8. Kejutan untuk Syafima

1956 Words
                Kini mereka berdua sudah berada di penthouse Ravindra. Syafima masih belum tau alasan kenapa Syafima malah dibawa ke sana, bukan ke rumahnya. Beberapa kali di jalan ia menanyakannya pada Ravindra, tapi laki-laki itu enggan menjawabnya. Begitu Rubicon Ravindra terparkir di basement, Syafima dipakaikan kain berwarna hitam untuk menutup matanya. Walaupun dalam keadaan ngambek karna perdebatan tentang pertemuannya dengan Derral besok, tapi Ravindra memintanya untuk menuruti permintaannya kali ini. Ya, ngambek wong Ravindra ga ngizinin kaya berasa masih jadi pacarnya kok. Ya wajarlah kalo Syafima ngambek. Tapi tetap nurut saja pada Ravindra.                 Begitu masuk ke dalam penthousenya Syafima diminta untuk bersiap membuka matanya. Ravindra membantu mengarahkan langkah Syafima agar tidak menabrak barang yang ada. Begitu sampai di kamar yang kedua di penthousenya, Ravindra langsung meminta Syafima untuk membantunya membuka kain hitam yang menutupi matanya. “Buka matamu!” kata Ravindra sambil melepaskan ikatan kain hitam yang sengaja di pasangkan untuk menutup matanya.                 Syafima mengerjapkan matanya beberapa kali dan mengedarkan pandangannya pada sekitaran kamar itu. Bernuansa mauve, putih dan coklat muda. Kamar itu sudah dirapikan dan di cat ulang. Bahkan sepertinya Ravindra mengganti furniture yang ada di sana dengan yang baru. Syafima menutup mulutnya yang terbuka akibat takjub karna kamar itu terlihat sangat bagus dan sesuai dengan seleranya. Bahkan kamar itu juga dilengkapi dengan walk in closet yang bisa dibilang tidak kecil. Ya, kini kamar itu akan menjadi kamarnya begitu wanita itu bersedia tinggal di sana. “Kapan kamu mengubahnya?” tanya Syafima membalikkan tubuhnya dan menghadap Ravindra.                 Tampaknya wanita itu sudah tidak kesal lagi karna perdebatan di mobil tadi. “Ketika kamu sedang marah waktu itu. Papahmu, sudah menyinggung masalah kepindahannya sejak lama tapi aku baru ngehnya tuh ketika kamu sakit dan Sika membicarakannya lagi padaku. Jadi aku fikir, aku harus mempersiapkan semuanya dan sengaja ingin memberikan kejutan untukmu. Lagipula kalau kamu kesini, kamu selalu tidur di kamarku dan jarang sekali masuk kesini kan. Jadi aku memutuskan untuk mengubah kamar ini menjadi kamar yang pas untukmu. Aku juga memanggil seorang design interior agar aku tidak salah menyiapkan kamar untukmu. Tapi jika kamu ingin tidur di kamarku juga tidak masalah. Tentunya kamu pasti ingin ada sedikit privasikan nantinya.” Jelasnya panjang lebar dengan penuh kelembutan. “Aku suka! terima kasih Quille.” Katanya kemudian menghambur dalam pelukan mantannya itu. “Sama-sama,” mengeratkan pelukannya. “Aku senang kalau kamu tersenyum seperti ini, Sya.” Lanjutnya.                 Syafima langsung melepaskan pelukannya. “Dengar ya, bukan berarti dengan kamu memberikan kamar ini untukku. Aku sudah tidak marah lagi padamu.” Sambil melipat tangannya di depan d*d* dan mengerucutkan bibirnya. Ravindra hanya tersenyum menatap wanita di depannya itu. Mata mereka beradu pandang sebentar, lalu entah apa yang mendorongnya. Ravindra memangkas jarang diantara mereka dan menempelkan Syafima pada tembok di kamarnya. “Quille, ingat aku masih marah padamu!” Syafima sedikit gugup dan berusaha untuk mengalihkan pandangan mata intimidasi dari Ravindra. “Aku tau, Jadi aku mau tau. Setelah ini apa kamu masih marah atau tidak?” katanya kemudian mendekatkan bibirnya dan mencium bibir ranum Syafima. Syafima tidak membalasnya, tapi Ravindra tidak kehilangan akal. Ia kemudian menggigit kecil bibir Syafima dan mau tidak mau. Wanita itu membuka bibirnya dan memberikan akses masuk untuk Ravindra. Lelaki itu tersenyum tipis tanpa membuang kesempatan yang ada. Ravindra lalu membelitkan lidah pada lidah kepunyaan Syafima. Syafima mengalungkan tangannya di leher mantan kekasihnya itu. Ravindra langsung memperdalam ciumannya. “Apa kamu masih marah?” tanya Ravindra setelah melepas ciumannya untuk menghirup oksigen. “Tergantung,” jawab Syafima tanpa melepas tangannya dari leher Ravindra.                 Ravindra mengernyitkan dahi karna penasaran. “Maksudnya?” “Ya, tergantung jika kamu mau mengizinkanku untuk pergi besok. Aku tidak akan marah lagi.” Syafima langsung melepas tangannya dan berlari ke ruang keluarga.                 Ravindra langsung mengejarnya dan berusaha untuk menangkap wanita itu. Tapi Ravindra berhasil menangkap Syafima yang kalah taktik dengannya. Ravindra langsung membanting lembut tubuh Syafima ke sofa di ruang keluarganya dan menggelitiki lagi tubuh Syafima. “Hahahaha … ampunn!” teriak Syafima sambil tertawa kegelian.                 Ravindra juga langsung menyerah kali ini. Ia kemudian menahan tangan Syafima di atas kepalanya dan menatap dalam wanitanya yang berada di bawah kungkungannya. “Terima kasih, Quille!” Syafima tiba-tiba tersenyum. “Untuk apa?” masih tidak menatap irish mata Syafima. “Untuk kamarnya. Aku suka sekali!” “Apa ada hadiah untukku?”                 Syafima mengangguk. Ravindra kemudian melepaskan cengkraman tangannya dan membantu Syafima duduk berdampingan dengannya. Setelah terdiam sekitar dua menit. Syafima kemudian mencium pipi kanan Ravindra.    “Itu hadiah untukmu,” tersenyum lalu memeluk lelaki itu dari samping.                 Ravindra terkejut dan membuat lelaki itu menoleh pada Syafima. Jarak wajah mereka tak terlalu jauh karna sisa ciuman itu. Hembusan nafas Syafima terasa pada dagu Ravindra karna memang tinggi mereka yang tak seimbang. Ravindra kemudian menggendong Syafima ke kamar wanita itu dan membaringkan wanitanya itu di ranjang yang berukuran king size. “Sya!” panggil Ravindra setelah mendaratkan ciuman kilas pada bibir merah muda milik Syafima sekali lagi, setelah mereka sampai di kamar baru untuk Syafima. “Hmmmm …” Syafima berdehem dan menatap iris mata Ravindra yang menatapnya intens. “Mau ya, kamu tinggal disini sama aku.”                 Syafima mengangguk. “Bisakah kamu berjanji padaku untuk tidak pergi jauh dariku, Syasya?” “Aku berjanji.” Katanya menurut. “Terima kasih!” kemudian ia mulai mencium lagi bibir Syafima yang sudah benar-benar membuatnya candu.   / / / / / /                   Syafima sedang menyiapkan sarapan untuk Ravindra. Ravindra masih terlelap di kamar Syasya yang baru. Walaupun kamar itu sudah diberikan untuk Syafima, tapi nyatanya jika wanita itu sedang di penthousenya Ravindra pasti tidak akan bisa jauh-jauh darinya dan memilih untuk ikut tidur dimana wanita itu tidur.                 Setelah memanggang d*d* ayam fillet yang telah dibumbui. Sekarang saatnya Syasya membuat salad sayur dan juga dressing sauce favoritenya. Tak lupa ia menyiapkan kopi untuk Ravindra dan segelas jus melon tanpa gula untuk dirinya.                 Ketika sedang membuat dressing sauce, Ravindra keluar dari kamar Syafima dan memberikan iPhonenya karna seseorang menelpon Syasya yang membuatnya terbangun pagi itu. Ravindra masih setengah sadar namun tau betul jika sambungan telpon itu dari seorang laki-laki yang mengaku bernama Derral. “Oh, Hai!” sapa Syafima ramah “Tidak aku tidak akan lupa.” Jawab Syafima                 Ravindra yang penasaran dengan pembicaraan mereka, kemudian memeluk dari belakang Syafimanya seperti biasa. Tak lupa Ravindra mencium pucuk kepala wanitanya. “Baiklah! Sampai bertemu nanti.” Katanya sambil memutuskan sambungan telponnya dengan Derral.                 Ia kemudian meletakkan iPhonenya di meja kabinet di dapur itu. “Siapa sih? Sibuk banget, akunya di cuekin.” Ujar Ravindra dengan nada cemburu. “Kamu cemburu?” menyipitkan matanya sambil menatap Ravindra yang kini berdiri di sebelahnya sambil menggigit apel merah yang baru saja ia ambil dari keranjang buah. “Buat apa? Kau tau papahmu sudah menyerahkan putrinya yang keras kepala ini kepadaku. Jadi siapapun yang akan menemuimu dan berbicara denganmu harus melalui persetujuanku dulu,” kata bersungut-sungut di dapur sambil setengah berteriak agar Syafima bisa mendengar perkataannya.                 Syafima hanya geleng-geleng kepala mendengar perkataan sahabatnya itu yang seolah-olah tidak membiarkan dirinya bersama dengan pria lain selain dirinya. “Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu? Aku serius Syasya!” katanya sambil menghalangi jalan Syafima yang hendak mengambil piring untuk ia bawa ke meja makan. “Kalau ini aku harus minta izin juga padamu?” kata Syafima kemudian mendaratkan bibirnya pada bibir Ravindra agar sahabatnya itu tidak banyak bicara dan membiarkannya makan karna dirinya sudah lapar sekali.                 Ravindra yang mendapat ciuman tiba-tiba itu langsung terdiam dan membulatkan matanya tak percaya. “Jangan kamu fikir setelah kamu memberikanku morning kiss aku akan mengizinkanmu bertemu dengan si deder itu ya!” Ravindra masih terpaku di tempatnya dan sedikit tak mau kalah karna bujukan dari Syafima. “Namanya Derral, bukan Deder!” kata Syafima menghampiri Ravindra. “Siapapun itu! aku tidak perduli. Yang penting hari ini kamu seharian bersamaku!” katanya sambil berjalan menuju kamarnya.   / / / / / /                   Syafima diantar Ravindra kembali ke rumahnya setelah sarapan. Ia berjanji akan kembali ke penthouse Ravindra sesegera mungkin setelah pertemuannya dengan Derral dan teman-temannya di Hospi selesai. Dengan berat hati lelaki itu menyetujuinya walaupun sebenarnya ia ingin sekali mengikuti wanitanya untuk turut serta dalam pertemuan itu. Setelah sampai di rumah keluarga Pragata, Syafima dan Ravindra langsung masuk ke dalam. Tak lupa ia menyapa mami dan papanya yang sedang mengobrol santai di teras belakang sambil sesekali tertawa. “Apa sih yang lagi diomongin?” kata Syafima memeluk mamihnya dari belakang dan mengecup pipi maminya.   “Sayang, kamu sudah pulang?” Nada tersenyum dan menoleh pada Syafima setelah pipinya dicium anak bungsunya itu. “Sudah dong, tapi aku mau pergi lagi. Ada pertemuan dengan dokter-dokter di apartemennya temenku. Kaya semacem makan siang penyambutan gitu, Mam.” Katanya kini duduk bersebelahan dengan Ravindra yang duduk berhadapan dengan kedua orangtuanya. “Oh! Perginya sama Ravindra juga kan?” tanya papa kali ini.                 Syafima langsung menoleh pada Ravindra. Lalu menoleh pada papanya lagi. “Enggalah, aku sendiri.” kata Syafima enteng. “Loh, memangnya kamu ada acara hari ini Quille?” tanya papa kali ini pada Ravindra. “Engga ada acara sih Om. Saya mau istirahat aja di rumah nanti. Ehmm … sama sekalian saya kesini, mau minta izin kepada Om dan Tante untuk izinkan Syafima malam ini menginap lagi. Bagaimana Om, Tante? Soalnya besok saya mau ajak Syafima untuk beli barang-barang untuk isi kamarnya yang baru.” “Sudah jadi rupanya, kamar Syasya?” papa tersenyum memandang lelaki yang ada di sebelah anaknya itu. “Sudah Om. Om dan Tante main dong. Jadi bisa liat langsung kamar yang saya siapin untuk Syasya.” Tersenyum ramah. “Jadi kamu sudah memutuskan mau tinggal dimana setelah kami pindah, Sya?” maminya kali ini bertanya. “Sudah Mi. Aku tinggal di penthouse Shaquille aja.” Tersenyum menatap Ravindra dan orangtuanya secara bergantian. “Baiklah, nanti Tante dan Om akan main ke rumahmu ya Quille. Untuk melihat kamar Syasya yang baru.” Nada tersenyum. “Saya tunggu, Tante!”   / / / / / /                      Syafima turun dari kamarnya setelah mengganti bajunya dengan dress polos berwarna putih yang panjangnya dua centi di atas lutut. Ada sedikit hiasan pada bagian d*d*nya berupa rample berwarna biru dongker dan juga lis biru dongker pada bagian kancingnya. Tak lupa ia juga menambahkan anting besar dan sengaja menguncir rambutnya seperti ekor kuda dan menambahkan cincin berwarna rose gold untuk menambah kesan feminim dengan gayanya hari ini.                 Ravindra sedang mengobrol dengan papanya di ruang keluarga. Membicarakan banyak hal termasuk tentang hubungannya dengan Syafima. Begitu wanita itu sedang berjalan menuruni tangga, matanya langsung tertuju kepada wanita itu. Wanita itu sangat terlihat mempesona dengan balutan dress putihnya dan membuatnya semakin jatuh cinta padanya. Sebelum benar-benar pergi, wanita itu menghampiri papanya dan Ravindra. Syafima juga menitipkan sebuah tas kecil dengan isian baju untuk dirinya menginap nanti malam pada Ravindra. “Quille, ini tolong bawakan ya. Nanti aku langsung ke penthousemu begitu selesai!” ucap Syafima memberikan tas berbentuk persegi panjang berbahan kulit. “Ok, taruh aja disitu. Nanti aku bawa.” Ravindra tersenyum. “Pap, aku berangkat dulu ya.”   “Iya Sayang. Hati-hati. Nanti kalau sudah sampai langsung kabari papa ya.” Titah papanya sambil mengusap kepala Syafima.                 Syafima juga mengecup pipi papanya dan mencium tangan papanya sebelum pergi dari rumahnya. “Aku berangkat ya. Dadah!” Syafima kemudian melangkahkan kakinya menuju garasi rumahnya memutar lewat dapur.                 Papanya dan Ravindra menatap punggung Syafima hingga menghilang dibalik tembok. Syafima sengaja melewati dapur untuk berpamitan dengan Sika, kakanya dan juga Nada yang sedang bekerja sama untuk membuat cookies untuk mereka nikmati sore nanti untuk pelengkap teh hangat. “Bye Mam … bye Kaka!” Syafima mengecup pipi Sika dan maminya secara bergantian. “Bye …” kata mereka berbarengan                 Syafima kemudian pergi dengan Rover putihnya menuju apartemen Derral.   / / / / / /
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD