3. Kesalahan kedua 3

1775 Words
“Emang mau jalan-jalan kemana?” kata Alena menatap mata laki-laki disebelahnya dengan wajah penasaran. “Makan aja yuk!” jawab Alvin dengan antusias. “Tapi aku nggak bisa pulang malam-malam, soalnya masku itu orangnya overprotektif banget, aku pasti di teleponin terus kalau nggak pulang-pulang! Maaf banget ya, mungkin lain waktu akan aku usahain!” “Oke, kalau gitu nggak apa-apa, tapi beneran ya ntar tolong usahain!” “Iya, ntar aku coba usahain!” “Ya udah kalau gitu sekarang aku anterin kamu pulang.” Wajah Alvin tampak memelas berharap agar kali ini Alena tidak menolak permintaannya lagi. “Emm....!” Alena memandang lurus ke depan wajahnya tampak berpikir. “Please, jangan nolak lagi kali ini! aku janji nggak akan macam-macam sama kamu!” “Oke boleh, dengan satu syarat anterinnya cuma sampai depan gang rumahku saja!” “Siap, kalau gitu kita berangkat sekarang tolong kamu tunjukin jalannya!” “Iya.” Jawab Alena sambil menganggukkan kepalanya. Setelah itu Alvin menjalankan mobilnya memecah keramain jalan kota surabaya di malam itu. Seperti permintaan Alena, Alvin cuma mengantarkannya sampai depan gang, karena Alena takut Angga akan memergoki mereka berdua. Kalau sampai kakaknya tahu dia pulang dianterin laki-laki tidak dikenal, kakak nya yang super bawel itu pasti akan mengadakan acara wawancara ekslusif dengan dirinya. ***** Keesokan paginya seperti biasa Alena memasakkan sarapan pagi dan menyiapkan bekal untuk Angga. Saat di meja makan dia teringat kata-kata Vania kalau hari ini ada acara makan malam. Acara ini diadakan sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras tim marketing yang mampu melebihi target perusahaan, dan hal itu juga berkat kerja sama para karyawan yang saling support pekerjaan satu sama lain. Perusahaan akan mengadakan acara makan malam tersebut di salah satu Hotel bintang lima yang terkenal di Kota Surabaya. Rencananya Alena akan meminta ijin pada Angga untuk menghadiri acara itu, karena mungkin acara itu akan berlangsung sampai malam hari. “Nanti malam aku pulang telat ya Mas!” “Lohh..loh..mau kemana emang?” “Ada acara makan malam, Mas!” “Seperi biasa ya, jangan pulang malam-malam!” “Iya namanya aja makan malam, ya pastinya acaranya sampai malam! jangan telponin aku terus ya!” jawab Alena dengan sewot. “Pokoknya jangan pulang terlalu malam, kalau kamu nggak nurut ya Mas akan tetep telponin kamu kayak biasanya!” “Tau gitu aku enggak usah bilang tadi, bilang atau enggak bilang hasilnya sama saja! sayang banget nih sama mulut karena harus ngomong sesuatu yang nggak ada gunanya.” “Udahlah masih pagi jangan ngajak debat! Mas berangkat kerja dulu udah telat, kamu hati-hati kalau berangkat kerja, bye!” kata Angga sambil menguyel-uyel rambut adik kesayangannya itu. Sementara itu Alena hanya menjawab dengan anggukan kepala, karena ia masih merasa dongkol dengan kata-kata Angga barusan. Ruang geraknya terasa dibatasi oleh kakak nya itu, padahal ia sudah merasa kalau dirinya adalah seorang wanita dewasa yang bisa menjaga dirinya dan dapat menetukan masa depannya sendiri tanpa campur tangan si kakak atau siapapun juga. Pagi ini kantor keliatan sangat sepi karena ini adalah awal bulan. Para karyawan terlihat lebih santai dari biasanya, wajah mereka terlihat berseri-seri. Map-map yang biasanya tertumpuk sampai menggunung di atas meja sekarang kelihatan hanya ada satu atau dua tumpukan. Namun kesenangan mereka kelihatannya tidak berlaku bagi Alena, karena ucapan Angga tadi pagi membuat moodnya menjadi buruk. Vania yang menyadari perubahan sikap dari sahabatnya itu mulai penasaran dan akhirnya ia pun bertanya pada Alena. “Woy kamu kenapa? kok mukamu dilipat-lipat kayak kertas kucel gitu?” “Aku lagi malas bahas, Van!” “Hemm coba aku tebak, apa karena mas Anggamu itu?kamu diapain lagi emang sama dia?” “Kamu kok bisa tau sih? kayak dukun aja!” “Nah bener kan? sini cerita saja sama aku!” “Biasalah Van, gara-gara aku minta ijin sama dia buat ikut acara makan malam. Ya begitulah jawabnya jangan pulang malam-malam, sampai kapan sih aku ini dianggap kayak anak kecil? lama-lama kan jadi sebel sendiri!” “Udah ini waktunya senang-senang jangan mikirin masalah yang buat sebal, senyum dong!” kata Vania sambil tersenyum dan mencoba mengeluarkan ekspresi lucunya agar kekesalan sahabatnya itu menghilang. “Kamu nihh ya bisa saja buat orang ketawa deh, mukamu itu loh konyol banget kalau kayak gitu. Ha...Ha...Ha...!” “Nah gitu dong ketawa, aku kan jadi enggak eneg lihat muka surammu itu!” “Udah lah, ayo sekarang kita kerja lagi!” ajak Alena sambil menatap layar laptopnya kembali. ***** Sore harinya saat jam kerja kantor sudah berakhir, para karyawan sibuk dengan penampilan mereka masing-masing, karena biasanya acara makan malam kantor bagi sebagian besar para laki-laki dan wanita single di kantor di buat sebagai ajang cari jodoh, jadi mereka akan menampilkan penampilan terbaik dari diri mereka masing-masing. Sementara itu Vania sudah sibuk dengan penampilannya sendiri dari tadi. Ia membawa tas yang berisi baju buat di pakai malam ini. Ia mengganti bajunya di toilet kantor dan memoles sedikit wajahnya dengan make up tipis, sedangkan Alena cuma melihat keribetan sahabatnya itu dengan geleng-geleng kepala. Malam ini Alena mengganti baju kerjanya dengan kemeja warna ungu dipadu padankan dengan celana kain berwarna hitam, dan heels berwarna hitam, sedangkan rambutnya dibiarkan terurai panjang . Tak lupa ia mengolesi bibirnya dengan lipstik berwarna peach dan sekarang ia terlihat sangat cantik siapapun yang melihatnya pasti akan tertarik dengannya. “Ya ampun Al, kamu cantik banget!” gumam Vania yang tak henti melihat wajah sahabatnya itu. “Ahh kamu bisa aja, kamu juga cantik!” “Kalau aku cantik nggak mungkin juga aku jomblo sampai hari ini kan? yang deketin aku aja nggak ada! kalau aku jadi kamu pasti aku udah punya banyak pacar!” “Semua cewek itu pada dasarnya cantik, masalah jodoh itu rahasia Allah, kalau udah waktunya kamu pasti nemuin jodoh yang terbaik buat kamu!” “Amin, iya Al kamu bener!” “Nah gitu dong, sekarang kita siap-siap berangkat yuk keburu telat!” “Ayukk!” Mereka berdua keluar dari toilet, terlihat suasana kantor sudah sepi karena sebagian besar penghuninya telah berangkat ke tempat acara. Mereka langsung menuju ke parkiran motor, setelah itu dengan berboncengan mereka meninggalkan gedung bertingkat sepuluh tersebut. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya mereka pun sampai di sebuah Hotel mewah bintang lima dengan dua puluh bangunan lantai di depannya. Mereka masuk ke Hotel tersebut karena acara digelar di ballroom hotel. Di dalam ballroom sudah ramai di datangi oleh berbagai kalangan dari pihak asuransi selaku sponsor acara, bagian administrasi sampai bagian marketing semuanya berkumpul jadi satu merayakan acara akbar tersebut. Saat mereka berdua masuk beberapa pasang mata tidak berhenti memandangi mereka berdua terutama pada Alena. Kecantikan Alena malam ini serasa menghipnotis hampir sebagian besar tamu di ballroom hotel tersebut. “Dia yang katanya anak baru itu, cantik juga ternyata!” bisik salah satu laki-laki pada temannya yang duduk di sebelahnya. Laki-laki itu bernama Adit, salah satu marketing dengan penjualan terbesar setelah Alvin. Selama ini mereka berdua saling bersaing untuk menduduki posisi teratas di perusahaan dan Alvin yang selalu jadi pemenang. Laki-laki berwajah manis, berkulit hitam dan tinggi 170 cm itu, mendekati Alena yang sedang duduk bersebelahan dengan Vania. “Haii kenalin namaku Adit, kamu Alena kan?” sapanya. “Hai juga, iya aku Alena!” “Tempat duduk di sebelahmu kosong? boleh aku duduk di sana?” sambil menunjuk bangku kosong di sebelah Alena. “Iya, silahkan!” jawab Alena dengan datar. “Gimana kerasan kerja di sini?” “Iya pastinya kerasan, karena temannya baik-baik!” “Berarti aku juga baik dong!” “He...He...He...!” Alena cuma tersenyum hambar mendengar kata-kata Adit, karena ia merasa tidak nyaman dengan kedatangan laki-laki itu. Tanpa sadar interaksi keduanya sejak tadi sudah diperhatikan oleh Alvin ,yang duduk di sudut ruangan, wajahnya tampak memendam kekesalan mendalam. “Sial, jangan sampai Alena kamu jadikan korbanmu lagi, awas aja!” gumamnya sembari mengepalkan tangannya dan menghantamkannya ke atas meja. Alvin, pergi menuju ke kursi bar dan mengambil segelas minuman dingin yang sudah tersedia di atas meja, kemudian menenggaknya dengan kasar. Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tapi acara belum ada tanda-tanda akan berakhir. Sementara itu Alena sudah mulai resah karena dari tadi telpon dari Angga tidak diangkat sama sekali, malah sekarang Hpnya di mode silent. Adit yang melihat kegelisahan Alena kemudian bertanya padanya. “Kamu kenapa, kok aku lihat dari tadi kebingungan?” “Ahh nggak apa-apa kok!” “Mungkin ada yang bisa akau bantu?” “Nggak ada kok, Dit!” jawab Alena ketus “Oh ya sudah kalau gitu, aku pamit balik ke tempatku ya!” “Iya Dit, silahkan!” Akhirnya Adit kembali ke tempat duduknya, ia merasa diremehkan oleh Alena karena dari tadi sikap Alena tampak cuek padanya. Sementara itu Vania dari tadi cuma diam saja karena merasa nggak nyaman dengan adanya Adit diantara mereka bertiga. “Kamu kenapa Van, dari tadi kok diam aja?” “Aku nggak suka aja sama Adit, kamu harus hati-hati sama dia, karena dia itu terkanal playboy suka mainin cewek!” “Iya tenang aja, aku nggak segampang itu deket sama dia kok!’ “Iya udah kalau gitu, aku tenang sekarang!” jawab Vania “Huft!” Gumam Alena. “Kenapa Al, dari tadi aku liat kamu kayak bingung gitu?” tanya Vania yang dari tadi melihat sahabatnya itu kebingungan. “Biasa Van, Mas Angga telpon terus dari tadi tapi nggak aku angkat!” “Lah kenapa nggak kamu angkat?” “Aku males Van, ntar ujung-ujungnya debat lagi di telepon!” “Ya sudah terus gimana sekarang, apa kita pulang duluan aja ya?”tanya Vania memandang raut wajah khawatir sahabatnya itu. Entah kenapa Alena sangat takut dengan Angga, mungkin ia trauma karena dulu saat duduk dibangku SMU, kakaknya itu pernah membuat ia malu di hadapan teman-temannya. Saat itu Angga menyeret dan memaksanya pulang, karena belajar kelompok dengan teman-temannya sampai malam dan tidak pulang-pulang. Alhasil Angga marah dan mencari tahu rumah temannya itu, setelah ketemu Angga memaksa Alena pulang. Mulai saat itu Alena tidak pernah lagi pulang di atas jam 9 malam sampai dengan sekarang, karena ia takut kejadian itu akan terulang kembali dan membuat malunya lagi. “Aku pulang duluan aja Van, kamu di sini aja dulu takutnya ntar dicariin sama pak Hartono!” “Kamu beneran nggak apa-apa pulang sendiri, terus mau naik apa jam segini?” “Aku pesen ojek online aja gampang!” “Bener yah nggak apa-apa? ya udah kamu ati-ati di jalan kalau gitu, kalau ada apa-apa di jalan telepon aku ya!” kata Vania dengan wajah khawatir. “Iya tenang aja!” setelah mengucapkan kata itu ia langsung pergi keluar dari Hotel, mencari tempat duduk yang nyaman untuk memesan ojek online . Alena tak sadar saat keluar dari Hotel tadi seorang laki-laki sedang membuntutinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD