3. Ciuman Syafima

1596 Words
“Kenapa sih kalian berdua ga menikah aja?” tanya Sika tiba-tiba ketika melihat Ravindra masuk kekamarnya dan berdiri di sisi ranjangnya. “Syafima ga mau, Sika. Gw juga sepertinya belum tau kapan akan menikah. Mungkin itu yang membuat Syafima ragu sama gw.” “Astaga kalian ini sebenarnya saling membutuhkan Ravindra. Dan lo Ravindra, lo tuh sayang kan sama Syasya? Coba jawab dengan jujur!” Sika jelas menuntut penjelasan. “Sika, gw bukan cuma sayang ke Syasya. Tapi gw sangat menyayangi Syasya. Tapi gw mungkin hanya terlihat seperti bercanda jika gw akan menikahinya. Gw masih belum yakin dengan hubungan gw dan Syasya akan bisa berjalan dengan serius. Karna Syasya pasti ingin gw menikahi dia dan gw belom siap dengan itu.” “Come on. Kalian berdua udah sama-sama sudah dewasa. Lo juga kenal Syasya bukan seminggu dua minggu, Ravindra. Apa lagi sih yang membuat lo ga yakin sama Syasya? Lo takut jika Syasya akan selingkuh lagi seperti sebelumnya?”                 Ravindra mengangguk. “Inget ya, dia seperti ini juga karna lo yang dulu ga pernah bisa kasih kepastian akan hubungan kalian. Jelaslah dia selingkuh. Kapan sih lo bisa berdamai dengan keadaan? Syafima bisa menerima lo apa adanya. Dan asal lo tau, papah sebentar lagi juga akan membuka bisnisnya di Jepara. Dia sudah bicara sama gw, kalau dia akan pindah dan menetap disana.”                 Ravindra membulatkan matanya menatap Sika yang sedang menatap serius kearahnya. “Lalu, hubungannya sama gw? Syasya ga mungkin ikut kesana kan?” “Justru karna dia ga mungkin kesana. Papah mau nitipin Syasya ke lo.”                  Ravindra mengerti apa yang dimaksudnya. Ia hanya diam dan mendengarkan semua yang Sika ingin bicarakan. Sika betul-betul menumpahkan semua kekesalannya kepada Ravindra dan Syafima yang menurutnya sangat kekanak-kanakan. Dan ia juga yakin jika Syafima juga sebenarnya menyembuyikan perasaannya pada Ravindra.   / / / / / /   “Aku buatkan makanan ya,” kata Ravindra begitu melihat Syafima keluar dari kamarnya dan duduk di sebelah Ravindra yang sedang bekerja di ruang TV. “Engga mau. Nanti aja, aku belom lapar.” Kata Syafima kemudian menyandarkan kepalanya di sofa berwarna abu-abu tua.                 Mereka berdua sama-sama terdiam. Ravindra masih terfokus dengan macbooknya dan membaca beberapa surel, juga membalasnya satu persatu. Ravindra memang tampan dilihat dari sudut manapun. Selain itu dia juga sangat pintar dan bertanggung jawab akan segala apapun yang sudah ia mulai. Tapi dia tidak bertanggung jawab terhadap hati Syafima karna beberapa kali ditanyakan kapan akan menikahinya, ia tak pernah bisa memastikan. Itulah salah satu sebabnya Syafima akhirnya menyelingkuhinya.                 Syafima juga sebenarnya masih merasakan hal yang sama dengan Ravindra. Tapi ia selalu mengelaknya. Buktinya Syafima tidak pernah menolak untuk dicium oleh Ravindra berkali-kali setelah mereka putus. Bahkan mereka pernah menghabiskan waktu hanya untuk berciuman sepanjang hari. Mungkin bibir Syafima terlalu candu untuknya. Syafima pernah bilang pada Sika, kakanya. Jika ia akan berganti-ganti pacar hanya untuk mengisi waktu luangnya menunggu Ravindra. Memintanya untuk menjadi istrinya dan memulai hubungan mereka dengan serius. Tapi entahlah kapan hal itu akan terjadi. Syafima terus menerus tidak bisa serius dengan satu hubungan.                    CUP                 Tiba-tiba saja Syafima mendaratkan bibirnya di pipi kanan Ravindra yang sedang asik dengan perkerjaannya. Ravindra langsung terkejut kemudian menoleh pada Syafima yang masih memandangnya. “Apa aku tidak boleh?” tanya Syafima mengerucutkan bibirnya karna melihat reaksi Ravindra yang sepertinya terkejut. “Hmm … Bukan begitu, Sya.” Dengan nada sehalus mungkin agar Syafima tidak tersinggung apalagi marah padanya. “Lalu kenapa? Memangnya hanya kamu saja yang boleh mencium aku duluan? Lalu aku tidak boleh?”                 Ravindra kemudian menaruh macbooknya di atas meja dan merengkuh pinggang Syafima dengan sangat posessive. Lalu menarik ke pangkuannya. Syafima dan Ravindra masih menatap dalam satu sama lainnya. Dengan kemeja putihnya yang masih di kenakan Syafima tercetak bayangan tubuh Syafima yang sangat menggoda. Ditambah lagi Syafima membuka dua kancing teratas kemejanya sehingga menampilkan belahan d*d*nya yang terlihat sangat menggiurkan. Ravindra menelan salivanya dengan susah payah. Dan terfokus kembali dengan iris mata Syafima yang sedang menginginkannya. “Apa yang kamu inginkan, hemm?” tanya Ravindra dengan lembut mengelus lembut punggung wanitanya itu. “Hanya ingin mengucapkan terima kasih karna kamu sudah merawatku.” Syafima kali ini berbicara juga dengan nada lembut. “Kamu yakin hanya itu saja?”                 Syafima menggeleng. Kemudian Ravindra tersenyum dan mendekatkan wajahnya kembali pada wajah Syafima. Nafasnya menderu dan kini ia bisa merasakan nafas Ravindra di pipinya. “Shaquille!” panggil Syafima manja “Hmmm …” “I want you,”   / / / / / /                   Syafima tidak pernah menyangka jika dirinyalah yang meminta pada Ravindra untuk memulai pergelutan bibir mereka. Ya, Syafima hanya minta untuk melakukan ciuman yang sebenarnya jarang sekali ia minta duluan. Karna selama ini kebanyakan Ravindra yang selalu memulainya terlebih dahulu. Ravindra yang tadinya hanya merasa ingin menjaganya karna dirinya sedang sakit, langsung merasa keheranan karna Syafima tidak biasanya seperti ini.                 Ravindra menatap keheranan pada wanita yang kini duduk di pangkuannya dan melingkarkan tangannya di lehernya. Syafima juga menatap Ravindra dengan tatapan dalamnya. Ia tau jika Syafima sedang patah hati dengan anak konglomerat pemilik salah satu perusahaan perusahaan e-commerce dan juga asuransi itu. Tapi kenapa hatinya begitu sakit jika dirinya tau, Syafima hanya menjadikannya pelampiasan. “Kamu ga lagi jadiin aku pelampiasan kan, Syasya?” tanya Ravindra penuh tanda tanya.                 Syafima menggeleng mantap. “Apa aku tidak boleh memintanya lagi, Quille? Mungkin kamu mengira aku masih mabuk. Tapi jawabannya bukan karna itu.” “Lalu, apa Syasya?” dengan nada menggoda lalu menyelipkan rambutnya di belakang telinga Syafima sehingga terlihat jelas kulit leher Syafima yang polos.  “Sepertinya aku sudah kecanduan dengan bibir kamu,” katanya sambil tersenyum manis.                 DEG                 Tiba-tiba saja setelah mendengar kalimat itu, Ravindra seperti sedang terbang ke awan dan kembali lagi sedang memangku sahabatnya itu. Kini, di depannya Syafima sepertinya sedang menginginkan ciuman sebagai penenang hatinya. Atau bahkan jika bibir Ravindra sudah memberikan candu padanya.                 Ravindra tersenyum dan tanpa ragu langsung melahap bibir Syafima dan mereka memulai permainan ciuman mereka itu. Syafima mulai mencium bibir bawah Ravindra dan menggigitnya perlahan. Mengabsen setiap deretan gigi Ravindra dan bertukar rasa. Ravindra mulai membelitkan lidahnya pada lidah sahabatnya itu dan mulai menikmati setiap pergerakan yang diberikan olehnya. “Aku suka sekali bibir kamu, Quille.” Kata Syafima jujur begitu melepas ciuman Ravindra karna sudah kehabisan oksigen. “Apa aku boleh melakukan lebih?” tanya Ravindra setelah mereka saling menatap.                 