Episode 11

756 Words
Hana berjalan hati-hati menuju kelas tak terpakai di mana Juno berada. Di tangan kanan membawakan semangkuk bubur dan di tangan lainnya menjinjing kresek berisi jaket milik Yudha. Hana tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini benar atau salah. Ia sendiri ragu. Tapi jelas Yohan barusan seolah menyiratkan bahwa Yohan mempercayakan Juno pada Hana. Ingin Yohan ingin Hana menggapai Juno. Perlahan-lahan Hana dibuka, dan masuk dibuka. Juno masih terlelap dengan posisi duduk. Ah, tidurnya pasti tidak nyaman. Hana mendekat, meraih jaket merah milik Juno yang Juno jadikan selimut tertutup. Hana mengganti jaket tersebut dengan jaket Yudha sedangkan jaket milik Juno digunakan untuk menggantikan tubuh bagian atas pemuda tersebut. "Gue tinggal, ya," bisik Hana, ambil secarik kertas dan bubur yang ia bawa di atas meja. Tak lupa dengan obat yang ia minta dari anak PMR. *** Juno terbangun dari lelapnya. Terbatuk-batuk karena debu tebal yang besar-tinggi. Salah sendiri, malah sakit mojok di kelas kosong. Ada yang aneh, pikir Juno kompilasi ia dibuka mata. Dan pertanyaan yang tak tersuarakan dalam benaknya segera terjawab saat ia menemukan jaket berwarna kuning yang ia rasa tidak ia dapatkan. Entah milik siapa, mungkin Yohan? Pikirnya. Tapi Yohan tidak punya jaket seperti itu. Juno menurunkan porsi kedua, lantas menemukan semangkuk bubur di meja seberang ia duduk. Ini juga, apa Yohan? Tidak mungkin Yohan tahu jika Juno paling tidak suka orang khawatir saat sakit. Juno mengambil gelembung tersebut dan menemukan secarik kertas di bawahnya. Segera ia sambar dan membaca tulisan yang terbubuh dengan pena hitam di atas kertas tersebut. Kak Juno, ini Hana. Maafin yang tadi, ya. Aku khilaf, serius deh. Jangan ngambek :( Oh. Keliatannya Kakak lagi sakit. Aku beliin bubur. Dimakan, ya. Obatnya juga nanti diminum. Cepet sembuh biar akhir pekan bisa ikut makan malam di rumah aku hehe. Sekali lagi minta maaf, ya. Sekali jumpa di makan malam nanti :) Juno hanya bisa menggelengkan tulisan tangan kecil Hana yang sebenarnya salah, lebih parah dari ceker ayam. Heran juga kenapa bisa se-pede itu dia nulis surat panjang-panjang. "Cerewet. Gak pernah berubah," komentar Juno, memasukkan kertas tersebut ke dalam saku celananya. Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Juno segera menghabiskan bubur yang diberikan Hana. Sudah lumayan dingin, tapi tetap Juno lahap. Usai menghabiskan semangkuk bubur tersebut, Juno mendapatkan obat yang Hana berikan. Sedikit mengernyit Juno menatap obat itu. Setelah beberapa saat, bibirnya terangkat — sangat lebar. "Semoga cita-citanya dia bukan jadi dokter, perawat, atau farmasi. Bisa gawat." Juno terkekeh lama. Ya gimana, Hana tidak kalau Juno sakit kepala dan meriang apa? Kenapa nekat ngasih obat? Dan itu ... obat sembelit? Ya kali. Bukannya pulih Juno bisa saja menghadap Sang Sang Illahi. *** Keadaan sekolah sedang tidak kondusif saat Juno keluar dari tempat persembunyian. Siswa siswi duduk acak di depan kelasnya masing-masing. Menunggu menunggu dipulangkan. Lihat. Saat Juno lewat di kelas XII tidak sedikit siswa yang bertanya kapan mereka akan pulang. Juno cukup menghela napas. Di sini ia juga seorang siswa. Masalah siswa dipulangkan atau tidak ya jelas tergantung masalah sekolah dan guru. Juno tidak ada sangkut pautnya. Tapi kembali ke tugasnya sebagai ketua Osis, dia menjadi perwakilan dari seluruh siswa. Ya sudah, itu yang datang ke ruang guru dan bertanya yang siswa lain tanyakan. "Jun, ke mana?" "Eh?" Juno menoleh tatkala Satya tiba-tiba mensejajarkan langkah persetujuan di tengah koridor. "Mau ke ruang guru. Kenapa, Sat?" "Oh, ini. Mau daftar Siswa baru yang daftar Osis. Tadinya mau dikasih ke Chacha, tapi gak ketemu terus. " "Oh, oke. Gak apa-apa, biar gue yang pegang." Juno menerima peta biru yang berisi data-data dan kumpulan siswa baru tersebut dari Satya. "Ya udah. Kalau gitu gue cabut, ya!" Satya menepuk bahu Juno dan berjalan pergi. Juno kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang guru. Kebetulan memang agak jauh dari kelasnya. Berlokasi di dekat lapangan utama, dekat bangunan kelas X. Juno geleng-geleng kepala saat melewati lapangan utama sekolah. Beberapa siswa terlihat bermain bola dengan siswa-siswi yang bergerombol di sisi-sisi lapangan. Sudah suka menonton pertandingan saja. "Alan!" "Jian!" Tunggu. Pertandingan? Alan? Jian? Jangan bilang ... Juno buru-buru menerobos gerombolan siswa dan siswi yang berjejer di sisi lapangan. Sampai kompilasi ia benar-benar berada di depan, netranya seketika menatap tajam. Ini tidak benar. Jika kubu kelas XI-A3 dan kelas XII-C5 ketemu dan pertandingan sudah jelas ada yang tidak beres. Meski pusingnya belum dikembalikan, segera Juno mengirim pesan ke beberapa siswa Sekbid Keamanan untuk datang ke tengah lapang. Jaga-jaga takut apa yang ia khawatirkan terjadi. Sementara itu, Juno segera masuk ke ruang guru, bertanya kapan saja mereka harus pulang. Semoga dilindunginya agar bisa mengurangi keributan. Juno takut kejadian semester lalu terulang. Kejadian yang membuat seisi sekolah gaduh. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD