Hana duduk di meja paling belakang di sisi Yudha, sambil memperhatikan Juno yang sedang berbicara di depan tanpa menyalakan. Rasanya, jantung Hana meledak-ledak bagaikan bom Hiroshima saat tiba-tiba Juno menatapnya lurus. Hana tak memuji apa-apa sejak tadi, hanya bengong dengan berbagai fiksi liarnya yang kurang ajar.
"Heh! Giliran lo!" Tiba-tiba Yudha menyikut lengan Hana yang dagunya jadi kepala Hana jatuh dan keningnya terpentok meja. Tentu saja hal itu disambut gelak tawa para siswa di kelas tersebut.
"Yudha b**o!" pekik Hana sambil mengusap keningnya yang ia yakin memerah. Sakit borr. Berdenyut.
"Giliran, lo!" desis Yudha lagi.
"Apaan?"
"Perkenalan. Lo dari tadi nggak merhatiin apa?"
"Ha?" Hana cengo, menatap ke sekeliling dan kemudian menyadari itu saat ini ia sudah jadi pusat perhatian. Bahkan, Juno juga tengah menatapnya. Menatapnya! Siapa yang tidak mengerti, sejak kapan Juno tidak mau di depan?
Ragu-ragu Hana berdiri, lalu tersenyum meringis memandang teman-teman di kelasnya. "Hai, aku Hana. Jung Hana." Hana melambaikan kembali, kemudian duduk kembali.
"Kamu ngelamun?"
"Eh?" Hana menatap ke depan, ke arah kakak kelas perempuan yang berdiri tepat di sisi Juno. Astaga, cantik. "Nggak. Merhatiin kok, Kak," kilah Hana, meringis.
"Merhatiin apa?"
"Kak Juno. Eh!" Hana gelagapan, menampar kecil bibirnya yang rombeng. Untung tawa Kakak kelas cowok di depan dipindahkan perhatian anak-anak darinya. Tapi ya ... tetap saja! "Mampus. Mampus! Gue kenapa, sih, anjir?" desis Hana, merutuk diri yang kelewat bodoh hari ini.
"Dasar centil. Masih hari pertama sekolah juga," komentar Esa di depan yang membuat Hana mendelik, ingin sekali melawan kepala orang itu keras-keras. Untung ganteng, untung temen, untung ada Kak Juno jadi Hana tidak bisa menampilkan ke-bar-barannya.
"Aku tahu Juno memang ganteng, tapi tolong tolong yang lain juga, ya. Kan, kasian pengen diperhatiin juga."
Hana tersenyum kecil. Malu lah, anjir, sindiran keras itu tuh!
Setelahnya Juno keluar dengan satu orang keluar --- yang sejak tadi tak henti-hentinya tertawa, menyisakan dua orang lagi di dalam ruangan. Salah satunya kakak kelas perempuan yang baru saja bicara di Hana. Namanya Kim Yeonhee, penanggung jawab kelas mereka selama masa pembicaraan. Sementara sendirian lagi Joo Changwook.
Kemudian sesi perkenalan kembali selesai, ke Esa, Dodit, dan terus melaju ke depan. Sampai akhirnya, seseorang yang masuk menginterupsi kegiatan.
***
"Sumpah, lucu banget. Dia polos atau gimana, sih? Kentara banget sukanya sama lo. Duh, Jun, woy! HAHAHA. Lihat gak tadi mukanya ... HAHAHA. Merah banget anjir, mana, duh ... HAHAHA ! "
Juno hanya menggelengkan pelan sambil berjalan masa bodoh di depan cowok itu. Ia sungguh tidak mengerti dengan kelakuan Kim Yohan. Tapi bukankah itu lucu menurut Juno, tapi bisakah dia tertawa? Apa dia tidak takut kotak tertawanya rusak seperti si sponsor kuning?
"Diem. Cari Chacha sama Yendra sana!"
"Bentar, HAHAHA. Astaga, mukanya cewek tadi masih kebayang HAHAHA." Yohan masih terbahak sambil memegangi perutnya. Yakinlah, Juno yang minim pembicaraan begitu jengah dengan kerecehan undangan itu. Yohan mah, lihat Pak Jimmy tersedak aja ketawanya dua jam. Lihat Bu Eunbi bersin, ketawa lima jam. Apalagi kalau lihat Pak Stevan salah mukul bola, malah mukul kepala Hangyul, ngakaknya tujuh hari tujuh malam. Untung teman Juno dari orok.
Juno berdiri di depan ruangan kelas, membahas para anggotanya yang tengah memberikan pengarahan pada anak-anak baru. Yendra dan Chacha — pasti setelah susah payah Juno bungkam agar Yohan dapat membatalkan tawanya.
Tiba-tiba dari kejauhan, Juno melihat Seo Yuli yang dibopong oleh Kim Suyun dan juga Geum Rena. Melihat kondisinya, sepertinya Yuli Terluka. Segera, Juno menghampiri mereka dan bertanya apa yang terjadi.
"Kayaknya jatuh dari tangga," balas Rena. Juno seketika kalut, tambah melihat beberapa lebam di kaki dan didukung. Yuli dekat dengan Juno. Juno sangat tahu jika Yuli sering sakit-sakitan, dan sekarang ini apa? Jatuh? Astaga, seceroboh apa Seo Yuli sampai terjatuh dari tangga?
"Ya udah, biar aku yang gendong," ujar Juno, mengatasi jongkok dan menggendong Yuli ke UKS.
***
Hana tengah gegoleran tidak jelas sambil bermain ML di kamar saat ini dibuka dari depan pintu. Mana teriakan mamanya kencang, sebelas dua belas dengan suara Dodit. Ya Gusti, untung Hana sudah dibiasakan sabar menerima teriakan-teriakan laknat itu.
"Kamu belum ganti baju?" semprot Nina kompilasi Hana baru saja selesai pintu.
Kan, mamanya benar-benar tukang ngegas.
"Hehe, belom. Mager, Ma." Hana menggaruk-garuk kepala jadi rambutnya yang sudah acak-acakkan makin acak-acakkan. Lagian Hana kalau sudah capek sekolah, bawaannya pasti mager. Malas ganti baju, malas mandi, mau langsung rebahan saja gitu. Apalagi sekolah sangat sibuk. Hanya memberikan arahan dan arahan, belum efektif.
"Kebiasaan. Cepetan ganti baju!" omel Nina galak.
"Gak. Nanti aja, ah." Hana nyelonong masuk ke kamar lagi, tapi Nina membuntuti.
"Cepetan! Kamu anterin Mama keluar."
"Gak mau, ah. Sama Kak Yovie aja, Hana mau bocan." Hana rebahan, tetapi segera karena beberapa detik berikutnya, Hana dipukul sangat keras oleh Nina.
"Mama! Sakit tau!" pekik Hana mengaduh.
"Makanya, nurut!
"Eh? Ma ---"
"Cepetan atau libur semester gak ada jalan-jalan!"
***
Hana berjalan ogah-ogahan di belakang mamanya. Bagaimana tidak, ia kira ia akan keluar dengan mobil. Ternyata, jalan kaki! Iya, jalan kaki. Hana yang mageran minta ampun jalan, jalan!
Tempat, tempat yang mereka tuju tampaknya tak Hanya sejauh lima menit dan mereka sudah sampai. Katanya, ini rumah teman Nina waktu SMA. Baru pindahan dan ya ... Rumah besar, jauh lebih besar dari rumah Hana.
Nina mengetuk pintu sambil menenteng kantong kertas yang isinya kue-kue yang besar buat sendiri. Lantas tak berapa lama, pintu terbuka menampakkan wanita cantik dengan balutan baju rumahan yang nampak sederhana tapi elegan.
"Eh? Han Nina!" seru wanita itu. Wajah rupawannya tak terlalu asing bagi Hana. Sudah bertemu sebelumnya tapi entah di mana.
"Choi Sela!" Nina memeluk wanita itu seraya bersama tertawa kecil. Biarkan itu mereka dekat.
"Anak kamu?" tanya Sela, menunjuk ke Hana yang sejak tadi hanya berdiri tegak.
Hana mengangguk seraya tersenyum ala kadarnya. Kemudian tanpa disangka dia meluk Hana juga.
"Cantik, mirip mamanya," puji Sela, dan Hana balas dengan senyuman malu-malu. Iyalah malu, pertama kalinya ia dipuji cantik oleh orang. Biasanya, kan, dinistain terus.
"Ayo masuk-masuk!"
Hana dan Nina masuk. Aroma lavender menyeruak, nyaman. Hana dibuat kagum dengan isi Rumah yang lebih mewah dari apa yang ia kira. Banyak Lukisan-lukisan besar di dinding, juga beberapa foto keluarga yang ... menunggu!
KAK JUNO?
Hana membulatkan mata, menatap lamat-lamat foto seorang anak tampan yang tengah mengenakan kaus hitamnya yang penuh dengan noda dari toping kue.
Gue kagak mimpi, kan, ya? Ini beneran?
"Ehm, Tante." Hana berbicara sela, menginterupsi berbicaranya dengan Nina. "Anu, foto itu ...," Hana mengedikkan dagu ke arah foto yang Hana yakini sebagai Juno. "Itu foto anak Tante?"
Sela ikuti arah pandang Hana dan senyumnya seketika melebar. "Oh, iya. Dia Myungsoo, anak pertama Tante.
Binar bahagia Hana lantas luntur. Ia kira itu benar-benar Juno, benar salah orang.
"Anak kamu bibit unggul semua, ya." Nina terkekeh, sedangkan Hana sudah tidak bersemangat lagi menyimak mengobrol. "Anak kamu yang kedua gimana? Katanya dia udah kelas 3 SMA, ya?"
"Oh, Juno ...,"
Tunggu!
Kali ini Hana yakin ia tidak salah. Juno? Juno yang itu, kan?
"Iya, dia kelas 3. Aktif Osis, sih. Makanya belum pulang jam segini."
EH INI BENERAN?
"Sekolah di SMA Produce, Tan?" tanya Hana langsung, saking antusiasnya.
"Iya, kamu kenal?"
"Aku juga sekolah di sana, ya ampun. Dia Ketua Osis, kan, Tan? Astaga, aku tuh ---"
"Juno pulang!"
Deg. Hana berhenti mengoceh. Layaknya adegan di dalam sinetron, Hana bergerak lambat, menoleh ke belakang, dan menemukan Juno yang berjalan mendekat. Jantungnya seketika melompat-lompat bahagia di dalam sana.
Sial. Jadi beneran ini rumah Kak Juno? Mimpi apa gue astagaaa. Berarti tadi gue dipeluk calon Mama mertua, dong? Aihs, lucky banget gue. Terharu T_T
"Cha, kenalin ini temen Mama." Sela berdiri, menyambut berlalu. Hana dan Nina juga ikut berdiri. Hana masih syok, terlalu kaget, dan terlalu bahagia sehingga ia hanya bisa memandang Juno dengan cengiran idiotnya.
Sempurna banget, ya? Ganteng, pinter, ortunya tajir. Bahagia banget kalau gue jadi bisa nanti. Eh, istri?
"Ini Tante Nina." Juno menatap Nina, kemudian mengagguk sopan dan tersenyum kecil. Sangat tampan. "... dan ini Hana." Sela melanjutkan seraya memeluk bahu Hana yang semakin cengengesan tak jelas.
"Kamu ---" Juno mengernyit, menatap Hana. Hana senyum, sangat lebar. "Yang tadi nabrak aku, kan?"
Heh? Hana merengut.
Tapi dengan cepat, Hana tersenyum lagi.
"Iya," jawab Hana seraya meringis malu. "Salam kenal, ya, Kak. Berhubung rumah kita deket, kapan-kapan kita bisa pergi bar ---"
"Kalau begitu aku ke atas dulu, ya. Harus mandi."
Apa Gimana?
Hana belum selesai ngomong, loh. Yang bener aja !?
Lagi Hana diabaikan.
Kasihan.
***