Tanpa mereka sadari di tirai sebelah, ada seseorang yang tengah tertidur sedikit terganggu dengan obrolan mereka. Dengan gusar ia terbangun. Membuka kelopak matanya yang terasa berat. Menyibak selimutnya pelan dan melirik bayinya di balik tirai pemisah
Berusaha untuk duduk namun, badannya terasa berat. Melirik kearah kiri dan tidak menemukan seseorang.
Melihat ke meja samping dan menemukan selembar kertas dan bungkusan yang dia beli tadi
Mencoba mengambil kertas yang menempeli bungkus nasi tersebut dan membacanya sambil tiduran
Di bilangin jangan banyak gerak, kalau udah siuman makan ya
Nanti aku ke sini lagi
Rf
Senyum terbit di bibir pucatnya. Dia yang tidak mau membuat teman-temannya susah. Apalagi Fatma sedang tugas lapangan di luar kota mendadak. Ia sendirian sekarang
Dia merasa lapar ingin makan nasi bungkus kesukaannya yang ia beli tadi. Ia bosan dengan menu makanan dari rumah sakit. Bahkan ia sampai hafal
Pelan ia meraih bungkusan tersebut. Sedikit terhalang teko air minum, menggesernya sedikit namun, karena ia sendiri massih lemas dan tangannya berkeringat
PRANG
Teko air tersebut tumpah dan pecah. Dia menghela napas kesal pada dirinya. Baru saja ia akan mencoba duduk dan turun ranjang
Seseorang datang dan melihatnya
“Oh Nana?!” ucapnya dengan kepala seperti mengintip
Nana yang merasa di panggil mendongak dan menemukan asisten Bosnya berdiri di ujung ranjang. Melihat pecahan kaca yang berserakan juga air minum yang membasahi lantai
“Pak Rio?! Maaf” ujar Nana pelan dan merasa tidak enak
“Eh minta maaf? Kenapa?” heran Rio dengan alis terangkat keduanya
Nana yang merasa tidak enak, apalagi pecahan kaca di bawah mungkin bisa melukai kaki asisten Bosnya tersebut. Masalah dengan bosnya saja belum ia selesaikan benar-benar. Kesalahpahaman kemarin dan sekarang kejadian ini.
Pelan, Nana berusaha turun ranjang. Memaksakan diri untuk duduk meski pusing mendera kepalanya karena memaksa untuk bangun
Rio yang melihatnya langsung mendekati Nana. Meraih lengannya dan mencegah Nana untuk turun
“Duduk aja Na, kamu masih kelihatan lemas gini. Pecahan kaca di bawah biar saya yang beresin” ucap Rio sambil tersenyum kecil dan membantu Nana untuk kembali tidur dan merapihkan selimutnya
“Tapi, pak…!?” baru saja Nana akan mencegahnya
“Ssssttt… kamu berbaring aja lagi. Oh ya, tadi mau ngambil apa? Sini saya ambilkan” Tanya Rio yang masih berdiri di samping ranjang Nana
Nana melirik ke bawah, melihat apakah Rio menginjak salah satu beling
“Kamu lihat apa? Gak kok saya pakai sepatu juga ini. Gak kena” ucap Rio seolah tau apa yang dipikirkan Nana dan memperlihatkan sepatunya yang tidak menginjak apapun
Nana hanya diam. Tapi, tidak sengaja helaan napas lega berhembus pelan
Di balik tirai, Jaka mencuri dengar obrolan mereka. Ada yang aneh dengan Nana, terdengar dari suaranya. Dia sebenarnya sejak awal sudah penasaran dengan sosok Nana. Ada yang beda saat Jaka pertama kali melihatnya.
Senyum kecil terbit di wajah Jaka, jika mengingat mereka yang pernah bertabrakan. Kalua di pikir lagi pertemuan mereka kurang nyaman tapi, entah mengapa lucu
Baru saja ia akan menggunakan kekuatannya, namun ia langsung terbatuk. Sesak ia rasakan di dada
“Eh kenapa Jak?” Tanya Rio yang kaget mendengar suara batuk Jaka dan tergopoh menghampiri Jaka
Gagang sapu juga lap kain masih ia pegang, juga lengan kemejanya yang sudah terlipat hingga siku
Jaka hanya bisa menggelengkan kepalanya juga melambaikan tangannya tanda ia tidak apa-apa
“Yakin?” Tanya Rio sekali lagi bahkan ia sampai menghampiri Jaka dan meletakkan barang yang ia pegang tadi
“Loh!! Lu batuk darah!!” pekik Rio kaget, saat melihat darah merah di sekitar dagu dan bibir Jaka
“Bentar gue panggilin Dokter Ifan kesini” tambah Rio yang sudah berlari keluar kamar rawat
Jaka hanya bergeleng. Melirik tombol darurat di samping ranjangnya
Sedangkan itu, Nana yang mendengar jika yang di rawat di sebelahnya adalah Bosnya segera ia meraih tirai putih tersebut dan menyibaknya pelan
Pandangannya juga Jaka bertemu. Jaka melihatnya warna aura tujuh spesial. Tak banyak orang yang punya. Hanya orang terpilih yang mempunyainya. Dan secara tidak langsung energi tujuh aura tersebut menenangkan jiwa Jaka. Tanpa Jaka sadari
Berbanding terbalik dengan Nana yang terkejut dan merasa canggung. Jika ia mengingat pernah membuat kepala Bosnya benjol bahkan ada kesalahpahaman setelahnya. Nana langsung menutup kembali tirainya dengan tergesa dan kasar. Jaka langsung terkesip kaget
Menarik selimutnya hingga kepala. Dan menyembunyikan diri di balik selimutnya. Merasakan detak jantungnya yang berdebar heboh karena malu
Jaka hanya tersenyum tipis. Sekilas ia melihat tujuh aura dalam diri Nana tapi, ada sesuatu yag melingkupinya. Entah apa ia belum bisa menyelidiki lebih lanjut
“Dok, buruan tuh temen saya” pekik Rio heboh menarik Ifan segera masuk kamar perawatan Jaka
Ifan yang masih mengenakan baju hijau operasi, bahkan stetoskopnya sempat terjatuh karena di tarik Rio
“Lu ngapain tadi?” Tanya Ifan yang sedang memeriksa denyut jantung Jaka
Jaka yang masih merasakan lemas hanya menghela napasnya dan sedikit bernapas pelan. Sedikit lega. Dan ia dapat merasakan energi di tubuhnya mulai pulih
“Infus lu masih setengah, gue bawain makan siang nanti trus minum obat lu” ucap Ifan selesai memeriksa
“Batuk darahnya gimana Dok?” Tanya Rio tidak sabar
“Maksain diri aja nih Bos lu, gak apa. Pastiin dia istirahat dan makan habis gini” ujar Ifan
“Baik Dok, makasih ya”
Ifan hanya tersenyum tipis. Dia sempat melirik tirai yang sedikit terbuka tadi. Dan di tutup cepat begitu ia menoleh
“Baik-baik Jak, kesempatan lu tuh” ucap Ifan sebelum keluar
Jaka hanya melirik tajam Ifan, yang di balas cengiran dan bahu yang mengendik santai
Ifan melenggang pergi dengan siulan. Seolah lupa jika ia harus kembali mengoperasi lagi
. . . .
Malam mulai menyapa siang. Langit jingga di ufuk barat terlihat, mengantarkan sinar matahari untuk menerangi bumi bagian lain. Suara riuh rendah kehidupan jalanan juga terdengar. sahutan derum mesin kendaraan.
Para pedagang makanan juga terlihat mulai menggelar dagangannya. Kerlip lampu mulai dinyalakan. Lampu lalu linta juga menyala otomatis ketika hari mulai petang. Hawa menjelang malam makin terasa.
Suara hewan malam juga ikut meramaikan. Burung-burung juga mulai kembali ke sarangnya. Mencari tempat berlindung sebelum malam datang.
Jaka sudah lebih baik, keadaannya mulai pulih. Ia kembali bisa merasakan energi di tubuhnya mulai memperbaiki tenaga dalamnya
Ada energi entah dari mana yang membantu memulihkan raga dalamnya. Melirik infus yang tinggal sedikit. Perutnya juga terasa kosong. Ia butuh makan lagi. Kemarin sore ia ingat bagaimana Rio memaksanya untuk makan.
Sedikit bersyukur dengan adanya sahabat seperti Rio tapi, juga terasa jengkel dengan sikap tukang suruhnya
Melirik tirai putih di sampingnya dan mengingat siapa yang tidur di baliknya. Tidak ada pergerakan di baliknya sejak mereka dilingkupi momen canggung kemarin. Baru saja ia akan mencoba bangun dari berbaringnya, pintu ruang perawatan di buka pelam.
Masuk seseorang dengan jas putih snelli dengan stetoskop di sakunya. Ada lembar laporan di tangannya juga bungkusan entah apa
“Oh selamat pagi, Bang Jaka” sapanya
Jaka tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. Menyamankan diri untuk duduk dan bersandar di atas ranjang
“Gimana udah enakan? Kata Bang Rio kemarin sempet batuk darah ya? Nanti siang bisa rontgen, aku aturin jadwalnya” ujarnya lagi
“Gak usah Raf, makasih. Abangmu yang panikan. Udah ngrasa mendingan kok” jawab Jaka
“Aku periksa sebentar ya Bang”
Raffa menempelkan stetoskopnya dan mulai memeriksa denyut jantung juga nadi Jaka. Mengangguk kecil
“Udah mulai pulih, banyakin istirahat aja Bang. Obatnya juga di minum” ucap Raffa selesai memeriksa Jaka dan kembali mengantongi stetoskopnya
Jaka tersenyum dan mengangguk
“Aku ke sebelah ya Bang”
Jaka mengangguk kecil, dan Raffa sudah berjalan menuju balik tirai. Menyibaknya pelan
“Loh!?”
Jaka yang mendengar kekagetan Raffa segera berdiri dan ikut melihat di balik tirai
“Kemana Nana?” Tanya Jaka
Raffa langsung menoleh dan menemukan Jaka berdiri di sampingnya
“Baru aja Raffa mau Tanya hal yang sama, eh Bang Jaka tiduran aja. Oh infusnya ketarik” ucap Raffa yang langsung memeriksa jaruk infus yang terlihat tertarik dan hampir lepas
Jaka tak mengindahkannya. Malah menyambar ponselnya di meja dan mendial sebuah nomor
“Cek kamera pengawas, temukan seorang gadis yang keluar dari kamar rawatku” ucap Jaka yang dapat di dengar Raffa
“Kenal Nana ya Bang?” Tanya Raffa sambil membenarkan kembali infus Jaka
“Karyawan di perusahaan” jawab Jaka singkat dan masih tetap memeriksa ponselnya
Raffa hanya menganggukkan kepalanya. Namun, di benaknya timbul beberapa kalimat tanya
“Tanya aja” ucap Jaka seolah tau isi hati Raffa
“Oh enggak Bang. Tiduran aja Bang, Raffa mau coba cari Nana keluar” ujar Raffa yang membimbing Jaka untuk kembali berbaring
Jaka tidak merespon Raffa yang sudah keluar kamarnya. Ia fokus ke laporan yang ia terima
Sedangkan itu, Raffa yang baru keluar kamar melihat Nana yang berjalan pelan dengan infus beserta tiangnya
Dengan cepat Raffa berlari menuju Nana yang berhenti di bangku ruang tunggu
“Nana!!”
. . . .