Azda membuka pintu mobilnya. Menatap bangunan kecil yang layak mungkin disebut sebagai kandang, daripada rumah. Meski, rumah ini adalah tempat tinggal Nala dan ibunya, dan Azda yang sudah berbaik hati memberikan rumah layak mereka tolak. Dengan cara halus, yang membuat Azda enggan menawarkan bantuan lagi. Membiarkan mereka hidup apa adanya. Lalu, memilih memanjakan perempuan lain yang memang sepantasnya mendapatkan segalanya dari dirinya. Entah itu, harta mau pun hati. Dengan tarikan napas panjang, Azda berjalan masuk. Membelah jalanan berkerikil yang terlihat lama, tidak dibangun secara baik lagi. Walau pekarangan rumah terlihat bersih, Azda masih sedikit canggung saat dia berada di sini. Ini seperti mengingatkannya pada masa lalu. Dimana dia pernah menempati rumah yang besarnya kurang

