Jaka kembali menyenderkan bahunya ke sandaran kursi. Menutup kedua kelopak matanya. Menikmati sisa kantuk yang sedikit bergelayut. Usai menyatukan tubuh aslinya dengan sukmanya, Jaka perlu mengembalikan tenaganya sebentar.
Di sebelahnya ada Ifander, Dokter sekaligus sepupunya yang menjadi dokter. Menyetir santai di setelah menjemput Jaka di stasiun
“Eh Jak, Mami gue nanyain gue gak?” Tanya Ifan yang membelokkan mobilnya kea rah perumahan
“Gak ada, udah gue akalin” jawab Jaka
“Tapi, gue masih di telpon aja terus. Mana habis ngoperasi lagi” dumel Ifan
“Bentar lu akalin gimana?” Tanya Ifan curiga
“Yah gue bilang elu lagi proses pengejaran calon mantu buat Tante Rahmi” jawab Jaka yang sudah kembali segar meski perutnya terasa lapar
“Dih sama aja dong!? Apaan tadi mantu? Ngawur lu” kesal Ifan dan hampir melepaskan kendali kemudinya
“Eh fokus nyetir dong,” ketus Jaka yang membuat Ifan meliriknya sengit
“Cari sarapan bentar, gue laper” ujar Jaka yang kembali menyamankan diri di sandaran kursi
Terdengar decakan malas dari Ifan. Namun, tak urung ia kembali melajutakan mobilnya ke jalanan besar untuk mampir ke warung makan.
Tidak berapa lama, mobil yang dikendarai Ifan berhenti tidak jauh dari kerumunan orang mengantre sebuah gerobak yang menjual sarapan.
Jaka membuka sudut mata kirinya dan melihat kerumunan orang di depannya.
“Dah sampai, buruan turun. Gue pesenin sekalian aja” ujar Ifan yang sudah keluar dari mobil
Jaka hanya menghela napas dan kembali menutup kedua kelopak matanya. Dia harus menstabilkan tenaga dalamnya sebentar.
Cukup lama Jaka berkonsentrasi hingga suara berisik di sampingnya membuat ia membuka kelopak matanya. Melirik dan menemukan tubuh karyawannya terhimpit orang yang mengantre. Jaka melihat kerumunan yang bahkan semakin banyak.
Berdecak sebentar dan merogoh sakunya mencari benda pipih persegi. Dan nihil ia tidak menemukannya. Menghembuskan napasnya sebentar, tak lama dua bayangan mirip dirinya muncul. Saling tatap sebentar dan keluar mobil.
Sedangkan Jaka kembali memejamkan kedua kelopak matanya. Menikmati kesunyian di dalam mobil.
Lima belas menit kemudian, ia melihat Ifan membawa satu kantong kresek putih diikuti Jaka yang mengikuti dari belakang dengan topi hitam yang menutupi kepala dan sebagian wajahnya.
“Lah beneran ternyata potongan lu yang nyusul gue” celetuk Ifan yang baru membuka mobil dan menemukan Jaka anteng di bangku penumpang
Saat Ifan berbalik, bayangan Jaka sudah menghilang.
“Kelamaan lu ngantrenya” gumam Jaka
“Bentar Jak, bukannya itu elu ya?” tunjuk Ifan pada Jaka yang lain di bawah pohon mangga
Jaka melirik Ifan dan menengadahkan tangannya
“Mana sarapan gue?”
“Ck!? Ngalihin pembicaraan lagi. Nih” ucap Ifan memberikan sekotak nasi rames lengkap ke tangan Jaka
Ifan yang masih penasaran, keluar dari mobil dan menghampiri Jaka yang lain tengah berdiri di samping seorang gadis berkacamata dan terlihat kikuk di sebalah Jaka
…
“Eh Jak, beneran tadi cuman karyawan biasa di tempat elu?” Tanya Ifan begitu mereka masuk ke rumah yang di tinggali Jaka
“Hn”
“Tapi, gue ngrasa ada yang beda di diri siapa ya namanya gue lupa? Na… apa ya?”
“Nana”
“Nah itu, orangnya sama namanya sama-sama imut. Duh kalau elu gak suka gue mau maju deh. Kan kata lu gue proses ngejar mantu. Bisa nih sama Nana” ucap Ifan sambil lalu
Namun, baru sekejap Ifan sudah di pojokkan oleh Jaka di tembok terdekat
Ifan hampir tercekik oleh lengan Jaka. Ia sampai kesulitan bernapas dan menepuk lengan Jaka yang menghimpit lehernya
“Gila ya lu!!” pekik Ifan marah yang terbatuk-batuk
Jaka hanya melengos dan masuk ke dapur mengambil minum. Ifan hanya mendengus sebal dan berlalu ke sofa depan televisi
“Ambilin minum sekalian” teriak Ifan
Tak ada balasan dari Jaka namun, tak lama Jaka kembali dengan sebotol minuman jeruk dingin dan air putih.
Ifan yang melihatnya langsung menyambar minuman jeruk dan menengak setengah isinya. Jaka hanya melirik sebentar dan kembali memperhatikan ponselnya
“Eh iya game yang lu rilis bulan kemarin udah viral aja. Bahkan kolega gue banyak yang kecanduan. Akhirnya gue ikutan download karena kepo” cerita Ifan sambil memperlihatkan layar ponselnya menampilkan halaman depan game yang baru di rilis perusahaan Jaka
Jaka menganggukkan kepala dan kembali menekuri ponselnya. Ifan yang melihat jika sepupunya butuh waktu sendiri dan ia yakin energinya terkuras sejak kemarin. Di tambah ia harus mengikuti serangkaian acara di keraton.
“Gue pamit pulang kalau gitu, kalau butuh apa-apa bisa hubungin gue” pamit Ifan yang sudah beranak berdiri
“Ntar siang mau makan bareng gak? Gue ada dinas luar hari ini?” Tanya Ifan di ambang pintu
“Gak usah, gue bisa masak sendiri aja” jawab Jaka yang kembali merebahkan dirinya di sofa
“Ya udah, eh obat elu udah gue taruh di kotak obat. Ada petunjuknya sekalian kalau lu mau minum” pesan Ifan sebelum melangkah keluar
“Hn”
Ifan pun berlalu pergi. Meski ia agak khawatir dengan sepupunya yang beberapa hari lalu kecelakaan kecil.
Jaka yang hampir masuk ke mimpinya, dering ponsel membuatnya terjaga kembali. Dan tidak sengaja kakinya terantuk meja dan linu yang tidak ia rasakan sejak kecelakaan kemarin baru menyerangnya.
Rintihan pelan terdengar dari bibirnya. Tapi ponselnya yang ribut membuat atensinya mengarah pada ponsel yang ia letakkan di meja
Tanpa melihat nama penelpon, Jaka segera menempelkannya ke telinga kanannya
“Hn”
“Jak, lu dimana? Hari ini ada rapat”
“Di rumah”
“Lah malah di rumah. Oh rapatnya video conference aja gimana, bisa?”
“Elu atur aja, ntar gue gabung” jawab Jaka dengan suara lemas
“Oke Pak Bos, eh bentar suara lu kenapa serak? Sakit lu? Gue batalin aja sih Jak rapatnya” ujar Rio yang sedikit panic mendengar suara Jaka
“Terserah lu, Yo” jawab Jaka dengan ambang batas tenaganya
Jaka yang memang agak lemas, kehilangan kesadarannya dan sambungan teleponnya masih tersambung
“Eh Jak, halo!!! Kenapa lu” teriak Rio yang terdengar panic mendengar suara makin lemah Jaka
Terdengar suara Rio yang panik, karena sambungannya masih menyala dan Jaka tidak ada sahutan. Di tambah suara kurang bertenaga dari yang Rio dengar tadi
Panik!!!
