6. Perkenalan

2063 Words
                Sika menelpon Syafima untuk memastikan dirinya akan datang untuk makan malam. Sika bahkan akan menjemputnya setelah selesai praktik. Kakanya itu baru sampai Jakarta pukul delapan tadi pagi dan sekarang sedang menuju gedung kantor clientnya untuk melakukan meeting. Sika mewakili papahnya untuk bertemu dengan clientnya untuk membicarakan furniture yang akan digunakan pada gedung miliknya yang sedang di renovasi. Kebetulan gedung itu memang berada di sekitaran rumah sakit Hospi Hospital. Jadi Sika bisa lebih mudah menjemput adiknya tanpa perlu bermacet-macetan.                 Sejak kemarin Ravindra juga selalu mengantar jemput sahabatnya itu. Padahal Syafima sudah menolaknya. Syafima jadi tidak bisa bertemu dengan teman-temannya jika sedang protectivenya Ravindra lagi kambuh begini. Ya, mau tak mau ia menurut saja. Lumayan juga kan dapet supir ganteng seganteng mantan kekasihnya itu. Syafima juga sudah tidak semarah kemarin-kemarin. Ravindra berusaha keras menunjukkan jika ia akan memanjakannya Syafima dan memenuhi keinginanya. Seperti misalnya nonton film bersama dan membelikannya ice cream coklat biskuit kesukaannya.  “Ka, gw udah keluar. Kaka dimana sih?” tanyanya sambil celingukan di lobby mencari kakanya yang belum juga datang. “Sebentar, ada lampu merah nih. Lama banget. Lo tunggu di lobby aja. Bentar lagi sampe kok.” Sika kemudian memutuskan sambungan telponnya.                 Tak lama seorang pria berjas putih yang bertampang tampan dengan kulit tan itu menghampiri Syafima yang tengah berdiri menyandar di salah satu tiang lobby. Terlihat dari name tagnya bernama dr. Cedric Derral, SpPD, MM. “Hai dokter Syafima!” sapa laki-laki tampan itu. Ia melihat Syafima berdiri sendirian dan langsung menghampirinya.   “Oh, hai!” katanya tersenyum “Kenalkan aku, Cedric Derral.” Memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya. “Aku Syafima Pragata. Aku dengar dokter baru masuk ke Hospi kemarin, ya. Maaf belum bisa bertemu dan menyapa kemarin, karna saya harus buru-buru pulang.” “Panggil saja saya Derral. Tidak apa-apa. Akhirnya saya bisa bertemu dan berkenalan langsung dengan dokter Syafima. Saya dengar, dokter merupakan salah satu dokter favorite disini. ” Tersenyum ramah.                 Syafima tersenyum malu, ia menyelipkan beberapa helai rambut coklatnya di belakang telinga. Beberapa saat Derral sempat memandang kecantikan wajah Syafima dan mungkin sedang terpesona. Syafima yang merasa Derral menatapnya dengan tatapan berbeda tanpa berbicara apapun. “Dokter Derral!” panggil Syafima yang kemudian mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Derral untuk menyadarkan dari lamunannya. “Oh sorry,” katanya begitu tersadar dari lamunannya dan tersenyum malu. “Ehmmm … minggu ini jika tidak ada acara. Saya akan mengadakan sebuah pesta kecil-kecilan di apartemen saya. Pesta selamat datang, saya juga mengundang dokter-dokter yang lain. Hanya makan malam dan mengobrol-ngobrol santai saja. Apa Dokter bisa hadir?” “Minggu ini? tentu saja Dokter. Saya akan datang.” “Sure?”                 Syafima langsung menganggukan kepalanya dan memasang senyuman di bibir ranumnya. “Senang sekali mendengarnya.” Jawab Derral dan membalas senyuman Syafima.                  Tin tin                 Tak lama mobil Civic putih kepunyaan Sika berhenti tepat di depan lobby dimana Syafima sedang mengobrol dengan Derral. Mereka berdua langsung menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Sika sudah datang dan mengganggu pembicaraan mereka. “Baiklah sepertinya Dokter Syafima sudah dijemput, sampai bertemu lagi.“ kata Derral tersenyum.    “See you, Dokter Derral.” Syafima kemudian melambaikan tangan dan tersenyum lalu bergegas masuk ke dalam Civic putih milik kakanya.                 Derral juga terlihat melambaikan tangannya kearah Syafima tak lupa membalas senyumannya.   / / / / / /   “Siapa?” tanya Sika begitu Syafima duduk di kursi penumpang di samping kemudi. Sika kemudian melajukan mobilnya menuju resto yang sudah dipilihkan papahnya. “Dr. Cedric Derral.” “Oh, pasti blasteran ya. Keliatannya dia suka sama lo.” “Sok tau ah,” sambil memasang safety beltnya. “Yailah Syasya … Syasya, keliatan dari dia natap lo, senyum dan melambaikan tangannya. Semua punya arti yang berbeda.” “Kakaku Sayang, ga mungkinlah ya secepat itu orang langsung suka. Dia aja baru ngeliat gw tadi.” Ujarnya acuh. “Pernah dengar love at the first sight kan? Nah dia itu kaya gitu.” Sika tersenyum sambil terus fokus dengan kemudinya.  “Udah ah Ka. Gw takut nanti malah jadi berharap yang engga-engga sama dia. Dia ga mungkin suka gw begitu cepet sama gw.” “Lo denger kata-kata gw, setelah ini gw jamin. Dia pasti bakalan pdkt sama lo. Dalam itungan hari, dia pasti bakalan langsung ngajak lo ketemuan.”                 Syafima melebarkan matanya. “Tunggu-tunggu, kali ini lo bener Ka. Dia minggu ini ngajakin ketemuan, katanya sih mau ngadain pesta selamat datang gitu di apartmennya. Dia ngajakin gw tadi,” Syafima menoleh kepada kakanya. “Dan gw yakin sebentar lagi dia akan menyatakan cintanya.” Tersenyum puas sambil menoleh pada adiknya sebentar.   / / / / / /                   Derral POV                 Sehari sebelum perkenalan dengan Syafima.                 Aku baru saja sampai di Hospi Hospital. Walaupun belum memulai praktik hari pertamaku, tapi aku diminta oleh bu Nadya, pimpinan sekaligus pemilik rumah sakit tempatku praktik untuk datang dan berkenalan dengan staff sekaligus dokter-dokter yang ada di sana. Ini pukul sebelas siang dan suasana di Hospi Hospital memang ramai. Hospi Hospital adalah salah satu rumah sakit terbesar yang berada di Indonesia. Mereka juga memiliki cabang rumah sakit yang berada di seluruh Indonesia. Sedangkan yang di Jakarta ini adalah pusatnya dan lokasinya juga paling terbesar diantara cabangnya di daerah lain.                 Aku langsung melangkahkan kakiku menuju ruangan ibu Nadya. Begitu sampai, aku langsung bertemu dengan sekretarisnya yang bernama Talitha yang bisa ku tebak wanita ini masih belum menikah. Aku sempat mengobrol sebentar dengannya sambil menunggu sampai bertemu dengan ibu Nadya. Talitha adalah sosok wanita yang cantik menurutku, ia juga ramah dan sangat mudah bergaul. Tak lama ibu Nadya meminta aku untuk masuk ke dalam ruangannya. “Selamat datang dokter Cedric Derral!” kata ibu Nadya ramah. “Derral, ibu panggil saja saya dengan Derral.” Katanya tersenyum ramah sambil menyambut uluran tangan ibu Nadya. “Baiklah, Derral. Hari ini, saya akan mengajak kamu untuk menemui beberapa dokter yang sedang bertugas disini. Saya hanya ingin kamu mempunyai banyak teman di sini. Agar kamu juga betah di Indonesia dan tidak pergi-pergi lagi seperti yang ibumu selalu bilang.”                 Aku tersenyum mendengar perkataan yang baru saja dilontarkan oleh ibu Nadya. Ya, dia adalah salah satu teman ibuku. Seperti yang dia bicarakan tadi, aku memang senang berpindah-pindah tempat, bahkan aku baru saja pulang dari Singapur karna menetap di sana selama beberapa tahun. Tapi rasa-rasanya aku terlau rindu dengan kedua orangtuaku yang memang tinggal dan menetap di Jakarta. Jadi aku memutuskan untuk kembali ke Indonesia. “Mari ibu antarkan untuk menyapa mereka,” ibu Nadya kemudian berdiri.                 Begitu sampai di depan ruangannya, ia berpesan pada Talitha untuk mencatat setiap orang yang mencarinya dan ia akan menghubunginya setelahnya kembali. Wanita itu tersenyum dan mengangguk begitu bossnya itu berpesan padanya. Tak lupa ia juga melemparkan senyuman padaku. “Ayo!” ajak ibu Nadya yang langsung melangkah dan memimpin jalan.                 Ibu Nadya membawaku ke sebuah ruangan besar dengan akses pintu di depannya, ada juga petugas keamanan yang menjaganya. Ruangan itu seperti kamar pasien, karna banyak sekali pintu-pintu yang ada disana. Tertulis di pintunya Ruangan Dokter Jaga. “Derral, kenalkan. Ini pa Amin, salah satu staff keamanan senior di Hospi. Pa Amin, ini Dokter Cedric Derral spesialis penyakit dalam yang akan mulai bertugas besok.” “Hallo, Pa! saya Cedric Derral tapi panggil saja saya Derral.” Kataku memperkenalkan diri mengulaskan senyuman dan menjabat tangannya. “Selamat datang Dokter Derral. Saya Amin!” membalas jabatan tangannya. “Ayo, kita masuk ke dalam. Ini ruangan khusus dokter. Istilahnya ruangan dokter jaga. Hari ini, ada beberapa dokter yang betugas. Jadi saya bisa memperkenalkan kamu pada mereka.”                 Aku mengangguk, lalu mengikuti ibu Nadya masuk ke dalam ruangan besar itu. Ruangan itu terdiri dari 10 ruangan, “Saya menyediakan ruangan ini khusus untuk para dokter yang ingin beristirahat. Biasanya, ada beberapa dokter yang memilih menginap setelah mereka praktik. Ya, walaupun kamarnya tidak semuanya besar. Tapi cukup untuk dokter jika ingin bersantai setelah bertugas. Ini semua khusus untuk dokter pria ya. Di sana ada pantry kecil dan juga ada ruang tv untuk kalian bisa mengobrol santai. Dan ini kamar kamu. Password keynya nanti akan saya berikan. Lalu, di dalamnya juga sudah ada kamar mandinya juga.” Terang ibu Nadya kemudian memasukkan password keynya dan mempersilahkanku masuk ke dalam dan melihat-lihat isi kamar. “Terima kasih Bu.” Jawabku tersenyum. “Sama-sama. Kalau begitu, kita ke bawah ya. Di bawah sedang ada pertemuan dokter. Oiya, di lantai ini ada juga ruang dokter jaga untuk yang perempuan.”                 / / / / / /   “Selamat datang dr. Cedric Derral!” kata seluruh orang yang berada di ruang meeting secara bersamaan begitu ibu Nadya membuka pintu.                 Aku terkejut karna semua orang menyambutku dengan suka cita. Bahkan mereka rela mempersiapkan makanan khas Indonesia yang aku tau salah satunya adalah nasi tumpeng dan itu adalah salah satu makanan favoriteku. Bu Nadya tersenyum kepadaku dan mempersilahkan aku masuk dan berkenalan dengan mereka satu persatu. Ada beberapa dokter juga disana dan juga staff management Hospi yang meluangkan waktu mereka di tengah-tengah jam kerja mereka. “Terima kasih sekali. Saya tidak menyangka akan disambut sampai begini disini. Sekali lagi terima kasih banyak dan mohon bantuan dan kerjasamanya.” Ucapku ketika mereka semua memintaku untuk mengatakan kata-kata sambutan. Hal yang pertama kali aku ucapkan adalah berterima kasih pada mereka.                 Setelah menyantap makan siang yang sudah di sediakan di sana. Aku juga diajak berkeliling Hospi Hospital dan aku melihat seorang wanita yang aku yakini adalah seorang dokter juga yang bekerja di Hospi. Wanita itu mengenakan rok pensil berwarna abu-abu dan mengenakan kemeja berwarna putih. Ia juga menenteng jas kebesarannya dan menyampirkan totebag hitam yang senada dengan sepatu heels yang ia kenakan. Jujur, aku terpesona pada kecantikan yang ada pada dirinya.                 Wanita itu, sedang berjalan sambil menenteng jas kebesarannya. Yang aku tangkap, wanita itu sangat ramah pada setiap staff ataupun orang yang menyapanya selama ia melewatiku. Gadis berambut coklat dan berbibir ranum itu membuatku jatuh cinta pada pandangan pertamaku melihatnya. Walaupun, aku masih ada bekas sayatan di hatiku yang diberikan oleh mantan tunanganku. Tapi tetap saja, aku akan berusaha mendekati wanita itu. “Dokter Derral!” panggil ibu Nadya menyadarkanku dari lamunan. “Oh, maaf Bu.” Kataku meminta maaf.                 Ibu Nadya tersenyum. “Ibu tau, kamu pasti terpesona pada wanita yang barusan saja lewat kan?”                 Tanpa diperintah, kepalaku mengangguk dan tersenyum malu. “Namanya Syafima Saikara Pragata, dia adalah dokter kandungan yang paling favorite di sini. Dulunya, dia penyanyi pop terkenal. Tapi sekarang full time menjadi dokter. Syafima memang banyak fansnya. Termasuk dokter Dave yang tadi mengajakmu berbincang di ruangan meeting.” “Apa di sini ada larangannya untuk berpacaran sesama dokter, Bu?” tanyaku penasaran dan langsung to the point. “Hahahah … mana ada ibu buat peraturan seperti itu. Dari dulu tidak pernah melarang mereka berpacaran jika memang mereka ingin dan sama-sama single. Tapi mereka juga harus professional pada pekerjaannya. Kalau ibu membuat peraturan seperti itu, yang ada ibu menghalangi jodoh orang dong? Lagi juga pekerjaan kita itu, kan berhubungan dengan nyawa manusia. Jadi mau tidak mau, kita harus professional dan konsekuen dengan pekerjaan kita.” Katanya sedikit menertawaiku, “apa kamu benar-benar tertarik padanya?” tanyanya lagi.                 Aku hanya mengulas senyuman dan tak tahu harus berkata apa. “Ibu saranin, secepatnya dekati jika kamu memang serius. Jangan sampai kamu keduluan sama mantan pacarnya yang kabarnya juga sedang mendekatinya lagi.” Kali ini ibu Nadya sedikit berbisik namun masih bisa terdengar olehku. “Terima kasih Bu, atas sarannya.” “Sama-sama,” katanya kemudian mengerlingkan sebelah matanya.                 Ibu Nadya adalah sosok ibu yang sangat ramah. Bisa dibilang, dia adalah pimpinan sekaligus teman untuk para staffnya. Walaupun usianya lebih tua jauh sekali dari usiaku, tapi aku sangat beruntung karna bisa mengenalnya. Setelah pembicaraan tadi dengan ibu Nadya. Aku langsung berpamitan pulang, karna ibu Nadya sendiri bilang jika aku sudah diperbolehkan pulang. Ia meminta besok untuk datang tepat waktu dan sebelum memulai praktiknya, ibu Nadya memintaku untuk menemuinya lagi di kantornya besok.                 Soal dokter cantik tadi, aku sudah meyakinkan diriku untuk mendekatinya dan mengajaknya berkenalan jika memang ada kesempatan. Aku juga akan meminta nomornya secara langsung. Syafima, Oh … aku benar-benar terus saja memikirkan nama itu. Aku mungkin benar-benar jatuh cinta pada pandangan pertama oleh wanita itu. Aku bertekat, kali ini aku harus menemukan kebahagiaanku yang sudah di renggut oleh mantan tunanganku. Dan kebahagianku harus bersama dengan Syafima, si dokter cantik itu.   Derral POV END.   / / / / / /
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD