"Ngapain disini, Rev?" Tanya Qiana. Iya, orang yang menabrak Qiana tadi adalah Revan.
"Beli minuman. Haus, habis joging." Jawab Revan sekenanya. Matanya fokus menatap anak kecil yang sedang meminum s**u disamping Qiana.
"Dia siapa?" Tunjuk Revan kepada anak kecil yang berada di samping Qiana. Revan berjongkok di depan anak vino. Tangannya mengusap lembut rambut Vino.
"Dia Vino, keponakan teman kak Ken. Vino kenalin, dia bang Revan, teman kakak."
"Hallo bang Revan," Sapa Vino dengan logatnya yang kurang jelas. Hingga hal itu membuat Revan tertawa pelan.
"Manis juga Revan kalau sedang ketawa." Batin Qiana berkata. Matanya menatap bola mata Revan dalam.
"Qiana,"
"Qi,"
"Hallo," Sudah beberapa kali Revan memanggil Qiana, tapi tidak kunjung mendapat respon dari Qiana.
"Qi," Panggil Revan sekali lagi. Tangannya memegang pundak Qiana bermaksud menyadarkan gadis didepannya.
"Eh, ada apa Rev?" Tanya Qiana, terkejut.
"Gak apa-apa. Lo tadi ngalamun." Jawab Revan, menjelaskan. Sebenarnya Revan sangatlah bingung. Jika didepan semua orang sikapnya sangatlah cuek, jutek, dan mungkin tegas, Tapi entah kenapa kalau didepan Qiana dirinya seakan jadi pribadi yang berbeda.
"Heee...., masa sih?" Qiana menggigit bibir bawahnya dengan gugup.
"Iya, lo tadi kayak batu, Diam aja." Gurau Revan sambil tersenyum tipis.
Senyuman singkat Revan mampu membuat jantung Qiana hampir loncat dari tempatnya.
"Kak Qiana, aku lapar." Rengek Vino sambil menangis histeris.
"Cup, cup, aduh kasihannya keponakan kakak. Lapar ya? Yaudah ayo pulang. Rumah kakak tidak jauh kok dari sini." Ajak Qiana sambil mengusap lembut pipi Vino. Ajaibnya, bocah kecil itu langsung berhenti menangis.
"Gendong," Rengek Vino sambil merentangkan kedua tangannya keatas. Dia menatap Qiana dengan tatapan memohon.
Emang dasarnya Qiana itu suka sama anak kecil, jadi dia tidak mempermasalahkan hal itu.
"Vino, minta gendong sama abang aja ya? kasihan Kak Qiana kalau gendong kamu." Bujuk Revan sambil mengusap pipi chabby milik bocah laki-laki didepannya.
"Vino gak berat kok bang. Tapi di gendong bang Revan juga gak apa-apa deh." Balas Vino dengan menggemaskan. Bocah kecil itu menatap Revan dengan senyum mengembang.
"Yaudah, sini naik keatas punggung abang." Suruh Revan sambil membimbing Vino naik keatas punggungnya.
"Kak Qiana, bantu." Pinta Vino kepada Qiana sambil loncat-loncat. Lagi-lagi Vino memanyunkan bibirnya karena tidak bisa naik keatas punggung Revan.
"Jangan loncat-loncat dong sayang, nanti jatuh." Tegur Qiana yang sedang menasehati Vino. Dia membantu Vino naik keatas punggung Revan.
Saat ini Qiana, Revan dan Vino sedang perjalanan pulang. Banyak orang yang menatap mereka iri.
"Aduh, cowoknya ganteng banget."
"Anaknya lucu banget. Gemesin."
"Ceweknya aduh, gak nahan. Cantik banget."
"Ih...., gue jadi iri. Pengen deh punya keluarga kecil kayak gitu."
"Kapan gue bisa kayak gitu?"
"Romantis banget sih mereka."
"Itu pasti nikah muda."
"Sayang, kapan kamu nikahin aku?"
"Sabar ya, yank. Entar kalau kita udah lulus sekolah aku nikahin kamu kok."
Begitulah coletehan-coletehan orang-orang yang iri dengan kemesraan dan kehangatan Revan, Vino, serta Qiana. Mungkin mereka kira Qiana dan Revan adalah suami istri. Sedangkan Vino adalah anak mereka.
"Udah sampai. Vino, turun sayang. Kasihan bang Revan, dia pasti capek gendong kamu." Suruh Qiana dengan nada lembut. Vino menurut tanpa membantah sedikitpun.
"Mau mampir gak, Rev?" tawar Qiana kepada Revan. Namun hanya dijawab gelengan kepala oleh Revan.
"Mungkin lain kali." Revan menjawabnya setelah sedikit lama terdiam.
"Gue pamit pulang dulu." Lanjutnya lalu melangkah pergi.
"Assalammualaikum, Ma, Pa!!" Seru Qiana sambil masuk kedalam rumahnya.
"Loh, kakak udah pulang? Mama sama papa mana?" Tanya Qiana kepada kakaknya yang sedang makan.
"Mama sama papa pergi kerumah tante Siska." Jawab Ken sambil memakan pasta kesukaannya.
"Om Ken, Vino mau pastanya." Rengek Vino, manja.
"Sini Om suapin." Vino mendekat kearah Ken, lalu dia duduk di pangkuannya.
"Kak, aku ke kamar dulu." Pamit Qiana sambil mengelap keringatnya menggunakan handuk kecil yang ada dilehernya.
Tok...., Tok
Suara pintu diketuk sedikit keras. Padahal seingat Qiana rumahnya memiliki bel pintu.
Ken dan Qiana sangat terusik. Apalagi Vino, bocah kecil itu sampai menghela nafas kasar untuk menyalurkan emosinya.
"Dek, buka dulu sana pintunya." Suruh Ken kepada Qiana yang sedang tidur di pangkuannya.
"Ishhh..., yaudah deh." Pasrah Qiana. Kaki jenjangnya melangkah menuju pintu utama. Ingin sekali dia memaki orang yang sedang bertamu ke rumahnya pagi ini.
"Ini rumah kediaman keluarga bramasta bukan?" Tanya perempuan yang usianya kira-kira 25 tahun kepada Qiana. Perempuan itu sangat anggun dan berparas cantik.
"Iya tan. Eh, kak. Anu...." Jawab Qiana bingung. Dia menggaruk tengkuknya sendiri karena malu.
"Panggil saya kak Iren saja. Kenalin, saya kakaknya Klara. Kedatangan saya kesini mau menjemput Vino anak saya" Jelas Iren kepada Qiana.
"Oh Mamanya Vino, masuk dulu kak Iren. Mau minum apa?" Tanya Qiana lembut. Dia mempersilahkan Iren masuk kedalam rumahnya.
"Gak usah repot-repot, dek. Saya mau langsung pulang. Karena sudah ditunggu suami saya. Hari ini saya sekeluarga ingin pergi ke rumah neneknya Vino." Tolak Irena. Dia menjelaskan kepada Qiana dengan intonasi halus.
"Oh gitu ya kak. Bentar, aku panggilin Vino dulu." Balas Qiana, sambil tersenyum manis kepada Irena.
"Vino, turun sayang. Kamu udah dijemput sama mama kamu." Seru Qiana dari ruang tamu.
"Mama...!!" Seru Vino yang baru saja turun dari tangga bersama Ken. Bocah kecil itu berlari menghambur kedalam pelukan hangat mamanya.
"Kita pulang ya sayang?" Tanya Iren sambil mengusap lembut pipi anaknya.
"Pamit dulu sama kakak. Kakak berdua ini siapa namanya?" Sangking terburu-burunya ingin pergi ke rumah neneknya Vino, Iren sampai lupa bertanya nama kedua remaja didepannya.
"Nama aku Qiana kak. Ini kakakku, Kenzo." Jawab Qiana, memperkenalkan diri. Dia melirik kakaknya yang berdiri tidak jauh darinya.
"Kenzo? Bukannya dia aktor yang namanya baru naik daun itu ya?" Tanya Irena dengan semangat. Dia sangat senang bertemu aktor muda idolanya.
"Iya, kak." Jawab Kenzo tidak kalah ramahnya. Kenzo tersenyum malu. Sebegitu terkenalkah dirinya? Hingga semua orang tahu siapa namanya.
"Saya fens kamu loh, btw saya sama Vino pulang dulu. Vino pamit sama kak Ken dan kak Qiana dulu." Suruh Irena kepada Vino yang sedang menunduk.
"Makasih Om Ken, kak Qiana. Udah baik sama Vino. Vino pulang dulu." Pamit Vino sambil melambaikan tangannya kearah Ken dan Qiana.
Setelah Vino dan Irena pergi, Ken kembali masuk kedalam kamarnya. Lalu dia keluar lagi dengan menggunakan kaos hitam, jaket, dan celana hitam sobek-sobek. Tidak lupa topi untuk menutupi identitasnya sebagai aktor.
"Mau kemana kamu kak?" Tanya Qiana kepada Kakaknya. Dia melihat penampilan Ken dari ujung kaki sampai ujung rambut.
"Keren." Gumam Qiana lirih. Baru sadar dia kalau kakaknya ganteng dan keren.
"Jalan-jalan. Kakak pergi dulu. Bay adik kakak yang manis. Jaga rumah ya," Pesan Ken kepada Qiana.
Qiana menggeram kesal. Nasib jomblo emang gak enak. Saat yang lainnya pergi ngedate dia harus jaga rumah. Jika saja dia punya pacar, dia bersumpah, dia akan menelepon pacarnya dan mengajaknya treveling keseluruh dunia.