Kesepian

1186 Words
Sepi. Aku berasa memasuki rumah tanpa penghuni. Bagaimana mau ramai, kalau isinya saja cuma lima orang. Aku, Casandra dan tiga asisten rumah tangga lainnya. Cuma tiga pekerja yang nginap di rumah ini. Sedangkan lima belas orang lainnya hanya sampai sore karena tenaga mereka tidak terlalu dibutuhkan saat malam hari. Aku pun tidak tahu pembagian tugas mereka, dan apa pentingnya hingga harus sebanyak itu karena semua diatur oleh Casandra. Aku tidak mau tahu urusan rumah. Kubiarkan dia yang mengaturnya. Saat ini penghuni intinya baru satu yang pulang, yaitu aku. Sedangkan yang satunya lagi masih sibuk di luar karena kegiatan syuting. Saat ini kami memang tidak terlibat syuting bersama karena aku tidak ikut di sinetron yang sedang ia bintangi. Memang aku yang tidak mengambilnya karena ada urusan bisnis yang tidak bisa kutinggal. Sedang syuting sinetron stripping harus kejar tayang dan kerja tiap hari. Kupandangi sisi dalam rumah ini dengan hati nelangsa. Rumah yang kami bangun bersama, yang terlihat besar dan megah. Sering juga masuk dalam acara televisi swasta sebagai salah satu rumah artis termewah. Banyak yang kagum dengan rumah yang kami miliki. Baik itu dari estetika maupun dari kemewahan barang yang ada di dalamnya. Cukup berbangga diri karena ini hasil jerih payah kami berdua selama bekerja di dunia entertainment. Selain rumah besar ini, kami juga memiliki dua apartemen yang masing-masing atas nama pribadi kami. Kalau lagi malas pulang ke rumah. Maka apartemen adalah tempat kedua. *** "Oh Pak Rian yang datang, maaf Pak saya ketiduran," ucap Mbak Popon, asisten rumah tangga kami. Ia datang mendekat menghampiriku. Memperhatikanku yang sedang minum. Tenggorokan ini terasa kering, hingga aku memutuskan pergi ke dapur untuk minum. "Haus Mbak," sahutku sambil menunjukkan botol air mineral dingin ke arahnya yang sudah diteguk setengahnya. "Pak Rian mau saya buatkan sesuatu?" tawarnya dengan pelan. Aku menggeleng, menolak tawarannya. Ini sudah tengah malam, tidak baik untukku melakukan aktivitas makan pada jam larut begini. "Pergilah!" titahku padanya. Mbak Popon mengangguk, mengucapkan kata iya, dan berlalu pergi meninggalkanku sendiri. Kuhela napas perlahan. Pikiranku menerawang. Ibu benar, aku punya istri tapi seperti tidak beristri. Semua keperluanku dari sandang hingga pangan diurus oleh Mbak yang bekerja di rumah ini. Berasa seperti lelaki yang masih bujang, yang belum terikat perkawinan. Tengah malam begini aku baru pulang ke rumah. Jam menunjukkan pukul dua belas malam lebih. Rasanya lelah sekali karena menyetir hampir seharian. Ini semua gara-gara Ibu. Untuk apa mencari istri sampai sejauh itu. Hampir masuk daerah pelosok lagi. Entah dari mana sumbernya Ibu bisa menemukan gadis untuk calon istri keduaku tersebut. Melelahkan dan hasilnya mengecewakan. Dia memilihkan gadis lugu dan kampungan. Aku tidak mungkin menunjukkannya ke khalayak ramai apalagi ke Casandra. Yang ada dia akan menertawakanku karena memiliki istri yang jauh dari standarku apalagi standarnya, itu memalukan. *** "Pagi Sayang." kusapa istri tercinta yang ternyata sudah berada di sampingku. Deru napas teraturnya saat tidur membuatku terjaga. Aku tidak tahu jam berapa ia pulang. Yang pasti subuh karena aku sendiri baru pulang hampir tengah malam. "Hm," sahutnya dengan mata masih terpejam. Ia hanya menggeliat dan melingkarkan tangannya ke atas perutku. Erat dan aku menyukainya. "Jam berapa tadi pulang? Subuh?" tanyaku berbasa-basi seraya memilin rambut panjangnya. Casandra mengangguk, mengiyakan. Walaupun sudah tahu, aku sengaja bertanya untuk membuka obrolan. Hal seperti ini selalu kulakukan agar tetap terjalin komunikasi yang baik diantara kami. Kegiatan pergi pagi dan pulang pagi, membuat kami jarang bertemu. Terkadang, pernah dalam sehari tidak bertemu sama sekali. Aneh bukan? Seperti itulah hidup dalam dunia entertainment. Suami-istri saja seakan jadi orang asing. Jangan tanya betapa kangennya aku bila tak bertemu dengannya. Mungkin aku sebucin itu. Biarpun banyak perempuan atau lawan mainku yang cantik dan menggoda, tetap hanya dia yang kucinta sampai saat ini. Jadi bagaimana mungkin aku tertarik dengan calon yang dipilihkan Ibu. Bagiku mereka seperti langit dan bumi. Jauh. Tidak dapat disandingkan. *** "Sayang, aku pergi dulu ya," pintaku seraya mencium pucuk kepalanya. Aku sudah siap dan rapi untuk pergi. Namun bukan pergi untuk syuting, melainkan kegiatan lain yang berhubungan dengan bisnis yang kubangun. Aku paham kalau dunia hiburan ini tidak selamanya bisa bertahan di sana, persaingan semakin ketat. Bibit artis baru yang segar dan menawan akan selalu hadir, jadi dari dini harus ada cadangan untuk persiapan masa depan. "Ehem," sahutnya tanpa membuka mata. Aku tahu dia lelah sekali. Kubalas dengan tersenyum walau dia tidak melihatnya. Matahari belum menampakkan wajahnya tapi aku sepagi harus ke rumah Ibu terlebih dahulu karena permintaannya. Aku tidak bisa menolak. Katanya ada yang harus kami bicarakan. Paling juga masalah pernikahan tersebut. "Kamu malam ini nginap di sini saja. Biar besok kita bisa berangkat lebih pagi." Aku tidak mengerti maksud Ibu apa. Mataku menyipit. "Kenapa?" "Pernikahannya dipercepat saja, tadi Yuni sudah memberi tahu kalau berkas pernikahan sudah lengkap, jadi bisa besok kamu nikahnya. Lebih cepat lebih baik kan. Ibu sudah tidak sabar untuk melihat kalian nikah." Aku terkejut hingga menyemburkan kopi yang baru saja kusesap. "Maksud Ibu apa? Bukankah kami menikah siri, kenapa ada berkas pernikahan? Dan kenapa dipercepat?" "Apa salahnya nikah resmi, semua sudah diurus dengan rapi, lagian ini pilihan Ibu, jangan membantah apalagi menolak," deliknya sambil mengelap bekas kopi yang ada di atas meja. "Bukankah harus ada persetujuan dari Casandra? Istri pertama?" tanyaku memastikan. Bukankah begitu prosedurnya. "Tidak perlu, kamu kerja di bidang hiburan bukan aparatur negara, nggak akan ada resiko apa pun, kali ini percayakan semuanya sama Ibu." Masa? aku kurang mengerti soal hukum pernikahan. apakah boleh atau dilarang? Aku hanya bisa menghela napas mendengar ucapan Ibu. Sepertinya, Ibu memang tidak sabar lagi ingin melihatku menikah dengan gadis itu. Kumainkan ponsel di tangan. Kuketik pesan untuk Casandra kalau malam ini aku tidak akan pulang. Tak berapa lama terdengar nada pesan masuk di ponselku Satu pesan masuk dari Casandra. Iya. Hanya ini balasannya? Padahal aku berharap dia akan bertanya apa alasanku tidak pulang. Sedikit kecewa. Ibu memang benar, tapi aku sudah terlanjur cinta pada istriku itu. "Bu, Rian berangkat dulu," pamitku sambil mencium punggung tangannya. "Syuting?" keningnya mengernyit. "Bukan, kerja," jawabku malas. Ibu pasti tahu apa maksud jawabanku, karena hanya Ibu yang tahu bisnis sampinganku selain dunia keartisan. Casandra pun tidak begitu mengetahuinya. Dia tahunya Ibu yang mempunyai bisnis tersebut, bukan aku. Itulah dia, seabai itu dengan diriku. Dia hanya perhatian saat di atas ranjang. Jangan tanya bagaimana perhatiannya, aku selalu kecanduan bila sudah bersamanya. *** "Ah ...!" lenguhku kelelahan, aku terbaring terlentang setelah pergulatan hebat kami di peraduan. "Gimana Beib. Puas?" tanyanya dengan mengerlingkan mata genitnya disertai meraba halus d**a bidangku. wanitaku itu masih terlihat segar setelah beberapa ronde permainan panas kami. "hu'um," jawabku hanya dehaman singkat. mataku masih terpejam menikmati rasa yang baru saja selesai tersalurkan. "Kamu tak lelah? aku mau tidur Sayang. Hentikan tangan nakalmu ini. Tenagaku sudah terkuras habis," ucapku jujur mencoba menepis nakal jemarinya yang bergerak menggoda di area atas badan. Casandra terkekeh kecil. "oke Sayang. mm ... padahal aku masih kuat satu ronde lagi. Istrimu ini memang mampu memuaskan siapapun yang menantangnya." Mataku seketika terbuka lebar. "Apa Sayang?" tanyaku memastikan berharap perkataannya barusan itu cuma salah dengar. Meski dikatakan halus dan hanya gumaman kecil. Aku masih mampu mendengar. Kuharap memang salah dengar. "Eh, oh. ee ..., tidak Beib. Bukan apa-apa." Setelah mengatakan hal tersebut, Casandra malah terkekeh kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD