“Lo, kan….?”
Bas hampir tidak bisa berkata-kata, menemukan El muncul dari vila ayahnya. Lalu, mulutnya pun terbungkam lagi, karena El tampak tak bersahabat. Perempuan itu menatap Bas dengan alis berkedut, seperti marah dan merasa terganggu.
“Gue Bastian.” Bas mengulurkan tangan, memperkenalkan diri. “Anak Pak Denny.” Dia berdiri di depan pintu masuk, sementara El berdiri kokoh dan waspada kayak lagi jaga gawang.
Tampang El masih belum membaik, malah semakin garang. Perempuan itu bersedekap, benar-benar, kuat sekali aura ingin buru-buru mendamprat.
Bas kikuk, mendadak linglung dan ragu. “Ini–benar vila Pak Denny, kan?”
“Kalau benar kamu anaknya, kenapa masih tanya?” celetuk El, tiba-tiba.
Hah? Bas makin bingung harus apa lagi. Jelasin, nih? Yakin?
“Jangan ngaku-ngaku,” ketus El lagi. “Dari mana saya bisa yakin kamu benar anaknya Pak Denny?”
Hah, gimana? Kali ini, Bas harus membuktikan bahwa benar dirinya anak ayahnya? Kok?
“Bukti?” Bas mengalihkan tatapannya kepada Marwah yang duduk menguping di meja makan, sebagai distraksi dari rasa takut diintimidasi oleh mahkluk bernama perempuan di depannya ini. “Bukti gimana?”
“Ya–sertifikat rumah, misalnya?” El memberikan saran.
“S-sertifikat?” Bas kelimpungan. Tiba-tiba banget, nih? Mana pegang! Dia masih sangat kecil waktu ayahnya masih ada, jadi, mana Bas tahu menyoal sertifikat. Anak kecil mana, sih, yang mainan sertifikat? Kan, bukan kertas buat main pesawat-pesawatan! “M-mana gue tahu?”
Kedua alis El terangkat. Mukanya kayak, nah, kan, benar kata gue, nipu nih orang.
Tanpa tedeng aling-aling, El berbalik, hendak menutup pintu, hingga tiba-tiba, Marwah menengahi mereka, menahan pintu untuk Bas. “El, sebentar. Sertifikat kan, nggak bisa dibawa-bawa. Gimana kalau foto?” Wanita itu bertanya pada Bas, sekaligus memberikan solusi.
“Saya nggak bawa–” Bas meraba semua saku sweater dan celana jinnya, tapi, memang dirinya tidak bawa ponsel karena Diah menyita semua barang-barangnya, bahkan baju dan celana dalamnya pun cuma delapan biji di dalam tas–itu pun sudah termasuk yang dia kenakan sekarang.
“Zaman sekarang, mana ada orang nggak bawa hape? Bohong banget, Bu!” tuduh El lagi, sampai mengacung-acungkan jari kepada Bas.
Astaga, naga! Ya Tuhan … Bas benar-benar frustrasi. Bagaimana menjelaskannya?
“Pergi!” usir El.
“Sebentar!” Bas menahan pintu di depan mukanya, dibantu Marwah. “Memangnya, lo nggak kenal gue? Nggak pernah lihat gue di TV atau di sosmed?”
Kening El mengerut, mata tajamnya menelisik penampilan pria itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Celana denim yang tampak mahal, sweater hoodie warna navy yang biasa saja dan kemeja hitam menyembul dari bagian bawah sweater-nya. Apa? Memang, siapa dia?
Sejak pertama melihatnya, El memang merasa tak asing. TV, katanya? Sosmed?
“Ah!” Marwah bersorak, paham. “Artis itu!”
Bas mengangguk-angguk, semringah. Selama Marwah mengingat-ingat, Bas tampak tak sabar, ingin sekali mendorong ingatan ibu itu agar segera mencuat keluar.
“Mas Gan! Ya, kan?”
“Iya, iya, betul, Bu!” Akhirnya, Bas merasakan confeti meledak di atas kepala dan kertas warna-warni menghujaninya. Mas Gan adalah perannya di sebuah sinetron yang viral dan dibicarakan emak-emak seantero Indonesia.
“Kamu ke sini untuk syuting?” Marwah memanjangkan leher ke luar pintu, mencari tahu dengan siapa gerangan Orion Baskara datang ke pulau ini. “Sama siapa? Kirana?”
Bas meringis, menggeleng. Kirana adalah pasangan Mas Gan dalam sinetron, diperankan oleh Davina Karamoy. Menjadi dua sejoli dalam layar kaca, membuat Bas selalu dikait-kaitkan dengannya, seperti Arya Saloka dan Amanda Manopo atau Primus Yustisio dan Jihan Fahira.
Bahu Marwah melorot, bibirnya mencebik, tampak kecewa, tapi, bukan itu yang penting sekarang. El masih menunggu bukti dan penjelasan. Dirinya sudah merawat rumah ini belasan tahun dan baru sekarang pemiliknya datang mengaku-ngaku.
“Sekarang, coba cek di Gugel. Siapa gue, siapa bokap gue,” suruh Bas kepada El, dengan sedikit berlagak. Bisa-bisanya perempuan itu tidak mengenalnya dan menuduhnya yang bukan-bukan!
El bersedekap, tersenyum mengejek. Tahu, kan? Senyum miring, tanda meremehkan. “Enak aja, nyuruh-nyuruh!” Dia sedikit mendorong Marwah keluar, hingga membuat Bas ikut menyingkir. Lalu, dia membanting pintu, mengunci dua kali, tak peduli apa pun lagi.
“El! Kamu nggak bisa seenaknya begini, dong. El?” Marwah menggedor-gedor, kemudian setelah sadar upayanya sia-sia, dia menyengir kepada Bas, merasa tidak enak. “Maaf, ya. Memang anak itu keras kepala.”
Bas mengangguk takzim, bibir mengejang, berusaha tersenyum cuma demi kesopanan. “Salah saya juga, datang tiba-tiba, Bu.”
Marwah menatap iba, diam-diam mengasihaninya. Meskipun sinyal di pulau ini tersendat-sendat dan bahkan tidak ada sama sekali setiap terjadi badai, dirinya tahu, skandal menghebohkan tentang Diah. Dalam hati, wanita itu bertanya-tanya, apa dia ingin mengklaim rumah ini karena jatuh miskin? Sejak skandal merebak, peran Mas Gan di sinetron saja sudah digantikan dengan aktor lain.
“Bagaimana kalau mampir ke rumah Ibu? Daripada kamu menunggu semalaman di sini.” Marwah menawarkan. Dilihatnya pemuda itu sangat kurus, apalagi wajahnya pucat–karena mabuk laut.
“Nggak usah, Bu.” Bas langsung merasa sungkan. “Saya di sini saja. Mungkin nanti–”
“Alah!” Marwah menyela, tahu betul watak anaknya. “Mungkin apa? Nggak bakal El bukakan pintu ini untuk kamu, kecuali kamu dobrak. Bisa, kamu dobrak?”
Meringis, Bas menggeleng. Dilihatnya daun pintu dari mahoni yang tebal dan kokoh. Dirinya bahkan sudah kehabisan tenaga untuk sekadar berdiri, apalagi mendobrak pintu setebal itu? Dia pun takjub, bagaimana El bisa membanting-banting pintu berat itu dengan mudah?
“Makanya, ayo!” Marwah menggaet lengan Bas, menyeretnya pergi.
*
Di dalam, El menguping, meski nyaris tak terdengar apa-apa karena tebalnya pintu. Setelah mendengar pagar dibuka-ditutup, barulah El menyingkap tirai vitrase putih, mengintip dari jendela. Di luar pagar, ibunya menyeret Bas ke arah rumahnya. Sesuai dugaannya, Ibu pasti akan membawanya ke rumah karena merasa tidak enak.
“Orion Baskara, ya?” El termenung sebentar, karena sebenarnya, dirinya pun tidak asing dengan Bas. Detik berikutnya, dia bergerak ke kamarnya yang berada di tengah rumah, kemudian membuka-buka laci lemari dan mengacak-acak semua isinya.
Tangannya berhenti merogoh saat menemukan sesuatu. Sebuah ponsel. Bukan ponselnya yang jadul, yang pernah tercebur di ember ikan Gino, melainkan ponsel terbaru pemberian Kawa. Dia menyimpannya karena tidak ingin dihubungi oleh siapa pun, tidak peduli akan dunia luar, juga ingin mengubur semua pemberian Kawa–termasuk semua kenangan indah mereka.
El menekan tombol daya, tapi, tidak menyala. “Lowbat?” tanyanya, bergumam pada diri sendiri. Dia kemudian kembali mengacak laci, mengeluarkan pengisi daya lalu menyambungkan ponselnya itu dengan stop kontak.
Layar menyala, menunjukkan pengisian daya. Tak sabar, dia menekan tombol daya lagi dan … menyala! “Yes!” soraknya, girang. Wanita itu menggigiti kuku selagi ponselnya mulai menyala. Tak lama kemudian, akhirnya, dia bisa mengetikkan nama ‘Orion Baskara’ pada kolom pencarian.
Skandal Diah Juliana.
Orion Baskara dan Sejarah Kelam Keluarganya
Orion Baskara Menganiaya Kawa Saat Premier Film.
Heh? Berbagai artikel muncul begitu nama Bas diketikkan. Yang terakhir, membuat El terkejut. Dipilihnya berita itu, tidak dibaca, tapi, diperbesar olehnya foto-foto pada saat kejadian di premier film. Tidak ada foto saat Bas meninju Kawa, juga tidak ada foto saat El mengaku dihamili Kawa–mungkin, karena etika jurnalistik. Namun, karena itu, El jadi tahu, sosok pria tadi: yang diinjak kakinya, yang diusinya, dituduh yang bukan-bukan, adalah pria yang dulu memberikan saputangan padanya. Pria yang meninju Kawa, untuk membelanya.
“Ah!” El meraup wajah, merasa frustasi. Mengapa dirinya sangat bodoh? Bergegas, dia keluar dari kamar, berpindah ke ruang tamu, tapi, hanya mondar-mandir di sana, ragu. Apa aku harus minta maaf padanya atau berterima kasih? Aduh, aku harus bilang apa?
Di antara ragu dan rasa bersalah, El tidak tahu, di depan rumahnya, di balik pohon beringin yang besar, seseorang mengintip, dengan senyum sinis dan tangannya membuka-menutup pemantik api berukiran naga yang bila dinyalakan, bisa membakar apa saja.