Hana tengah memakan makanannya sambil mendengarkan percakapan Saila, Raka dan Esa yang asyik. Sesekali Hana merespon dengan kekehan kecilnya saat perlu. Bukan apa-apa, sebenarnya Hana ingin segera menghabiskan makannya dan pergi ke kelas. Ia muak dengan bisik-bisik para manusia di sekelilingnya yang tiada henti bergosip sambil menyebut-nyebut namanya.
"Haaaana!"
Hana mendelik saat tiba-tiba sesosok makhluk duduk di sisinya dan dengan sok akrabnya menyimpan tangan di bahu Hana.
"Apaan? Sksd lo, cabe!" ketus Hana, menyingkirkan pria kecil yang ia sebut cabe barusan.
Dion, pria kecil dengan candy lemon yang tak pernah absen ia makan setiap harinya, nyengir lebar seolah perkataan Hana barusan sama sekali tak ia pedulikan.
"Gak apa-apa, dong. Biar kenal dan biar dekat beneran," balas Dion nyengir setelah mengeluarkan candy lemon dari mulutnya.
"Najis." Hana mendesis sebal. Tidak tahu, kenapa bisa sesensi itu sama Dion. Padahal bertemu saja baru dua kali.
"Heh, cewek kok ngomong kasar," komentar Dion yang hanya dibalas oleh delikan tajam Hana. "Mau tanya, dong. Lo beneran deket sama Kak Juno?"
Kan? Admin lambe taruh ini mah.
"Apa peduli lo? Mau deket, kek. Enggak, kek, gak ada hubungannya lagian sama lo."
"Jangan-jangan deket beneran?" Dion menatap Hana menelisik.
"Heh, Yon! Usil ya idup lo. Gua aduin Pak Stevan tahu rasa lo!" Esa melempar Dion dengan french friesh sisa gigitannya.
"Gue, kan, cuma pengen tahu anjir. Ngapa, sih?"
"Hana-nya gak mau ngasih tahu, jangan maksa!" Giliran Saila yang berujar sambil melempar Dion dengan sedotan bekas minumnya. Dikira Dion tempat sampah apa, ya.
"Ya, santuy aja kenapa? Resek lu pada!" Dion mengemut candy lemonnya kembali dengan gaya lucu. "Btw, mau bener apa enggak, gue harap lo hati-hati. Jangan percaya siapa pun termasuk orang terdekat lo," bisik Dion kemudian di telinga Hana.
"Why?" Hana menoleh singkat.
"Pokoknya hati-hati. Bye!"
Eh? Hana cengo. Udah, gitu aja? Random amat hidup Dion.
***
Selesai juga acara makan Hana yang sudah ia nanti-nanti sejak tadi. Hana merapikan seragam dan berdiri.
"Gue ke kelas duluan, ya." Hana tersenyum meringis. Dari ekor matanya, jelas Hana bisa merasakan tatapan-tatapan tajam para siswi di sekitarnya.
"Gak bareng aja? Gue bentar lagi juga selesai, kok." Saila menyahut.
"Nggak, deh. Gue ada urusan mendesak gitu." Lagi-lagi Hana tersenyum, kemudian benar-benar pamit meninggalkan meja.
Hana berjalan, dengan susah payah menegakkan kepala agar tidak terlihat lemah di hadapan orang lain. Baiklah, Hana tidak punya salah apapun, kan? Kenapa harus takut? Hana meyakinkan dirinya sendiri.
Namun, dugh! Hana terjatuh tepat di depan pintu keluar kantin, sehingga puluhan pasang mata kini menatap ke arahnya.
"Sori, gak sengaja. Gue kira gak ada orang lewat."
Hana mendongak dan menatap senyuman kecil seorang perempuan yang sama sekali tidak Hana kenal. Perempuan yang barusan jelas-jelas sengaja membuat Hana tersandung. Dari gayanya, Hana yakin dia adalah kakak kelas.
Lantas apa barusan katanya? Tidak sengaja? Astaga. Hana menghela napas panjang, mencoba menetralkan emosinya.
Apakah ini saatnya? Bisik Hana dalam hati, kemudian berdiri. Pada saat itu, matanya tak sengaja bertemu dengan mata seseorang yang Hana hindari saat ini. Juno. Dia tengah melihat Hana dari kejauhan. Tapi hanya beberapa saat, karena setelahnya, Juno melengos berhenti menatapnya. Tidak berperasaan, bukan?
Hana berusaha menyunggingkan senyumnya dengan terpaksa, kemudian hendak berlalu dari sana. Tapi lagi, gadis tadi sengaja membuat Hana tersandung untuk kedua kalinya. Yang membuat Hana kesal, kekehan-kekehan menyebalkan dia dan teman-temannya amat kentara Hana dengar.
Hana mengepalkan tangan emosi. Kemudian mendongak dengan gigi bergemeletuk menahan amarah. Oh, ayolah! Ini Hana. Hana tidak selemah itu saat ditindas!
Hana berdiri cepat-cepat, menatap tajam tepat ke mata siswi yang menyandungnya.
"Kakak ada masalah sama saya?" tanya Hana tenang.
"Ah, maaf?" Ia bertanya dengan nada menyebalkan seraya menutup mulut dengan sebelah telapak tangannya yang lentik. "Serius gue gak sengaja."
"O ya? Jelas-jelas Kakak sengaja," ujar Hana, masih dengan nada tenangnya.
"Apa? Lo nuduh gue?"
"Nuduh? Nggak. Saya hanya bicara fakta. Seandainya Kakak punya masalah sama saya, coba bilang. Bukan dengan cara rendahan seperti ini."
Hana menepuk-nepuk rok, membersihkannya dan kemudian berjalan. Ia tidak ingin emosinya semakin terpancing. Ia sendiri sadar bahwa mulutnya sering kali berkata sampah jika emosi. Bisa berabe.
"Songong lo, ya!" Hana sempat tersentak begitu lengannya ditarik paksa. "Mentang-mentang deket sama Juno? Hell, demi apapun lo gak ada bagus-bagusnya disandingin sama dia!"
Hana mengerutkan alisnya sebentar, kemudian terkekeh sumbang. Ternyata benar, dekat dengan Juno hanya membuatnya seperti ini.
"Saya gak pernah ngonfirmasi kalau saya dekat sama Kak Juno, ya. Lagi pula kalau pun iya, kenapa kalian yang ribut? Hubungannya apa?"
"Wah, ternyata bukan cuma rumor. Lo emang beneran bar-bar ternyata."
Hana melengos. Ingin bodo amatin, tapi juga kesal jika ia tidak melawan. Kalau hanya gosip-gosip seperti yang lain, oke lah Hana bisa bersikap bodo amat. Tapi ini terlalu frontal. Hana tidak bisa hanya diam saja!
"Terserah. Saya bar-bar atau gila pun, bukankah nggak ngaruh sama hidup kalian? Saya mau ke kelas kalau memang sudah selesai."
Ah, mulut Hana kalau sudah emosi! Sebentar lagi Hana pasti akan merutuk dirinya sendiri. Lost control.
Hana berbalik, berusaha menatap lurus dan menghindari tatapan Juno yang berdiri di depan laboratorium kimia.
"Argh!" teriak Hana refleks, saat sesuatu terlempar mengenai kepala belakangnya. Seketika itu, bau amis tercium sangat jelas.
"Ouh, gue gak sengaja lagi. Ayok, gue antar cuci rambut lo di toilet."
Tanpa sempat menolak, Hana diseret menuju toilet yang tak jauh dari sana. Jelas, beberapa pasang mata melihatnya, tetapi tak ada yang bergerak untuk menolong atau mencegah mereka merisak Hana.
"Lepasin! Gue bilang lepas!" ujar Hana keras sambil memberontak dari pegangan dua kakak kelas tak dikenalnya itu.
"Rambut lo bau. Harus dicuci!"
"b*****t!" Hana menendang lutut dua perempuan yang memeganginya. Tapi detik berikutnya, suara guyuran air terdengar. Badan Hana basah kuyup, dan yang dilakukannya? Ia hanya memejamkan mata berusaha menetralkan diri. Ini sudah kelewatan!
Hana berbalik, dengan cekatan segera menampar pipi kakak kelas bernama Im Geisha—yang mengguyurnya. See, Hana barbar? Oke, karena sudah tanggung digosipkan seperti itu, kenapa tidak sekalian saja, ya, kan?
"Lo mungkin bisa nindas gue, tapi gue gak akan diem aja! Masa bodoh dengan status lo kakak kelas dan gue adek kelas. Lo hanya harus sadar bahwa nggak semua orang yang keliatan diem adalah lemah."
"Brengsek." desis Geisha sambil memegang pipinya yang memerah. Lantas ia berjalan tepat ke hadapan Hana, menarik ujung rambut Hana yang basah. "Lo pikir lo cukup kuat ngelawan kita?"
Kini, Hana kembali ditahan oleh kedua teman Geisha. "Kecil-kecil ngeyel lo, ya!" desis salah satu temannya.
"Lepasin!"
Plak! Pipi Hana ditampar dengan keras. Hana marah. Benar-benar marah. Bukan karena ia dirisak. Tapi lebih ke karena syok tidak ada yang mencoba menolongnya.
Hana memejamkan mata lirih. Sakit? Benar. Tapi ini Hana. Mana bisa Hana kalah hanya karena tamparan seperti itu?
"b******k kalian!" Hana menyikut kedua teman Geisha, kemudian menendang mereka, dan terakhir menendang Geisha kuat-kuat hingga mereka ambruk. Oke, jangan ragukan kekuatan Hana meski badannya kecil!
Hana lantas tersenyum kecut, berbalik meninggalkan mereka. Masa bodoh setelah ini apa yang akan terjadi. Diskors? Oh, Hana dengan senang hati menerimanya. Lagi pula, Hana ingin berlibur sekarang.
"Hana, lo gak apa-apa?" Hana tak menanggapi ucapan Saila yang barusan tergopoh-gopoh berlari bersama Esa dan Raka dari arah kantin. Lebih tepatnya, Hana tidak ingin berdiri lama-lama di sana, menyaksikan Juno dan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan terkejut.
***