2. Syafima sakit

2032 Words
               Ravindra memegang tangan Syafima ehmmm … lebih tepatnya mengunci tangannya dan menatapnya dalam. Syafima kini masih berbaring disofa di balkon itu sambil mengatur nafasnya. Ravindra berdiri namun hampir menindih tubuh Syafima. Mereka berdua saling menatap dan masih belum ada yang mau bergerak sedikitpun dari posisi mereka masing-masing. “Sya,” panggil Ravindra dengan sangat lembut. “Hemmm,” dengan nada manja dan kelelahan. “Boleh ga aku cium kamu Sya?” tanya Ravindra tiba-tiba yang masih betah menatap iris mata hazel yang dimiliki Syafima                 Syafima hanya mengangguk. Entah apa yang membuatnya mengangguk dan menyetujui permintaan mantan kekasihnya itu. Mungkin pengaruh wine yang tadi ia minum. Ravindra kemudian mengangkat tubuh Syafima kepangkuannya. Syafima kemudian melingkarkan tangannya dileher sahabatnya itu dan menatap dalam ke iris mata coklat yang selalu membuatnya merasa nyaman dan terlindungi.                 Ravindra mendekatkan wajahnya pada wajah Syafima dan kini hidung mancung mereka saling bersentuhan. Ravindra mulai mencium bibir ranum milik Syafima yang entah membuatnya begitu kecanduan. Walaupun mereka hanya bersahabat, tapi Syafima tidak pernah menolak jika Ravindra meminta ciuman darinya. Ravindra memperdalam ciumannya lebih dari yang tadi. Bunyi cecapan terdengar di balkon penthouse Ravindra. Mereka begitu menikmati ciuman demi ciuman yang diberikan satu sama lainnya. Berbagi saliva dan berbagi rasa. “Quille!” Syafima tiba-tiba menghentikan ciuman mereka “Hmmm?” tanya Ravindra yang masih tidak terima jika bibirnya kini telah berpisah dengan bibir milik Syafima “Bisakah pindah ke kamarmu? Kepalaku sedikit pusing dan aku kedinginan,” kata Syafima memohon                 Ravindra langsung menggendong tubuh Shafima dan membawanya kekamarnya. Malam itu Syafima menginap di rumah Ravindra.   / / / / / /                 “Hai, Ka!” kata Raina yang menelponnya pagi itu. “Ya, Raina. Aku baru saja bangun. Tapi ini masih sangat pagi.” Tanya Ravindra sambil melihat jam dinding yang tergantung di atas TV yang menghadap ke ranjangnya. “Ih, ini engga pagi Kaka. Jangan bilang Kaka belom bangun ya?” “Aku terbangun ketika kamu menelponku.”                 Ravindra kemudian melihat ada Syafima memeluknya dan masih terlelap di sampingnya. Ia ingat semalam mereka sempat berciuman panas kemudian Syafima tertidur dipelukannya. Syafima juga merasakan pusing setelah meneguk beberapa gelas wine. Ia memang bukan peminum yang baik. Walau hanya alkohol berkadar rendah ia memang cepat sekali mabuk. Lalu Ravindra memintanya dirinya untuk menginap di penthouse miliknya. Sekaligus menelpon paman Sabil, papah Syafima untuk memberitahukan jika Syafima sedang berada di penthousenya. Paman Sabil memang sangat mempercayai Ravindra. Jika, Ravindra menelpon dan membawa Syafima keliling dunia juga pasti akan mengizinkannya saat itu juga. Sering kali Syafima mengatakan jika Ravindra punya pelet atas papahnya itu. Karna papahnya tidak pernah menolak jika Ravindra yang meminta izin.                 Biar bagaimanapun Syafima adalah seorang gadis. Apa papahnya tidak takut jika Ravindra akan melakukan yang ‘iya-iya’? Hahahaha … Tidak semudah itu Ferguso. Ravindra bukan orang seperti itu. Ya, walaupun terkadang ia ingin sekali melakukannya dengan Syafima. Dan ada dorongan dalam hatinya untuk memiliki Syafima. Tapi ia harus berfikir berkal-kali lipat jika ingin melakukan hubungan intim dengan lawan jenisnya terutama Syafima. Jadi lebih baik ia melakukannya nanti setelah sah menjadi suami Syafima atau wanita lain yang akan mencintainya. Karna kembali lagi, Ravindra akan dimintai pertanggung jawaban dan untuk saat ini dia masih enggan untuk berkomitmen. “Tumben sekali Kakaku belum bangun jam segini. Apa Kaka habis mabuk semalam?” selidiknya                 Raina memang selalu menelpon Ravindra pada pagi hari. Mungkin sudah kebiasaan. Tujuannya adalah untuk membangunkan kakanya itu. Ravindra memang tinggal sendirian di penthouse itu. Jadi Raina pasti akan membangunkan kakanya itu dengan menelponnya. Walaupun Raina harus bangun lebih awal karna perbandingan jam di Moskow yang memang lebih lama daripada di Indonesia. Raina selalu membangunkan Ravindra pukul 6 pagi. Di Moskow Raina menelpon pada jam 2 dini hari.                 Jika kakanya masih belum mengangkat pada pukul 6 pagi dan lama menjawab telponnya. Ia pasti sudah tau jika kakanya habis minum alkohol atau bahkan pergi ke club untuk menenangkan fikirannya. Walaupun tidak sering juga. Padahal Raina dan Raline sudah sering memperingatkannya jika dirinya harus mencari seorang pendamping jadi ada yang mengurus dirinya dan kedua adiknya itu bisa lebih tenang meninggalkan kakanya.                    Tiba-tiba Syafima bangun dan beranjak dari ranjang king size sahabatnya itu. Kepalanya masih saja terasa pusing walau ia tidur sudah cukup lama. Ravindra masih terus berbicara di telpon dengan adiknya dan kini mengubah posisinya dengan duduk lalu bersandar di head board ranjangnya. Ia juga memandang punggung Syafima yang masih tidak stabil berjalan. Tak lama kemudian Syafima terjatuh kelantai kamarnya. Ravindra langsung terkejut. “Raina, nanti aku telpon kamu lagi. Syafima pingsan!” kata Ravindra kemudian segera menutup sambungan telponnya                   Raina yang mendengar nama Syafima langsung terkejut karna ia tau Syafima memang sering menginap. Tapi tidak dengan akhir-akhir ini. Ia curiga jika dirinya sudah menerima lamaran kakanya itu. Ravindra memang beberapa kali menyatakan kepada kedua adiknya itu jika ia ingin sekali menikahi sahabatnya itu. Tapi langkahnya selalu terhenti karna mengingat Syafima yang masih senang berpetualang mencari suami yang benar-benar ingin membina rumah tangga. Karna lagi-lagi Ravindra masih belum bisa memberikan kepastian padanya.                 Mudah-mudahan saja ini awal yang baik. Ia kemudian berdoa sejenak agar Syafima tidak apa-apa dan akan menanyakan nanti kepada kaka tersayangnya itu. Ravindra kemudian menggendong Syafima ke ranjangnya ala bridal style. Terlihat wajah Syafima sangat pucat. “Sya, bangun Sya. Kamu kenapa?” Ravindra mencoba menyadarkan Syafima dengan menepuk-nepuk lembut pipi Fima                 Ia kemudian mengambil minyak gosok yang ia letakkan di kotak p3k di dekat walk in closetnya. Tak berapa lama Syafima tersadar dan mencoba mengumpulkan kesadarannya. Ia mencoba duduk di head board ranjang Ravindra namun dicegah oleh lelaki itu. “Ga usah sok-sokan. Udah tiduran aja!” kata Ravindra ketus dengan sedikit nada khawatir “Tapi aku ada praktik jam 10 nanti Quille.” Sambil mengerjapkan matanya. “Udah kamu tetap disini dan istirahat. Aku akan bicara dengan pemilik Hospi jika kamu tidak bisa datang hari ini untuk praktik. Mangkanya kalau ga biasa minum jangan minum,” ucapnya kesal “Hmmm!” jawabnya malas memejamkan matanya                 Ravindra kemudian memakaikan selimut kepada Syafima dan memberikan kemejanya yang berwarna putih untuk Fima kenakan. Karna sejak semalam Fima tidak mengganti bajunya. “Ini ganti. Aku akan bilang ke papah jika kamu akan menginap lagi disini. Dan aku akan suruh asistenku untuk membeli keperluanmu. Sampai kamu sembuh pokoknya kamu harus disini dan aku akan merawatmu,” katanya dengan nada perintahnya. Bukan, bukan tapi lebih kenada perhatian.                 Ravindra memang begitu perhatian kepada Syafima. Itu juga karna dirinya masih menyimpan rasa yang begitu dalam pada Syafima. Padahal Syafima sudah berkali-kali mengecewakannya. Syafima juga berkali-kali menolaknya dan menganggap Ravindra bercanda hanya untuk menghibur dirinya yang sedang patah hati. Seperti yang semalam dilakukannya. Tapi Ravindra tidak pernah menyerah untuk membawa Syafima kedalam pelukannya lagi. “Tapi Shaquille, mamih pasti akan merawatku.” Katanya protes “Aku tau. Tapi, mamih juga pasti akan sibuk dengan cabang salon yang baru saja dia buka. Jadi tidak mungkin ia akan merawatmu. Lebih baik kamu disini bersamaku.”   / / / / / /   “Baiklah, aku percayakan Syafima padamu, Ravindra. Terimakasih banyak karna sudah mau merawatnya.” Jawab Sabil begitu Ravindra memberitahunya jika Syafima sakit dan ia akan mengurusnya                 Kemudian ia menutup telponnya dan segera melangkahkan kakinya menuju meja makan. Di sana sudah ada istrinya dan anak sulungnya. Mereka berdua sedang menyantap sarapan yang sudah dibuatkan oleh ARTnya. “Syasya, kenapa Pah?” tanya Sika begitu melihat Papahnya meletakkan ponselnya dan mulai menyuapkan makanan ke mulutnya “Karna patah hati dia minum wine semalem. Untungnya dia bersama Ravindra yang bisa menjaganya.” “Lalu, gimana keadaan Syafima, Mas?” tanya Nada, Istrinya  terlihat cemas “Kamu ga usah pusingkan. Ravindra akan mengurus semuanya. Kamu tenang saja dan konsen dengan peresmian cabang salonmu saja ya.” Menenangkan istrinya mengelus lengannya lembut “Tapi, Mas!” “Sudah-sudah. Ayo cepat habiskan makananmu. Kita harus segera pergi.” Kemudian mengulaskan senyuman “Aku rasa, Ravindra masih sayang deh Pah sama Syasya,” Sika kali ini nimbrung kemudian menyeruput s**u  hangatnya “Papah, rasa juga begitu.” Jawabnya singkat “Emang dasar Syafima ga bersyukur. Punya cowo tampan, mapan malah disia-siain. Maunya apa sih tuh anak? heran aku. Padahal ya, Ravindra udah tampan, baik, perhatian, tajir melintir lagi. Kurang apa lagi coba. Syasya ga kerjapun aku rasa dia ga bakalan kekurangan.” Kata Sika “Papah sih terserah pada adikmu saja, Sika. Papah Cuma ingin nantinya jika kalian sudah bisa serius dengan suatu hubungan. Papah ingin ada laki-laki yang bisa menjaga dan bertanggung jawab atas putri-putri cantik papah. Papah ga muluk-muluk. Tidak perlu kaya. Tapi yang pasti laki-laki itu harus bertanggung jawab, pekerja keras dan bisa menjaga kalian dengan baik itu saja sudah cukup untuk papah.” Mengulaskan sebuah senyuman tulus   / / / / / /                 “Shaquille!” panggil Syafima begitu melihat Ravindra baru saja keluar dari walk in closetnya                 Ravindra langsung mendekat ketika ia merasa dipanggil oleh Syafima. “Ada apa?” tanyanya lembut “Bisakah kamu bersikap biasa saja?” tanya Syafima “Memangnya kenapa?” Mengernyitkan dahinya “Karna aku tidak ingin jatuh cinta lagi padamu.” Kata Syafima tersenyum                 DEG                 Jantung Ravindra seperti ingin mencelos ke luar dan tak ingin kembali lagi. Lagi-lagi ia ditolak Syafima dan itu begitu menyakitkan. Tapi itu semua ia sembunyikan dengan mengulaskan wajah datarnya. “Sudahlah jangan banyak bicara. Lebih baik kamu istirahat.” Memasangkan selimutnya lagi “ada apa kamu memanggilku? Apa kamu mengingikan sesuatu?” lanjutnya “Aku hanya ingin minum.” Syafima kemudian memejamkan matanya lagi                 Tak menunggu lama-lama Ravindra langsung keluar dan mengambilkan Syafima segelas air putih untuk diminumnya. Setelahnya ia kemudian membantu Syafima duduk dan menumpukkan bantal agar ia lebih nyaman untuk bersandar. Setelah menghabiskan minumannya, Syafima kemudian terdiam dan tiba-tiba ia mulai menangis. Ravindra yang melihat sahabatnya itu menangis kemudian mendekatkan dirinya. “Kamu kenapa?” tanya Ravindra                 Syafima tak langsung menjawab. Ia terus saja menangis. Memendamkan kepalanya di tangannya yang sengaja di lipat. “Sudahlah Syafima, aku yakin kamu pasti akan mendapatkan yang lebih baik daripada dirinya. Mungkin ini akan menjadi awal yang baik untuk kamu.” Ravindra merancau. “Aku senang karna kamu masih baik padaku Quille. Tapi aku jelas-jelas sudah menyakitimu. Sungguh aku jahat sekali.”                 Ravindra langsung memeluk wanita yang sedang menyesali perbuatannya itu. Dan wanita itu adalah sahabat sekaligus mantan kekasihnya. Syafima terus menangis dan entah mengapa ia terus saja menangisi entah apa yang menjadi pemicunya. Ravindra juga bisa merasakan kesedihannya.                 Memang, dirinya pernah menganggap kalau Syafima jahat karna sudah mengkhianati kepercayaannya dengan berselingkuh beberapa kali darinya. Tapi lebih jahat lagi jika Ravindra tidak bisa memaafkan Syafima dan menjauhinya. Ia jelas-jelas tidak bisa bahkan tidak pernah bisa memberikan kepastian pada Syafima. Syafima seperti ini juga karna dirinya yang jelas tidak pernah bisa menentukan mau dibawa kemana hubungannya dengan Syafima. Jadi semenjak itulah ia tersadar tidak ingin menjauhi Syafima dan akan terus berada di sampingnya sebagai sahabat yang akan selalu melindunginya.    / / / / / /                   Akibat patah hati, Syafima jadi malas makan yang menyebabkan dirinya harus memanggil suster asistennya untuk menyuntikkan vitamin kepadanya. Orangtua Syafima hanya menanyakan kabarnya melalui Ravindra. Dan ia dengan senang hati memberitahukannya kepada mereka. Kakanya Syasya, Sahasika menjenguknya sore itu. Ia juga sempat membawakan bubur untuk Syafima dan makan malam untuk Ravindra. Sika sengaja membawakannya agar Ravindra tidak perlu repot-repot untuk memasak makan malam. “Gw sengaja kesini untuk anterkan ini,” kata Sika menaruh kantung belanja di atas kitchen island di dapur Ravindra. “Gw ga apa-apa Sika. Kenapa harus repot-repot?” Ravindra mengulaskan senyuman. “Ini sebagai ucapan terimakasih karna lo mau menjaga dan merawat Syasya, adik gw. Walaupun dia  udah jahat sama lo. Tapi gw sangat mendukung lo, kalo lo mau balikan lagi sama dia.”                 Ravindra tak membalas. Dia hanya memberikan senyum tipis di bibirnya agar terlihat sopan. “Ya sudah, gw liat Syasya dulu ya.” Kata Sika kemudian berjalan menuju kamar Ravindra yang kini ditempati Syafima.                 Sika sudah hafal betul jika, Syafima menginap disitu. Pasti mereka akan satu kamar dan berbagi ranjang. Syafima sedang tertidur pulas ketika Sika mendekatinya dan menempelkan punggung tangannya ke kening adiknya itu. Ada sebuah infusan yang menggantung dan terhubung dengan punggung tangan kiri  Syafima. Terlihat Syafima memang pucat dan sepertinya memang butuh istirahat. Ravindra masuk ke kamarnya dan melihat Sika sedang melihat keadaan adiknya itu.   / / / / / /    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD