Diana dan ayahnya saling menatap tajam seolah tanpa ampun. Bak banteng dan matadornya, mereka sama-sama tak mau mengalah. “Kamu ini ngeyel sekali kalau dibilangin dari dulu. Wes terserah kamu aja, bapak taunya besok kamu tunangan sama Gilang titik,” tuntut ayahnya, kemudian pergi meninggalkan mereka. “Udah segede gini kok masih berani ngelawan sama orang tua,” ujar Om Darman sambil menggelengkan kepalanya pada Diana kemudian mengikuti langkah kakak laki-lakinya itu pergi. Kini Diana dapat menghela nafas lega setelah kepergian mereka. Jantungnya serasa akan copot. “Kamu enggak apa-apa Di?” tanya Rama khawatir. “Enggak apa-apa kok mas,” jawab Diana kemudian duduk di kursi. Matanya menatap lurus pada ubin keramik. Ia tahu menantang ayahnya seperti tadi adalah kesalahan fatal. Terlebi