Syafima diam tak membalas pertanyaan Ravindra. Lalu tak lama kemudian Syafima tersenyum kepada Ravindra. Syafima mengelus kepala lelaki yang berada di hadapannya itu. Ia kemudian melangkahkan kakinya ke kamar Ravindra. Meninggalkan Ravindra dengan hasratnya yang tertunda.                 Ravindra tau jika Syafima bukan wanita liar seperti wanita kebanyakan di luar sana. Syafima selalu menjaga mahkotanya dan berusaha mati-matian untuk memberikan yang terbaik pada suaminya kelak. Walaupun, dia bisa saja mengambilnya lebih dulu. Tapi ia yakin, Syafima pasti akan sangat membencinya dan segera menjauh darinya jika ia melakukan lebih padanya. Dan jika Syafima menjauh Itu pasti akan membuat Ravindra merasa tersiksa setengah mati jika harus kehilangan Syafima. Ia masih belum siap. Ia akan mengambilnya jika memang sudah menjadi suaminya.   / / / / / /   “Aku pergi ya,” kata Syafima begitu selesai dengan acara mandinya.                 Tubuhnya sudah lebih terasa segar dengan semua perlakuan Ravindra yang dengan sangat baik menjaga dan merawatnya selama dua hari ini. Ravindra juga sengaja tidak datang ke kantornya untuk bekerja hanya untuk merawat mantan pacarnya itu. “Iya sayang.” Kata Ravindra yang keceplosan memanggilnya ‘sayang’ dengan nada yang sangat romantis                 Kalimat itu sukses membuat pipi Syafima merona. Ia kemudian segera turun dari Rubicon  berwarna putih milik Ravindra. Ravindra mengantarkan Syafima ke Hospi Hospital tempat Syafima melakukan praktiknya sebagai dokter kandungan. Karna memang jarak antara rumah sakit itu dekat dengan penthousenya. Ravindra juga melarang Syafima untuk berangkat sendiri dan akan menjemputnya lagi jika Syafima sudah selesai praktik di rumah sakit itu. “See you,” Ravindra melambaikan tangannya dari dalam mobil.                 Syafima membalas dengan buru-buru karna takut ketahuan jika pipinya sedang merona. Tapi Ravindra sudah mengetahui hal itu. Dia hanya tersenyum puas karna bisa dengan leluasa menggoda mantannya itu. Padahal yang ia tau, Syafima sudah tidak mencintainya lagi.                 Begitu sampai di lobby rumah sakit Hospi, Syafima langsung memperhatikan mobil Ravindra sudah menghilang dari sana. Ia langsung berjalan menuju ruangannya dengan menenteng jas putih kebesarannya. “Duilehhh … Yang abis dianterin pangeran bermobil putih.” Kata dokter Nycta merangkul Syafima sambil cengengesan. “Sial! Kenapa sih harus keliatan lo. Diledekin kan gw,” kata Syafima menepuk jidatnya pelan. “Mangkanya besok-besok kalau mau dianterin di belakang aja. Jadi ga ketauan sama gw.” Ledeknya lagi.                 Nycta dan Syafima langsung menaiki lift yang akan mengantar mereka ke lantai tempat mereka melakukan praktiknya. Diperjalanan menuju lift, Syafima dan Nycta di sapa oleh beberapa pegawai rumah sakit yang mengenal mereka dan juga pasien yang mereka tangani. “Lagian kenapa ga balikan aja sih kalo lo sama dia sama-sama cocok?” Nycta dengan polosnya melontarkan pertanyaan itu pada temannya ketika mereka hanya berdua di dalam lift yang akan mengantarkan mereka berdua. “Oh, gw cuma pengen cari yang serius aja. Dia masih belum bisa berkomitmen. Jadi gw cari yang mau berkomitmen sama gw sampe akhir hayat gw.” Jawab Syafima enteng sambil memandang kuku-kukunya yang butuh di menicure. “Yailah, lonya kali ngasih servicenya ga bagus. Mangkanya dia ga mau berkomitmen sama lo.” Ceplos Nycta.                 Syafima hanya memandang malas temannya itu dan segera melangkah ke ruangan praktiknya yang berada satu lantai dengan Nycta. “Bye … Beb see you,” kata Nycta sambil melambaikan tangan kepada Syafima yang sudah lebih dulu menjauh darinya.   / / / / / /
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD