Pagi ini suasana sangat panas. Matahari seakan berada diatas kepala. Keringat sudah bercucuran akibat terus berdiri ditengah lapangan.
"Ishhh..., ini kapan selesainya sih? Ceramah mulu. Tuh bibirnya gak capek apa?" Gerutu Vera sambil mengibas-ngibaskan tangannya keudara. Telinganya seakan berdenyut sakit ketika mendengar ocehan yang tidak kian berhenti.
"Woy Sya, Lo ngerasa kepanasan gak sih?" Tanya Vera kepada Gesya yang masih tegak berdiri walau sedikit ogah-ogahan.
"Yaiyalah, lo gak lihat apa tuh matahari terik banget. Serasa ingin pecah kepala gue gara-gara kepanasan" Kesal Gesya kepada Vera yang sok-sok'an nanya panas atau gak kepada dirinya. Emang Vera kira hanya dia yang kepanasan. Dirinya juga kalik. Geram Gesya sambil memutar kedua bola matanya malas.
"Heee..., kirain lo gak gitu." Cengir Vera tanpa rasa bersalah. Rambut panjangnya yang terurai indah jadi lepek terkena keringat.
"Qi, lo kepanasan gak?" Tanya Vera kepada Qiana sambil menarik-narik ujung baju seragam gadis manis itu.
"Berisik lo. Jelas panas lah. Gak lihat apa lo baju gue sampai basah gini." Sinis Qiana sambil berdecak sebal.
"Njir..., tuh orang bibirnya gak capek apa ngomong terus." Cibir Vera sambil memutar kedua bola matanya malas.
Dibarisan para cowok juga terdengar sangat berisik. Terkecuali Adendra dan Raka. Kedua cowok itu sibuk mengelap keringat mereka masing-masing.
"Ndra, lo kepanasan gak?" Tanya Raka kepada Adendra yang sibuk mengelap keringat di dahinya.
"Gak, gue kedinginan." Jawab Adendra sambil menoleh kebelakang, tepatnya kearah Raka.
"Udah tahu panas pakai nanya." Lanjut Adendra sambil berdecak kesal.
"Siapa tahu gitu lo gak kepanasan." Canda Raka sambil terkekeh pelan.
"b**o dipelihara, ya kayak lo itu tolol." Cibir Adendra dengan sadis. Adendra menoyor kepala Raka sampai hampir terjungkal kebelakang.
"Sakit ogeb." Sungut Raka. Dia menatap mata Adendra tajam.
"Ndra!" Panggil Raka kepada Adendra yang berdiri didepannya.
"Apaansih," Balas Adendra lirih. Kalau sampai dia ketahuan sama tuh kepala sekolah, bisa hancur nilai sikap Adendra.
"Neraka bocor kalik ya? Kok panas banget." Cerocos Raka tanpa berfikir dulu. Cowok itu menerawang keatas. Seakan tengah membayangkan sesuatu.
"Iya, rumah lo bocor kalik yak." Balas Adendra sambil mengelap keringatnya yang terus menetes. Farfum mahalnya sekarang sudah hilang tergantikan oleh keringat.
"Ye, gue itu penghuni surga. Rumah lo kalik Ndra." Bela Raka dengan tidak terima. Adendra memutar kedua bola matanya malas.
"Alah, ciri-ciri orang kayak lo masuk surga, gue gak yakin" Sinis Adendra sambil menggelengkan kepalanya pelan. Mereka berdua terus berdebat.
"Apa yang buat lo gak yakin kalau rumah gue kelak adalah surga?" Tanya Raka sok polos.
"Sholat aja jarang, sukanya balapan, minum-minuman, terus parahnya lagi suka gonta-ganti cewek, Alias play boy cap ikan kakap. Kayak gitu mau masuk surga, mau masuk surga jalur mana Lo?" Jelas Adendra sambil menahan tawanya. Raka mendengus kesal.
"Lah, Njir lo ya!" Umpat Raka tidak terima. Adendra kira manusia berdosa itu tidak bisa masuk surga, Mereka juga bisa bertobat kalik.
"Denger ya Ka, Kalau orang model kayak lo yang sukanya bikin masalah masuk surga, terus penghuni neraka itu nanti kayak gimana?" Tanya Adendra. Entahlah, Raka tidak tahu lagi. Kalimat yang Adendra ucapkan barusan adalah hinaan atau pujian untuknya.
"Yang kayak lo." Jawab Raka cepat sambil menunjuk wajah Adendra dengan jarinya.
"Apa bedanya lo sama gue hah?" Geram Raka terlalu keras.
"Diam kalian, berisik!!" Sentak Revan sampai mengundang perhatian banyak orang.
"Sekian dari saya, mohon maaf jika saya terlalu banyak bicara. Kalian boleh bubar." Setelah Pak Santoso, kepala sekolah menginjinkan untuk bubar, Semua murid berlarian pergi. Ada yang ke kantin, ke kelas, ataupun ke taman.
Langit sudah mulai menghitam. Bukan, bukan karena sebentar lagi peran matahari akan tergantikan oleh bulan. Langit terlihat menggelap dikarenakan mendung. Sepertinya sebentar lagi kota jakarta akan diguyur hujan deras. Sekarang sekolah SMA 2 jakarta sudah sepi. Karena semua siswa maupun siswi sudah pulang kerumahnya masing-masing. Mungkin tinggal anak exskul basket yang masih ada diarea sekolah. Karena masih ada latihan untuk tanding besok dengan anak SMA Garuda Merah.
Tit..., tit......
Suara klakson motor yang berhenti di depannya membuat lamunan Qiana buyar. Dia sangat terkejut. Hingga reflek memegang dadanya.
"Ngapain disini sendirian?" Tanya Raka yang bingung dengan masih adanya Qiana di sekolah ini. Bukankah bel pulang sekolah sudah berbunyi 1 jam yang lalu?
"Eh lo, Ka. Lagi nungguin kakak gue." Cengir Qiana.
"Haaa...., kakak lo mana sempet jemput lo. Diakan aktor terkenal. Pasti masih sibuk lah dilokasi syuting." Balas Raka sambil tertawa didepan Qiana.
"Pulang bareng gue aja, gak baik cewek berdiri sendirian disini. Toh sekolah udah sepi. Apalagi ini bentar lagi hujan." Tawar Adendra sambil tersenyum ramah.
"Sebelumnya makasih atas tawaran tumpangannya. Takut nanti gue di marahin Vera gara-gara ngebonceng cowoknya." Canda Qiana kepada Raka. Keduanya tertawa bersama.
"Haaaa...., lo kan sahabatnya. Mana mungkin dia marahin lo." Balas Raka sambil terkekeh pelan.
"Sebelumnya makasih, tapi gue nunggu kakak gue aja." Tolak Qiana dengan nada halus. Bagaimanapun dia tidak enak dengan Vera, jika sampai sahabatnya itu melihatnya bersama Raka, pasti nanti Vera salah paham.
"Oke, kalau gitu gue pulang dulu." Pamit Raka sambil tersenyum tipis. Suara mesin motor cowok itu kian menjauh.
Tidak berselang lama setelah Raka pergi, Arga, Rafa, dan Chiko menghampiri Qiana.
"Hay cewek, kenapa belum pulang?" Sapa Arga sok ramah. Jujur, Qiana tidak suka dengan Arga.
"Nungguin kakak gue." Jawab Qiana, cuek.
"Bareng gue aja." Tawar Arga kepada Qiana.
"Ga, gue pulang dulu." Pamit Rafa kepada Arga. Dan tanpa menunggu jawaban Arga, Rafa langsung pergi.
"Gue juga pamit, Ga." Tambah Chiko yang langsung menancap gas motornya.
Sedangkan Arga hanya menganggukan kepalanya saja. Tanpa berniat membalas panutan kedua sahabatnya.
"Gimana Qi? Mau atau gak pulang bareng gue?" Tanya Arga untuk yang kedua kalinya.
"Gak, makasih." Tolak Qiana, lembut.
"Yakin?" Tanya Arga memastikan. Siapa tahu dia salah dengar.
"Hemmm....." Dehem Qiana dengan nada malas.
"Oke, gue pergi dulu" Selepas Arga pergi, Qiana langsung mengirim pesan singkat kepada Ken, kakaknya.
WhatsApp!
Qiana Bramasta.
Udah sampai mana kamu kak?
Kenzo Bramasta.
Maaf ya dek, kakak gak bisa jemput kamu. Karena lagi sibuk hafalin naskah.
Read
"Aduh, gimananih gue pulangnya? Dasar kakak laknat." Kesal Qiana sambil menghentak-hentakkan kakinya.
"Awas aja kalau udah sampai rumah. Aku ratain muka dia." Runtuk Qianabsambil mencibikkan bibirnya lucu.
"Gak usah ngedumel kayak gitu. Kayak orang gila ngomong sendiri." Sahut seorang cowok dari arah depan.
"Ngapain lo disini?" Tanya Qiana kepada cowok tampan di depannya.
"Piknik." Cowok itu membalasnya dengan malas.
"Dasar gila." Desis Qiana pelan. Sayangnya cowok itu masih mendengarnya.
"Gue denger bodoh." Cibir cowok itu sambil tersenyum miring.
"Revan..." Geram Qiana, marah. Iya, cowok yang bicara kepada Qiana tadi adalah Revan.
"Cakep." Balas Revan sambil menaikkan sedikit ujung bibirnya.
"Idih..., jijik." Qiana berkidik geli ketika dia mendengar balasan Revan.
"Lo mau pulang bareng gue gak?" Tanya Revan kepada Qiana. Cewek itu sedang melipat kedua tangannya marah.
"Gak!!" Tolak Qiana lantang.
"Yaudah. Awas, bentar lagi hujan." Setelah Revan berbicara seperti itu, diapun langsung menghidupkan mesin motornya.
"Revan tunggu. Gue ikut." Rengek Qiana kepada Revan.
"Terserah lo." Balas Revan, acuh.