SATU

1384 Words
Jaka terpekur di meja ruangannya, mengingat rupa gadis yang ia lihat beberapa saat yang lalu mempunyai satu dua atau lebih warna diri yang terlihat dan karena fokus pada warna diri si gadis, ia bahkan tidak ingat wajah gadis yang menabraknya tadi. Oh soal menabrak diri, sepertinya tadi sikunya sedikit menabrak pinggiran meja dan sedikit memar. Sebuah ide meluncur dipikirannya. Menekan intercom di sudut meja dan memanggil sahabat sekaligus asistennya. “Yo masuk bentar” ucap Jaka dengan seringaian tipis di sana Tak lama, Rio masuk dengan agak tergesa bahkan bajunya agak berantakan. Jaka yang melihatnya menaikkan satu alisnya bingung “Kena badai dimana lu?” kikik Jaka merasa aneh “Gak usah tanya dah lu, ada apaan nyuruh gue buruan ke sini?” Tanya Rio sewot yang duduk di meja Jaka “Kebiasaan lu duduk di meja, tuh kursi nganggur semua elah” ketus Jaka sengit “Halah, udah buruan ada apa? Gue sibuk” “Sok-sokan lu sibuk palingan godain mantan lu kan?” tebak Jaka tepat “Halah, udah buruan ada apa lu manggil gue. Awas kalau gak penting” ancam Rio yang masih duduk di pinggiran meja Jaka “Bawain data karyawati yang nabrak gue tadi Yo, sekalian latar belakangnya” perintah Jaka “Oh oke, nanti gue kirim ke email lu” jawab Rio yang sudah merapihkan sedikit bajunya “Eh Jak, siku sama punggung lu gak apa emangnya? Bukannya tadi nabrak pinggiran meja ya?” Tanya Rio yang berdiri di samping kursi Jaka “Agak sakit sih nih pinggang, belum gue periksa. Udah lu sana keluar segera kirim yang gue minta” perintah Jaka “Dih!! Ya udah gue keluar” “Hn” Jaka kembali menekuri komputer mejanya, meninjau hasil games yang tadi pagi ia rapatkan dengan tim pengembang. Ah~ jika ingat tim pengembang ia jadi mengingat asisten tim pengembang yang menabraknya tadi. Jaka semakin penasaran dengan rupa gadis tersebut. Jika ia tidak salah dengar, suara si gadis juga termasuk cukup mengenakan untuk di dengar. Dan juga auranya cukup bagus meski sedikit tertutup entah apa itu. Cukup lama Jaka mencoba permainan yang rencananya akan diluncurkan bulan depan. Sebuah email masuk membuat atensi Jaka berubah Segera tangan Jaka membuka dokumen yang dikirimkan Rio beberapa detik yang lalu. Tak lama intercomnya berbunyi “Bos, data yang lu minta udah gue kirim” “Oke” “Sama-sama Bos” Jaka tersenyum samar. Sahabat yang sudah ia anggap seperti keluarganya. Sejak kuliah ia hanya berteman dengan Rio meski berbeda jurusan. Jaka membaca tulisan dari data yang dikirmkan Rio dengan teliti “Jadi namanya Ratna Ayu Wulan, yatim piatu dan termasuk mahasiswa magang dari jurusan Seni dan Budaya” gumam Jaka setelah membaca data diri Ratna Pandangan Jaka bergerak ke sebuah foto yang terlampir di pojok kanan atas. Seorang gadis dengan rambut hitam tergerai sebahu tersenyum tipis. “Cantik” ucap Jaka tanpa sadar bahkan senyumnya terbentuk di wajahnya …. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, Jaka yang asyik mendesain game yang rencananya akan ia luncurkan menyusul yang lainnya. Jemarinya lincah mengoperasikan kursor bergantian dengan tangannya yang memilih dan membentuk tokoh yang akan ia masukkan di game-nya nanti. Suara intercom membuat buyar konsentrasi Jaka, “Astaga!!” pekik Jaka “Apaan Yo?” sengit Jaka dengan nada ketus di sana Terdengar kikikan kesenangan dari intercom yang Jaka yakin pasti asisten somplaknya tengah bergembira di atas penderitaannya “Ada apaan, elah malah ketawa aja lu” pekik Jaka kesal “Selow Jak, sensian lu kayak cewek PMS” “Hn” “Hee iya gue jadi lupa kan mau bilang apa tadi. Oh udah jam lima nih, lu kan pulang pergi nebeng gue. Ayo buruan keluar” ucap Rio galak Seketika Jaka melihat jam di pergelangan tangan kanannya. Dan benar saja jarum panjangnya sudah melebihi angka duabelas. “Oke bentar gue beresin meja” jawab Jaka yang segera menutup lembar kerjanya dan beranjak berdiri   Sampai di lobi mereka berdua, tepatnya Jaka di hadang oleh seorang perempuan dengan kuncir kuda dan kacamata bulat yang kontras dengan tampilannya. Berdiri di depan Jaka yang sedang mengkerutkan keningnya. Sedangkan Rio hanya menggendikkan kedua bahunya, namun juga menantikan apa yang akan gadis kecil itu lakukan. Karena tadi saat menyeduh kopi di bawah, ia tidak sengaja bertemu dia. Dan tanpa di duga ia menanyakan keadaan Jaka. “Pak Arjaka, emm…” Jaka masih diam mengamati perubahan mimik wajah gadis