Seperti penonton lain, Orion Baskara tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya pada apa yang terjadi di premier film itu. Pria berusia 24 tahun itu duduk di barisan tengah, menatap El dan Kawa bergantian untuk melihat respons masing-masing dari dua orang itu.
“Filmnya bagus. Ayah hebat. Iya kan, Nak?”
Bas mendecih tak percaya, Dia yakin, meskipun dirinya menjadi b***t, tidak akan sebejat itu.
Ketegangan semakin menjadi tak terkendali sejak kemunculan wanita lain yang membuat Bas menatap jengkel ke arah Kawa. Selingkuh juga?
“Mau ke mana?” tanya Kamal, melihat Bas bangkit.
“Pulang. Filmnya tidak seru,” sahut pria itu, berjalan pergi dengan melesakkan tangan ke saku celana.
Penonton lainnya pun beranjak satu per satu, tidak lagi memedulikan para staf yang mencegah mereka, mengatakan acara masih belum selesai. Namun, siapa yang betah berlama-lama di udara tidak enak ini?
Tiba-tiba, dari pintu keluar, menyalip barisan penonton yang hendak pergi, El melawan arah, kembali lagi dengan wajah pucat dan raut marah. Bas berpapasan dengannya, jadi, dia bahkan mendengar jelas napas wanita itu yang memburu menahan marah.
PLAK! Ketika Bas menengok, tamparan itu sudah mendarat di pipi Kawa. Tentu saja, wanita itu yang melakukannya.
“Kamu tahu ada Sara di sini? Kamu sengaja?” El membentak-membentak, letup-letup panas menyembur dari ubun-ubunnya.
“Aku juga kaget!” dalih Kawa, mencoba meraih tangan El. “Kita omongin baik-baik, hmm? Aku bisa jelasin semuanya.”
PLAK! Sekali lagi. Di pipi yang sama. Bas menyipit tak tega, pasti sakit sekali.
Kali ini, Kawa tidak dapat menahan marahnya. Pria itu mengangkat tangan, hendak membalas, untung, keburu dua orang staf menariknya pergi. Sambil kedua lengannya diseret, pria itu memaki-maki El. “Perempuan murahan! Tidak tahu diri! Kalau bukan aku yang mau menampungmu, siapa lagi? Tidak ada yang mau dengan perempuan bekas sepertimu!”
BUKK! Tinju melayang untuknya, hingga jatuh tersungkur karena kedua orang staf tidak memegang lengannya sekuat itu dan tinju itu sangat kuat hingga membuat gigi samping Kawa copot.
Tebak, siapa yang begitu geramnya, hingga tak bisa menahan diri lagi? Ya. Orion Baskara. Aktor ternama itu mempertaruhkan nama dan citra baiknya demi menjotos Kawa. PUAS! PUAS SEKALI RASANYA!
“BAB*!” Dengan belepotan darah segar, Kawa bangkit, mencoba menerjang Bas, tapi, staf dan penonton lain menahannya dan benar-benar menyeretnya pergi sebelum semua semakin tak terkendali, menjadi tragedi.
Bas tetap berdiri di sana. Tinjunya masih mengepal kuat. Rahangnya gemetar. Ini kedua kalinya dia memukul seseorang. Rasanya masih semengerikan itu.
Setelah studio lengang, Bas menengok dan ternyata, masih ada El di dalam. Wanita itu duduk di salah satu kursi barisan paling bawah, tertunduk lesu hingga seluruh rambutnya terurai ke depan, menutupi wajah.
Bas melihat telapak tangan wanita itu telentang di atas paha, memerah dan meradang. Sekeras itu dia menampar Kawa.
Bas menghampiri El, menghela napas di hadapannya, mengasihaninya. Dia merogoh saku lalu menyodorkan sebuah saputangan biru laut berbahan linen. Ya, itu milik El yang terjatuh tadi. . El mendongak, tapi, lekas berpaling, menyembunyikan wajah.
Akhirnya, Bas berjongkok, lantas meraih tangan El, membungkusnya dengan saputangan. Selagi mengikat selembar kain itu, Bas berkata, “Menangis saja, jangan ditahan. Menangislah sampai puas, lalu, berhenti. Baj*ngan itu tidak pantas kamu tangisi.”
*
“Nonjok orang? Kalau mau ngapa-ngapain tuh, berpikir dulu dua kali! Kawa itu orang penting di industri kita” semprot Diah dari panggilan telepon.
Bas meraih ponsel yang dipegang Kamal, menekan-nekan tombol mati, kemudian melemparnya ke jok mobil. Video tentang kekisruhan premier, termasuk saat dirinya menonjok Kawa, menyebar cepat di media sosial. Dari kualitas rekaman, sepertinya, video diambil dari kamera jurnalis yang memang tengah meliput sesi tanya-jawab.
Ini dendam pribadi, sih. Bas tidak menyukai Kawa sejak produser menyebalkan itu membuat acara yang meliput kegiatan sehari-hari seorang Orion Baskara bersama ibunya. Tahu-tahu, masuk ke kamarnya pagi-pagi, bawa kamera dalam keadaan merekam.
Meski Bas berpakaian lengkap, tidak terlihat mendengkur apalagi meneteskan air liur, tetap saja, itu bukan hal menyenangkan. Bas marah kepada Diah, tapi ternyata, Diah pun sama terkejutnya dengan kedatangan Kawa dan tim. Bedanya, Diah menganggap semua itu adalah kejutan untuk penggemar, sedangkan Bas menganggapnya sebagai hal konyol.
Setelah Bas mengusir Kawa dan tim dari rumahnya, sejak itu pula hubungan keduanya menegang. Bas tidak pernah mau berurusan dengan Kawa, sekalipun Kawa adalah orang agensinya. Dirinya langsung menyesal datang ke premier hari ini.
Kawa pun sama sakit hati, memikirkan rencana balas dendam, dengan cara: mengorek semua hal tentang Bas dan Diah.
“Masih ramai?” tanya Bas, di bawah atap mobil yang melaju di jalanan ibukota.
Kamal mengangguk dan menunjukkan layar penuh berisi komentar-komentar di media sosial. “Biasanya, Ibu akan menangani ini, tapi, ini–”
Bas melirik. Biasanya, memang Diah yang menangani semuanya, mulai dari membungkam media hingga mengalihkan isu. Makanya, Bas tidak terlalu khawatir. Namun, sekarang, sepertinya, sulit bagi Bas untuk lepas dari ini. Segalanya, malah kian parah.
“Bas, lihat ini.” Tiba-tiba, Kamal panik dan menunjukkan ponselnya lagi. Sopir di belakang kemudi sampai menatap dari spion tengah. Sebuah video lain. Masih menyangkut dirinya. Kali ini, tentang Diah.
Detik-detik berlalu di dalam video itu, tapi, semakin lama, Bas semakin tidak kuat. Sebuah video syur antara Diah dan seorang pria.
“Siapa cowoknya?” Bas menyipit, mendesis geram.
“Gubernur, Bas,” gugup Kamal, takut gunung api di kepala Bas meledak saat itu juga. “Dia sudah punya istri. Bahkan, rumah tangga mereka harmonis–sangat harmonis, malah.”
Bas memejam gemas, mulutnya mengumpat tanpa suara. Matanya berpaling ke luar jendela, mereka terjebak lampu merah.
“Cari tahu siapa yang posting,” perintah Bas. Kamal mengiyakan sambil tergugup-gugup.
Mobil melaju setelah lampu hijau menyala. Bas masih memandang jalan, sekumpulan pejalan kaki di trotoar, hingga dia menyipit, merasa mengenali seseorang di antara mereka.
“Cewek itu,”--Bas bergumam, membuat Kamal ikut melihat keluar dan mendapati El berjalan melamun di trotoar—”cari tahu siapa dia.”
Kalau firasatnya benar, ini pasti perbuatan Kawa. Semua ini terjadi setelah Bas meninju Kawa. Waktunya terlalu tepat, bukan?
*
“Menikahlah dengan Naomi, Bas.” Diah berkata, usai menyesap teh kamomil di kamarnya ini. Kacamata baca sudah bertengger di hidungnya dan bajunya yang selalu formal telah berganti baju tidur.
Bas mendecih. Suasana seperti ini, dia masih bisa minum teh dan tidur?
“Kenapa harus Naomi?” tanya Bas, meski sudah tahu jawabannya. Karena hanya keluarga Naomi–putri seorang pejabat elit, yang bisa mengeluarkannya dari krisis ini. “Kenapa harus aku yang berkorban, Ma?”
Diah membuka-buka buku, mencari-cari di mana terakhir dia membaca. “Masih tanya kenapa? Kalau kamu tidak memprovokasi Kawa–”
“Mama juga salah!” bentak Bas. “Nggak ada pria lain? Kenapa harus suami orang?”
“BASTIAN!”
“Mama saja yang nikah dengan Naomi!” Bas pergi setelah mengatakan semuanya. Dia benar-benar muak! Sudah tak tahan lagi!
“Mau ke mana kamu? Berhenti! Mama bilang berhenti!”
Terlambat. Bas tidak tahan lagi hidup begini. Semenjak malam itu, Orion Baskara menghilang tanpa jejak, tanpa aba-aba.