Rio segera berlari turun gedung dan segera masuk ke mobilnya. Di lobi ia berpesan pada resepsionis agar memberitahukan rapat di tunda sampai pemberitahuan lebih lanjut.
“Bantu saya kasih tau orang rapat di lantai lima, rapat siang ini di tunda. Nanti di jadwalkan ulang”
“Baik Pak Rio”
Sedikit berlari Rio segera mengambil mobilnya yang terparkir di basement gedung. Mengendarainya dengan kecepatan tidak biasa.
Beberapa lampu merah hampir ia terobos. Pekikan orang menyumpahinya terdengar tapi di acuhkannya
Tidak sampai sepuluh menit, mobil yang dikendarai Rio sudah terparkir di halaman rumah sederhana milik bosnya.
Dengan cepat Rio segera turun dari mobil dan menemukan pintu rumah Bosnya sudah setengah terbuka. Dengan panik Rio berlari menuju pintu rumah Jaka.
Begitu kakinya berdiri di teras, seseorang keluar dari dalam dengan memapah tubuh yang lemas
“Dokter Ifan!” pekik Rio
“Oh, Rio tolong bantu saya bawa Jaka ke rumah sakit. Dia perlu di infus lagi” ucap Ifan cepat
Tanpa menjawab Rio segera merangkul bahu Jaka dan ikut membantu memasukkan tubuh Jaka ke dalam mobil Ifan yang sudah di buka.
“Lu ikut mobil gue atau kita ketemu di rumah sakit?” Tanya Ifan yang akan masuk ke dalam mobil
“Gue mau ngambil bajunya Jaka sama ngunci pintu rumahnya. Gue nyusul” jawab Rio yang sudah masuk kembali ke dalam rumah
Tanpa memperdulikan Rio, Ifan segera melajukan setirnya menuju rumah sakit.
Seperti kesetanan Ifan melajukan gas mobilnya. Hampir saja terjadi tabrakan dengan pengguna jalan yang lain. Namun, dengan gesit Ifan bisa menguasai semua meski dengan cacian dan teriakan marah harus ia dengar.
“Pelan-pelan” gumam suara serak di belakang Ifan
“Gak usah banyak gerak dulu, energi lu belum balik bener” ucap Ifan dengan mata masih fokus ke arah depan
…
“Giamana Dok?” Tanya Rio yang baru datang dengan satu ransel hitam ukuran sedang berisi keperluan Jaka
“Gak ada yang aneh, dia cuman butuh tidur. Biarin dia tidur. Kalau sudah bangun suruh makan” ucap Ifan yang mengalungkan stetoskop ke lehernya
“Oke Dok, makasih ya”
Ifan menganggukkan kepala dan segera berlalu.
“Eh Yo, adek lu Raffa kan?” Tanya Ifan di ambang pintu
“Iya Dok, Anda kenal Raffa?” Tanya Rio
“Adek kelas gue dulu” jawab Ifan yang kemudian berlalu pergi
Rio hanya melihat kepergian Ifan dengan tanda tanya.
“Aneh” gumam Rio tanpa sadar
“Gak sadar lu ini Rumah Sakit keluarga elu?” lirih suara membuat Rio menoleh
Dia melihat Jaka yang masih memejamkan mata tapi, sudah berbicara dan sekarang terlihat mengekerutkan kening. Sepertinya, merasa kurang nyaman
“Lah Jak, udah sadar lu?” pekik Rio kaget
Terdengar gumaman lemah dari Jaka
“Ya udah, balik tidur gih. Kerjaan lu, gue yang handle” ucap Rio menarik selimut dan menyamankan letak bantal Jaka
Tanpa mereka sadari di tirai sebelah, ada seseorang yang tengah tertidur sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Dengan gusar ia terbangun.
Membuka kelopak matanya yang terasa berat dan melirik ke balik tirai.
.
.
.