yang tingginya hanya sedadanya. Bahkan sesekali kepalanya ia tundukkan dan melihat wajah Jaka namun tak lama menunduk lagi. “Maaf tadi saya me…menabrak Anda” ucapnya terbata ada nada penyesalan yang Jaka dengar Bahkan Jaka bisa melihat aura biru pekat. Menandakan penyesalan dari si gadis “Tanggung jawab” ucap Jaka singkat, padat dan tidak jelas Rio yang mendengarnya hanya menaikkan sebelah alisnya dan memandangi mereka berdua. Gadis polos yang sepertinya akan masuk perangkap sahabatnya ini. Beberapa karyawan lain yang akan melintas untuk keluar dan pulang memperhatikan Bos mereka yang sepertinya akan meledak marah. Kemudian bisik-bisik terdengar. Jaka yang sudah merasakan akan ada gossip panas besok segera menarik tangan si gadis pergi diikuti Rio yang tergesa membuntuti mereka. Ratna yang kaget tersaruk mengikuti langkah cepat Bosnya. “Pak, Anda kan membawa saya kemana?” Tanya Ratna dengan suara kecil karena ia takut nantinya akan membuat kehebohan jika ia berteriak Dia sudah menahan teriakannya sedari tadi “Jak, gue ambil mobil dan lu tunggu di situ” ucap Rio yang mendahului Jaka Jaka hanya menganggukkan kepalanya. Tangan kanannya masih menggenggam tangan Ratna yang mulai curiga akan diapakan dirinya oleh si Bos Bahkan pemikiran bahwa ia akan dibunuh dan mayatnya dipotong-potong dan di buang terpisah menghantui pikirannya. Jaka yang sedang memperhatikan sekitar lalu beralih ke gadis yang masih ia pegang tangannya menunjukkan raut ketakutan. “Kamu kenapa?" Tanya Jaka Yang di tanya masih bergelut dengan pemikiran absurdnya hingga klakson mobil Rio berhenti tepat di depannya. Jaka langsung membukakan pintu belakang dan mendorong tubuh Ratna pelan diikuti dirinya “HEH!? Gue bukan sopir lu Jaka, pindah depan gak?” pekik protes Rio “Udah buruan jalan” ucap Jaka tidak bisa terbantahkan bahkan nada Bosnya sudah terdengar meski terkesan datar tapi ada nada perintah dan ancaman membuat Rio mingkem dan langsung melajukan mobilnya Jaka melirik gadis yang duduk di sampingnya masih dengan raut ketakutan bahkan terlihat keringat membasahi dahinya. Pelan Jaka merogoh saku celananya dan mengeluarkan satu bungkus kecil tisu, mengeluarkan selembar tisu dan pelan menyapukan tisu tersebut ke dahi si gadis. “Takut?” tanya Jaka pelan yang sontak membuat Ratna langsung mundur karena suara Jaka tepat di samping telinganya bahkan Ratna berani bertaruh jika ia merasakan deru napas Bosnya “Oh e,,.eh… maaf Pak” ucap Ratna pelan dengan raut takut dan menunduk Jaka menghela napas pelan, dan memberikan sisa tisu kepada Ratna “Lap keringat kamu” perintah Jaka “Yo, tanyakan kemana alamatnya dan turunkan gue di depan” tambah Jaka “Oh oke” jawab Rio menurut -- Jaka terpekur di kursi depan televisi yang menayangkan pertandingan basket. Volume dari pertandingan tersebut tidak bisa mengalihkan atensi Jaka dari wajah Ratna. Gadis yang bahkan tidak mau melihat wajahnya. Sampai rumah, Jaka sampai berkaca beberapa lama. Konyol memang “Ada sesuatu dalam dirinya” gumam Jaka setelah mengingat interaksinya dengan Ratna Beranjak berdiri dan mematikan tayangan televise, Jaka berniat meneruskan rancangan games yang akan ia kembangakan lebih lanjut. Masuk ke ruang kerjanya, Jaka segera menyalakan komputernya namun, sebuah gulungan di atas tumpukan berkas-berkas membuat atensinya sedikit teralihkan. Merasa tidak asing dengan gulungan tersebut, Jaka segera menjulurkan tangan kananya. Membuka perlahan gulungan tersebut dan seberkas ingatan muncul di otaknya. Satu bulan yang lalu, Jaka menerima sebuah surat sebelum pergi ke kantornya. Amplop yang sudah ia duga apa isi juga siapa pengirimnya. Helaan napas malas terdengar dari bibir Jaka, “Haduh, gue kan udah bilang gak akan datang” gumam Jaka yang langsung membuang amplop surat tersebut di tempat sampah dan Jaka segera berlalu pergi Saat duduk di atas jok motornya, sebuah amplop lain terselip di sela dekat kunci motornya. Jaka mengambilnya dan langsung menghempaskannya di lantai parkiran dan segera memutar kuncinya dan berlalu pergi. Namun, tanpa Jaka ketahui sesroang tengah memperhatikan semua gerak geriknya. Dan hanya tersenyum saat melihat JAka menghempaskan amplop coklat yang tadi ia taruh. “Masih tidak berubah. Baiklah kita lihat siapa yang akhirnya menyerah” ucapnya sebelum pergi bersama debu  --
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD