4. Kepulangan Syafima

1857 Words
                Sesampainya di coffee shop, Ravindra langsung berjalan menuju ruangannya. Ravindra memang tidak terlalu suka dengan gedung perkantoran. Kesannya terlalu kaku menurutnya. Ia lebih memilih berkantor di coffee shop salah satu cabang miliknya agar lebih santai dan bisa langsung bertemu dengan para pelanggannya.                 Ravindra sendiri memang memiliki kantor yang berisi para pegawainya yang mengurusi segala urusan kantornya. Tapi dirinya lebih nyaman jika bekerja di ruangan yang sengaja ia buat di coffee shopnya. Atau jika coffee shop sedang berada di jam sepi ia akan membawa macbooknya keluar dan bekerja dari sana. Bukan untuk mengawasi para pegawainya. Justru ia ingin lebih dekat dengan pegawainya dan sesekali malah bercengkrama dengan mereka. Walaupun ia pemilik tempat itu, tapi ia sangat dekat dengan para pegawainya. “Mau minum apa, Ka?” tanya Nina salah seorang pegawainya “Ga usah. Tadi saya baru aja sarapan.” Katanya kemudian tersenyum dan masuk ke ruang kerjanya                 Ravindra memang menetapkan sapaan untuk dirinya, ia tidak mau dipanggil ‘pak’ atau ‘bapak’ oleh para pegawainya. Ia meminta mereka memanggilnya dengan sebutan kaka atau abang agar mereka lebih terlihat akrab dan dekat. Kecuali, pada karyawannya yang sudah berusia lebih tua dari Ravindra pasti akan meminta mereka memanggilnya dengan sebutan namanya yaitu Ravindra. Tapi hanya ada dua orang yang memang usianya lebih tua darinya yaitu mamih Olin yang ia tempatkan sebagai manager keuangan di perusahaannya dan juga pa Bagus yang ia tempatkan sebagai supir dan penjaga kantornya. Ravindra juga selalu memanggilnya dengan sebutan mamih dan bapak. Ravindra kemudian duduk disinggah sananya dan menatap lurus ke macbooknya. Tak lama kemudian dering suara panggilan masuk terdengar dari iPhone keluaran terbaru yang ia pakai saat ini. Ia melihat id penelponnya ternyata ‘Bastian’. Iapun langsung menjawab telponnya. “Ya, Tian!” kata Ravindra begitu menjawab panggilan telpon dari Tian, asistennya. “Selamat pagi, Bang!” “Pagi. Ada apa?” “Maaf Bang, sepertinya nanti saya akan sedikit terlambat mengantarkan dokumennya. Saya masih menunggu staff keuangan melengkapi beberapa dokumen.” “Baiklah. Tidak masalah. Saya akan tunggu.”                 Bastian menutup sambungan telponnya. Ravindra tiba-tiba teringat akan Syafima yang baru saja dia antarkan untuk praktik ke Hospi Hospital. Padahal belum ada dua jam berpisah, dirinya sudah kangen sekali dengan sahabatnya itu. Entah kenapa mungkin karna ia sudah terbiasa dalam seminggu ini Syafima menginap di rumahnya.                 Mungkin ini bisa menjadi awal yang baik untuk dirinya agar terbiasa dengan hubungan tanpa status yang sering mereka sanggah. Ia mulai tersenyum ketika melihat foto-foto Syafima dalam gallery fotonya yang baru saja ia lihat. Disana juga ada foto ketika Syafima berpose sambil mencium pipi kirinya. Syafima benar-benar membuatnya rindu dan semoga hari yang ia lalui ini tidak akan berlangsung lama. Karna ingin secepatnya bisa bertemu lagi dengan wanitanya itu.   / / / / / /   “Kamu bisa ga sih ga khawatirin aku?” protes Syafima begitu menjawab telpon dari Ravindra yang baru saja melontarkan beberapa pertanyaan bertubi-tubi tentangnya. “Ya, tapi aku khawatir! Kamu itu baru sembuh Sayangku, Syasya.” Goda Ravindra. “Aku baik-baik aja Ravindra Kenan Shaquille.” Syafima mengerucutkan bibirnya karna kesal selalu digoda Ravindra. “Ok. Nanti aku jemput kalo sudah selesai praktek.”                 Tut                 Syafima memutuskan sambungan telponnya lebih dulu karna sudah lelah dengan sikap protective Ravindra hari ini. Ia langsung meletakkan iPhonenya di meja kerjanya. Ia menyandarkan tubuhnya sebentar di kursi dan memejamkan matanya. Ini masih jam istirahatnya dan ia baru saja selesai makan siang dengan Nycta. “Kenapa sih kamu baik banget sama aku Quille? Aku bisa-bisa makin jatuh cinta lagi sama kamu.” Rancaunya dan tanpa sengaja bulir-bulir kristal mengalir dari pelupuk matanya.                 Ia kemudian menyekanya buru-buru sebelum ada orang lain yang melihatnya sedang menangis. Entah kenapa beberapa hari ini hatinya begitu kacau. Bunyi suara panggilan masuk ada di ponselnya terdengar begitu nyaring Syafima langsung melihat iPhonenya yang ia letakkan di meja kerjanya. Id penelponnya ‘Mami’. “Ya, Mi.” Jawabnya berusaha menetralkan suaranya yang agak serak “Sayang, hari ini kamu pulang kan?” tanya mamihnya “Iya Mih. Ada apa?” tanyanya “Engga, mamih cuma mau tanya itu. Karna mamih mau siapin makanan untuk kamu. Kamu mau makan apa? Biar mamih siapin.” Mamihnya dengan penuh sayang “Ga usah, Mih. Aku ga mau makan apa-apa. Lagian juga aku nanti aku dijemput Shaquille. Dia pasti nongkrongin aku dulu buat makan baru anter aku pulang.” “Ya sudah, nanti mamih siapin buah aja ya untuk kamu. Atau kamu pudding?” “Apapun yang Mamih bikinin dan siapin buat aku, pasti aku makan. Makasih ya, Mam.” “Apa sih kamu pake makasih-makasih segala. Itu udah kewajiban mamih untuk merawat dan menjaga kamu sayang.” Katanya masih dengan kelembutan. “Hehehe … Mamih yang terbaik.” Pujinya. “Ya sudah, sampe ketemu dirumah ya sayang. Hati-hati ya!” titah Mamihnya.                 / / / / / /                   Ravindra benar-benar menjemputnya. Dan sesuai prediksi Syafima, bukan mengantarnya pulang. Tapi Syafima malah dibawa ke penthousenya. Di meja ruangan TV, sudah berderet makanan untuk mereka nikmati bersama. Tapi rasa-rasanya Ravindra terlalu berlebihan menurutnya. Makanan-makanan ini terlalu banyak dan tidak bisa ia makan sendirian. Bahkan berdua dengan Ravindrapun ia tak yakin mampu menghabiskan makanan sebanyak ini. “Jangan bercanda, Shaquille!” kata Syafima begitu melihat makanan-makanan yang terhidang di meja itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Loh, bercanda apanya?” tanyanya mengernyitkan dahi.                 Ravindra mendaratkan b*k*ngnya di sofa empuk yang berada di ruangan itu. Kemudian mengambil remote dan menyalakan TV LED besar yang berada dihadapannya.  “Ini!” tunjuk Syafima pada meja yang berisi makanan-makanan. “Kamu kan juga belum sembuh benar. Aku ingin memanjakan wanitaku, Syafima. Lagipula hari ini kamu akan pulang ke rumah orangtuamu. Jadi aku ingin memberikan sedikit nutrisi dan memastikan kamu memakan, makanan yang bergizi.” acuhnya sambil mengganti-ganti channel TV yang akan di tontonnya untuk menemani santap malamnya bersama dengan Syafima. “Hufff … percuma melawan kamu. Aku pasti akan kalah.” Kata Syafima kemudian melangkahkan kakinya menuju dapur dan mengambil air putih untuk ia masukkan ke dalam tubuhnya.                 Ia berdiri sebentar sambil memandang Ravindra yang masih cuek dan menonton TV di sebrang sana. Syafima memang mengagumi lelaki yang duduk tak jauh darinya. Entah kenapa, Syafima benar-benar tak menyangka jika hatinya begitu galau dibuat oleh mantannya itu. Walaupun Ravindra sudah memintanya untuk serius menjalani hubungan lagi, tapi ia masih saja belum yakin jika Ravindra akan menikahinya dalam jangka waktu dua tahun kedepan. “Apa yang kamu fikirkan?” tanya Ravindra yang kini sudah memeluk tubuh Syafima dari belakang bahkan mengecup lembut bahunya.                   Syafima melamunkan tentang hatinya dan tanpa sadar jika Ravindra kini sudah berada di belakangnya dan memeluknya secara posessive. “Syafima!” panggil Ravindra tepat di telinganya dengan penuh kelembutan. “Hah? Ehmm itu …” Syafima salah tingkah kemudian memandang lurus kedepan dan tak mau memandang Ravindra yang masih betah memeluknya. Malah sekarang Ravindra sudah mendaratkan bibirnya di leher Syafima “Quille!” panggil Syafima karna tubuhnya mulai meremang atas perlakuan Ravindra “Ehmmm …” masih terus melanjutkan aksinya. “A-aku … ahhh …” tiba-tiba suara d*sa*an itu muncul dari bibir merah mudanya dan itu sukses membuat Ravindra tersenyum. “Aku akan kesepian jika kamu tinggalkan aku hari ini, Syasya. Bisakah kamu menginap lagi disini hari ini?” tanyanya disela-sela ia mencium leher Syafima bahkan Ravindra mengeratkan back hugnya dan kepala Syafima jelas langsung mendongak keatas menikmati kecupan dan pelukan hangat sang mantan kekasih.                 Ia menikmati apa yang dilakukan Ravindra itu. Bahkan tanpa sadar ia sudah memeluk Ravindra dan menyandarkan kepalanya pada d*d* bidang mantan kekasihnya itu. Setelah puas dengan pergumulan di leher Syafima, ia kemudian membalikkan tubuh Syafima. Mengurung tubuhnya diantara tangan berototnya dan melahap bibir Syafima dengan lembut. Tanpa terasa Syafima sudah naik ke mini bar yang berada di dapur. Tak lupa ia melingkarkan tangannya keleher sahabatnya itu. “Quille!” panggil Syafima lagi. “Ya,” katanya memandang mata Syafima dengan tajam. “Kapan kamu ingin serius denganku? Apa kamu tidak lelah seperti ini terus?” tanya Syafima sambil mengatur nafasnya setelah ciuman panjang yang mereka lakukan.                 Ravindra tak langsung menjawabnya. Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju kamarnya dan meninggalkan Syafima. Air matanya kembali turun tanpa aba-aba. Hatinya begitu sakit menerima ketidakpastian dari orang ia cintai. Ya, Syafima kini mengakuinya dalam hati jika ia masih mencintai Ravindra. Isak tangis terdengar dari bibir merah mudanya. Ia kemudian meraih tasnya dan segera pergi dari penthouse Ravindra.                 Ravindra tau, Syafima pasti akan meninggalkannya. Ia tau jika Syafima pasti akan menanyakan pertanyaan itu terus menerus. Meminta kepastian atas hubungan mereka yang tanpa sadar sudah melibatkan hati mereka satu sama lainnya. Tapi Ravindra lagi-lagi tak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan yang diberikan oleh Syafima. Hatinya sakit melihat wanitanya itu menangis karna dirinya masih belum bisa memberikan kepastian.   / / / / / /   “Mamih! Papah!” panggil Syafima begitu sampai di rumahnya. “Anak papah sudah pulang.” Sambut papahnya begitu melihat anak bungsunya sampai di rumahnya.  Tak lupa papahnya memeluk juga mencium pucuk kepala anaknya itu  “Iya, Pah. Syasya ke atas dulu ya.” Jawab Syafima melepaskan pelukan papahnya.                 Baru melangkah beberapa langkah, mamihnya datang dan kemudian memeluknya dengan sayang. “Nanti mamih antarkan buah dan pudding kesukaan kamu ya. Sekarang kamu ganti baju dulu.” Kata mamih sambil melepaskan pelukan Syafima. “Iya, Mih.” Syafima mencium pipi mamihnya dan segera menaiki anak tangga untuk menuju kamarnya.                 Sabil duduk menonton TV di ruang TV. Tiba-tiba suara ponselnya berdering. Ia melihat id penelponnya ‘Ravindra’. “Halllo!” jawab Ravindra begitu suara Sabil terdengar. “Om, apa Syafima sudah sampai?” tanya Ravindra dengan nada cemas. “Iya, baru saja sampai. Ada apa?” tanya Sabil bingung “Tidak, Om. Tidak ada apa-apa.” “Kamu yakin Ravindra?” selidiknya. “Iya Om, hanya ingin memastikan saja Syasya benar-benar sudah di rumah. Karna telponku tidak dijawab.” “Ehmm … I-“ Sabil belum menyelesaikan kalimatnya, ponselnya sudah direbut oleh Syafima “Syasya!” kata papah kaget.                 Syafima tidak menjawab papahnya. Ia langsung melangkah menjauh dari papahnya menuju halaman belakang. “Syasya?” tanya Ravindra. “Iya, ini aku.” Jawabnya ketus “Aku lega kamu sudah di rumah.” Dengan nada senang bahkan mengulaskan senyuman walau tak terlihat oleh Syafima.   “Dengarkan aku, Ravindra Kenan Shaquille.” Memberikan jeda sedikit karna nafasnya memburu menahan amarah, ”mulai saat ini, jika kamu masih belum bisa memberikan kepastian atas hubungan ini. Aku tidak ingin bertemu denganmu. Dan jangan hubungi aku sampai kamu benar-benar bisa menjawab semua pertanyaanku tadi.” Katanya dengan ketus kemudian memutuskan sambungan telponnya. “Sya, tung-“                 Syafima kemudian menyerahkan lagi ponsel papahnya dan segera berbaring di sofa lain di dekat papahnya. Mamih dan papahnya yang melihat anak bungsunya hanya bisa terdiam dan tak bicara sedikitpun. Mereka tau jika sudah ngambek Syafima agak susah. “Sya!” panggil mamihnya. “Ya, Mih.” Katanya menoleh pada mamihnya yang duduk di sebelah papahnya. “Ini makan … mamih sudah kupas buahnya. Puddingnya masih di kulkas. Kalau sudah mau makan, bilang ya.” Menyodorkan sepiring berukuran sedang buah-buahannya sudah ditata seperti kue dengan beraneka warna. “Iya, Mih. Makasih.” Jawab Syafima tersenyum   / / / / / /    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD