapkan matanya dan melihat kea rah luar dari mobil. “Ini hotelnya?” tanya Sarah. “Iya sayang, turun yuk,” ajak Adi sembari meraih tangan Sarah. Sarah pun menggeserkan tubuhnya mengikuti Adi dan keluar dari mobil itu. Tak lupa, Adi membayar biaya angkutan itu untuk perjalanan dari Bandara Ngurah Rai menuju hotel. Setelah mendapatkan bayaran atas jasanya, supir itu kembali masuk ke dalam mobil. “Terima kasih, ya, Pak,” ujar supir itu. Sarah masih sibuk mengedarkan pandangannya. Hotel ini benar-benar memiliki nuansa khas Bali. Di pintu masuk terdapat dua buah patung yang bertengger di setiap sisi pintu. Patung itu cukup besar, memiliki mata yang hampir keluar dan berwarna hitam ditambah taring yang menyembul dari mulut. Benar-benar nuansa khas Bali. Batin Sarah. Seorang petugas hotel dengan pakaian berwarna beige lengkap dengan topi bercorak kotak-kotak hitam putih datang dengan sebuah troli untuk mengangkut koper Adi dan Sarah. “Ada yang bisa saya bantu?” ujar pria dengan nama hotel yang tercetak di d**a kiri seragam yang ia kenakan. “Oh boleh,” ujar Adi sembari memberikan koper berukuran besar yang mereka bawa. Tanpa menunggu aba-aba, pria itu mengambil koper dari tangan Adi dan meletakannya di atas troli kemudian berjalan masuk ke dalam hotel, diikuti dengan Sarah dan Adi di belakangnya. “Resepsionisnya di sebelah sana,” ujar pria itu sembari menunjuk ke arah meja yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Adi melihat sebuah sofa yang dekat dengan meja resepsionis. “Kamu mau duduk di sana dulu?” ujarAdi sembari menunjuk sofa itu. “Ah gak usah, mas. Aku disini saja. Check in-nya ga akan lama, kan?” tanya  Sarah. “Enggak sih. Yaudah kalau gitu aku check in dulu ya,” ujar Adi. Adi berjalan ke arah meja resepsionis. Sarah bisa melihat Adi tampak mudah berbaur dengan resepsionis wanita itu. Setelah asik bercengkrama Adi kembali dengan sebuah kartu di tangannya sebagai kunci masuk ruangan mereka. “Kita di kamar 704,” ujar Adi. Adi pun meraih tangan Sarah dan berjalan menuju lift. Di belakang mereka sudah ada sang petugas hotel yang membawakan koper mereka dan kali ini tidak menggunakan troli besar yang tadi digunakan untuk mengangkut koper mereka sebelumnya. Adi menekan tombol lift ke arah atas. Ting! Suara khas lift pun terdengar. Pintu itu terbuka dan menampakkan seorang wanita paruh baya yang berdiri di dalam lift. Adi menahan tombol lift agar pintu tetap terbuka. Wanita itu berjalan cukup lama hingga Sarah melepaskan gandengan tangannya dengan Adi dan memilih membantu wanita patuh baya yang kini postur tubuhnya sudah membungkuk itu. Wanita itu pun berjalan ke luar lift, dan ketika ia berpapasan dengan Adi, ia melihat pria itu sejenak kemudian melihat ke arah Sarah. Raut wajahnya berubah seketika. Matanya membesar dan mulutnya terbuka lebar. “Kenapa., Bu?” tanya Sarah khawatir. Wanita itu tak menjawab. Ia hanya melihat ke arah Sarah sembari menunjuk wajah Adi. “Bu?” panggil si petugas hotel. Wanita itu tak merspon. Merasa canggung, sang petugas hotel pun mempersilahkan Adi dan Sarah lebih dulu naik ke lantai 7. “Maaf Pak, sepertinya Bapak dan Ibu duluan saja ke lantai 7. Nanti akan saya antarkan barang bawaannya,” ujar pria itu sembari memegang bahu wanita paruh baya yang hingga kini masih menunjuk ke arah Adi. Adi yang melihat itu tampak keheranan. Ia pun menyetujui saran yang diberikan oleh petugas hotel dan menarik lengan Sarah lalu masuk ke dalam lift. Adi pun menutup pintu lift. Meski tubuh Adi sudah tergerak masuk ke dalam lift, nyatanya wanita itu tetap menunjuk ke arah Adi. Entah apa yang wanita itu lihat dan apa yang wanita itu maksud, hanyalah petugas hotel dan wanita itu yang tau. “Mas, kok Ibu tadi aneh sekali ya?” tanya Sarah memulai pembicaraan ketika pintu lift berhasil tertutup dan kini hanya menyisakan Adi dan Sarah di dalam lift. “Entahlah. Mungkin dia melihat sesuatu,” ujar Adi. Ting! Pintu lift pun terbuka. Menampakkan lantai baru dan tertulis di seberang mereka ‘lantai tujuh’. Sarah dan Adi berjalan mengikuti panah yang ditunjukkan ketika merka keluar dari lift. Tak jauh dari lift, mereka sudah tiba di kamar 704. Adi memasukkan kartu yang ia pegang ke dalam slot kartu dan tanda merah pada pintu berubah menjadi biru, menandakan bahwa kunci sudah terbuka. Sarah dan Adi pun masuk ke dalam. “Wah, besar banget, mas,” ujar Sarah ketika melihat penampakan ruang kamar yang dipesan oleh Adi untuk mereka. Adi yang mendengarnya hanya tersenyum. Sarah langsung berlari ke arah jendela dan melihat pemandangan yang  bisa ia lihat dari atas sana. “Kamu suka?” tanya Adi. Sarah hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum. Sedangkan matanya sibuk menatap laut berwarna biru yang ada di depan matanya. “Syukurlah kalau kamu menyukainya,” ujar Adi. Ting tong! Suara bel kamar mereka terdengar dengan begitu jelas. Adi pun meninggalkan Sarah yang masih menatap pemandangan berwarna biru itu. Adi membuka pintu itu dan tampaklah seorang petugas hotel yang tadi membawa kopernya. “Ini kopernya, Pak. Maaf saya lama,” ujar petugas hotel itu. “Ah iya tidak apa-apa, ini tip nya,” ujar Adi sembari memberikan uang pada petugas hotel itu. Seolah mengerti dan sudah terbiasa. Petugas hotel itu hanya tersenyum, sedangkan Adi memasukkan koper mereka ke kamar kemudian menutup pintu kamar. “Siapa, mas?” tanya Sarah ketika ia melihat Adi baru saja menutup pintu kamar. “Oh ini, orang yang anterin koper kita,” ujar Adi. Sarah melihat ke arah koper yang tampak familiar di matanya, kemudian ia menganggukan kepalanya. “Oh ya, mas. Aku mau mandi duluan boleh? Rasanya panas banget dan badanku lengket sama keringat,” ujar Sarah. “Iya sayang, silahkan,” jawab Adi. Sarah pun berjalan ke arah kamar mandi dan menutup pintu itu. Tak berapa lama setelah Sarah masuk, terdengar suara gemericik air, menandakan bahwa Sarah sudah mulai membasuh tubuhnya dengan air.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD