Hana gegoleran dengan cengiran i***t yang tak pernah lepas dari reaksi. Sesekali ia menolak-mukul kasur sambil menenggelamkan wajah di bantal, berusaha meredam keinginannya untuk menjerit histeris.
Rasanya, langit-langit putih yang polos mendadak berwarna-warni penuh bermekaran dengan wajah Juno yang rupawan nyempil di tengahnya. Sesekali juga, adegan ia berboncengan dengan Juno melintas. Sungguh indah dunia bucin.
"Kak Juno itu kenapa, sih? Semakin ke sini makin penasaran sama dia," monolog Hana.
Sejujurnya akhir-akhir ini Hana sudah pesimis karena sikap Juno yang ketus. Ya, siapa sih yang terus disarkasin terus sama cowok yang disuka? Punya pasangan kejam kayak Juno? Hana jauh dari ekspektasi. Hana maunya punya pacar yang lembut, baik, perhatian, manis. Tapi entah bagaimana, tiba-tiba rasa tertarik semakin menggeludak gara-gara Yohan menunjukkan sisi lain Juno mengerti. Dan juga, sikap Juno yang tiba-tiba melunak.
Yah ... Juno itu pada akhirnya seperti punya daya tarik di mata Hana. Dia galak, ketus, kasar, tapi di sisi lain juga menarik. Hana tidak tahu apakah ini obsesi atau benar-benar rasa suka, yang pasti Hana hanya ingin ingin bersama Juno. Apakah keinginannya terlalu besar?
Hana menerima boneka anjing di atas, memeluk boneka itu sambil terus tersenyum. Lama, lamaaa sekali sampai akhirnya Hana mengantuk.
Di dalam lelapnya, senyuman Juno yang belum pernah ia lihat, hadir. Senyuman yang menular pada Hana. Senyuman yang membuat hati Hana berdegup kencang.
Hingga ...
"HANA!"
Gedebuk!
Suara gedebuk keras terdengar. Suara gedebukan yang diakhiri dengan rintihan Hana di bawah kolong ranjang.
"Mamaaaa!" teriak Hana kesal sambil memegangi pantatnya sakit bukan utama karena jatuh dalam sekali sentakan dari atas kasur.
***
"Ngapain ke sini? Waktu lo gak tepat tau gak?" decak Hana ke Yudha.
Iya, jadi tadi mama Hana memanggil Hana dengan suara toa-nya karena ada Yudha datang. Kesal Hana, tuh. Padahal lagi mimpiin Juno. Ganggu aja sih, Yudha :(
"Emang lo Lagi ngapain? Pup?" Tanya Yudha polos. Saking polosnya Sampai pengin Hana polosin tuh kepalanya!
"Lagi Bocan!" Ketus Hana.
"Gak shalat? Baru jam lima udah ngorok?"
Hana TIDAK Jawab pertanyaan Yudha karena dongkol. Hanya delikan mata kesalnya yang beraksi.
"Ya udah, deh. Langsung aja, gak mau basa-basi karena lo lagi menyelaraskan." Yudha nyengir. "Temenin gue makan, yuk?"
"Heh?" Takwa. Yudha jauh-jauh datang ke rumah hanya untuk meminta ditemani makan? Yudha harus sudah punya mimpi Hana dengan Juno!
"Bentar doang, Na!" Yudha memelas, menatap Hana dengan tatapan menariknya.
"Kesambet coba lo anjir? Makan doang minta ditemenin? Sama emak lo aja sana!"
"Dia lagi gak ada di rumah. Ayo, Na! Pliisss, laper!" Yudha meraih tangan Hana, mengaYud-aYudkannya memohon sambil mememble-kan bibirnya.
"Ya udah iya-iya! Muka jangan kayak gitu! Udah jelek tambah jelek tau gak?" ketus hindu sebal, kemudian menggeleng pelan menyaksikan cengiran puas yudha.
***
"Jun, tolong jangan sekolah. Lihat, wajah kamu memar-memar gitu, mana badannya panas."
Gara-gara kemarin Juno pulang hujan-hujanan dengan lebam di wajah, Sela jadi khawatir dan mengerti kondisi Juno. Tentu saja, ini yang Juno takutkan jikalau orang-orang tertentu yang mengerti kondisi kesehatan Juno yang buruk.
"Aku gak apa-apa, Ma. Ini lebam dikit aja, beberapa hari lagi juga ilang."
"Juno ..."
"Mama ...."
"Ck. Kamu, tuh. Ya udah, Mama anterin kamu—"
"Aku udah gede, Mama." Juno menoleh pada mamanya dan menghela napas pelan. "Lihat. Tuh, aku sehat." Juno meregangkan berhasil, kemudian berdiri dan berlari di tempat selama beberapa saat.
"Mending Mama temenin Ayah di bawah. Ayah, kan, suka kelupaan sesuatu."
"Serius kamu gak apa-apa?"
"Iyaaaa. Ini aku sehat bugar."
"Ya udah. Mama tunggu di bawah buat sarapan. Jangan lupa bawa jas hujan, jangan sampai kayak kemarin!"
"Iya. Bawel."
"Mama denger!"
"Ck." Juno berdecak, kemudian memegang kecil seraya memegangi bahu kedua dari belakang, mendorong perempuan tersebut keluar dari kamarnya.
"Juno," Sela kembali menoleh sesampainya di ambang pintu. "Kamu lagi deket, ya, sama Hana?" Ia tersenyum lebar. Yang digoda malah merengut.
"Nggak! Aku gak deket sama dia!" ketus Juno.
"Ehm, bohong! Katanya kemarin kamu pulang hujan-hujanan sama Hana?"
"Pulang bareng doang bukan berarti deket, Mama! Udah, Mama sana temenin Ayah! Aku mau mandi!"
"Dih, mukanya merah.
"Berisik ih, Mama!" decak Juno, menutup pintu dengan segera sebelum mamanya semakin menjadi-untuk menggodanya. Memang mamanya itu sering menyebalkan.
"Hana-nya jangan dibikin nangis lagi kayak waktu dulu! Ngebujuknya susah, Sayang!"
Juno mundur teriakkan absurd mamanya, kemudian masuk ke kamar mandi untuk memulihkan diri.
***
Juno berjalan dengan gaya santainya sambil menenteng buku pelajaran bahasa Inggris. Seperti biasa, Juno selalu berjalan lurus tanpa menoleh kiri-kanan. Tapi kali ini terasa aneh, dari ekor t*******g, Juno merasa ada yang janggal. Beberapa pasang mata terasa memperhatikannya sambil berbisik-bisik.
"Jun! Gila, ada nyebar foto lo!"
Juno mengkerutkan alis begitu mendengar ucapan Satya yang barusan berlarian heboh ingat. Mendengar nada bicara Satya, tampak ini masalah serius.
"Apa?" Tanya Juno heran. Foto? Foto yang mana?
"Foto lo lagi jalan sama anak baru!"
Sontak saja Juno mempercepat langkahnya menuju mading, dilanjutkan oleh Satya di belakang. Di sana, orang-orang berkerumun, termasuk teman-teman sekelasnya yaitu Jeno, Yohan juga Tio.
"Cewek yang kemarin di lapang itu, kan?"
"Centil amat, bangsat."
"Berani-beraninya dia nempel-nempel ke Kak Juno!"
"Udah jelek, gak sopan, sikap ancur, terus berani-beraninya deketin Juno? Cari mati."
"Minta dilabrak kali, ya."
" Serius? Cewek yang kemaren caper di lapang itu? "
Juno menggeleng pelan sehingga suara-suara yang tak terdengar itu terdengar oleh pendengarannya. Apa hak mereka menjudge seseorang yang tidak mereka kenal?
"Siapa yang nempelin ini?" tanya Juno datar. Foto, toh, fotonya juga buram karena diambil dari jarak yang lumayan jauh dan dalam keadaan hujan. Tapi artikel yang ditulis di sana yang membuat Juno marah karena menyebabkan orang-orang berspekulasi yang bukan-bukan.
"Anak Baru Ini Lancang Berkencan Dengan Ketua Osis Kita. Ternyata, Dia Siswi Bermasalah di SMP-nya Dulu."
Juno mengerang pelan, mencopot selebaran tersebut dengan kasar dan meremasnya.
"Beberapa selebaran yang ada di tempel di tempat lain lagi diatasi sama Ares dan Yuli," ucap Satya pada Juno yang terdiam tanpa berekspresi, tetapi jelas yang dimaksud dengan memancarkan perbaikan.
"Aku akan mencari siapa pun yang berhasil nyalah-gunain mading kita dengan gosip-gosip gak jelas kayak gini." Tio ikut menimpali, sedangkan Yohan mendekat lantas menepuk pelan bahu Juno.
"Kita harus bicara," ujar Yohan. Selanjutnya mereka keluar dari kerumunan orang di depan mading. Namun sebelumnya, Juno berhenti bicara, "Berhenti berspekulasi karena kamu melihat belum tentu yang sebenar-benarnya!"
***
Hana merebahkan di atas meja sambil menghadap ke pintu. Sebentar lagi sekolah masuk tapi Yudha masih belum datang. Ah, Hana mulai bosan. Mana Esa dan Dikta entah di mana, juga Hana belum dekat dengan teman-teman sekelasnya, tidak ada yang bisa ia ajak ghibah bersama.
Sampai seorang siswi berambut ikal pirang datang ke hadapan Hana dengan wajah serius.
"Lo Hana, kan?" tanyanya.
Hana mengangkat kepala, mengangguk pelan. "Ya?" timpalnya. Ia tahu siswi yang berdiri di hadapannya. Ia adalah Saila, yang kemarin terpilih jadi Wakil Ketua Kelas di kelasnya. Yang otomatis juga jadi bawahannya Raka yang resmi dikeluarkan jadi Ketua Kelas kemarin.
"Gak ada. Hanya mau mau bilang, coba saja." Saila tersenyum kecil. "Tapi, Na, kita masih siswa baru, gue harap lo bisa hati-hati. Sementara jangan dulu keliaran di luar kelas."
Hana mengkerutkan dahi, tidak mengerti dengan ucapan Saila. Berani? Memangnya dia melakukan apa?
"Kakak kelas lagi di ngincar lo sekarang," lanjut Saila yang kembali membuat Hana bingung.
"Gue? Kenapa? Gue bikin salah apa?"
"Lo ... serius gak tahu?" Saila juga ikut-ikutan mengkerutkan kening, lantas duduk di sisi Hana dan menonton gadis itu serius. "Foto lo lagi boncengan sama Kak Juno ada yang nyebar di mading. Lo mungkin gak tau, tapi Kak Juno itu pusat dunianya semua cewek di sekolah ini."
"Ha?" Hana melotot tak percaya. " Gimana bisa? Siapa yang nyebar? "
"Gue gak tau. Tapi lo harus hati-hati, Na. Gue barusan denger banyak yang bicarain lo."
Hana membeku. Seluruh kelemahan rasanya kaku, dingin. Tidak, Hana tidak takut seseorang datang dan melabraknya, Hana malah lebih takut kalau Juno terusik akan melakukan hal ini. Padahal Hana baru senang karena sikap Juno melunak. Dan apa ini sekarang?
***
Bel istirahat kedua sudah berbunyi lima menit yang lalu, tetapi Hana masih diam di bangkunya. Yudha tidak masuk sekolah, tidak juga membalas pesannya. Ingin keluar mencari makan siang, tapi badan Hana terlalu lemas. Mungkin efek hujan-hujanan kemarin jadi hari ini Hana dibutuhkan kondisi fisiknya kurang baik.
"Makan dulu." Bagaimana menyodorkan sandwich ke Hana? Mau minuman ringan. Ah, ternyata Raka dan Saila.
"Aku belum melihat makan dari istirahat pertama," timpal Raka sebelum Hana bertanya.
"Ah, ya. Makasi, Ka." Hana menerima sandwich ini dan memakannya sedikit. Lantas memandang Saila dan Raka, mereka sangat akrab jika mengaku baru kenal.
"Tadi kita ketemu Kak Tio," ucap Saila. "Katanya mereka lagi nyari orang yang nyebar artikel gak jelas di mading itu. Lo gak usah khawatir."
Hana hanya mengangguk pelan. Sebenarnya tidak begitu peduli tentang gosip tentang dirinya, toh, ia tak merasa. Memang sejak SMP Hana nakal, tapi hanya nakal sewajarnya. Telat masuk kelas, telat ngerjain tugas dan nongkrong di kantin kala pelajaran matematika atau bahasa Inggris. Sedikit masuk akal, bukan?
Yang terpenting dari ini, Hana sedang membahas hal-hal seperti ini. Kepalanya terlalu pusing dan terpaksa terlalu lemas untuk mengumpulkannya.
Ponsel di dalam almamater Hana berbunyi, menandakan notifikasi pesan. Hana kira dari Yudha, ternyata bukan. Entah ke mana memanggil anak itu. Setelah semalam ia meminta Hana berkeliaran di jalan mencari makan dan pulang hampir larut, ia tak ada kabar lagi.
Kali ini, nomor tidak dikenal.
Kamu gak apa-apa?
Hana termenung beberapa saat kompilasi menerima pesan tersebut. Hatinya menjerit-jerit kenikmatan, pikir itu Juno. Tapi di sisi lain juga membantah itu bisa saja bukan Juno diberikan orang lain.
Ya Ini siapa? balas Hana.
Baguslah. Ini Juno.
"Yash!" Hana mengepalkan tangan sambil memekik girang tanpa sadar, membuat Raka dan Saila sempat kaget karena pekikan tiba-tiba perempuan itu. Iyalah, sejak tadi Hana hanya menggelepar tak jelas, tiba-tiba ia bersorak girang.
"Sori." Hana meringis mendapati tatapan Saila dan Raka yang tampak bingung.
"Lo gak apa-apa, kan?" tanya Saila pastikan.
Hana menggeleng pelan dengan senyum yang lebar.
***