4. Seorang Ibu

1508 Words
'Cepat atau lambat, kamu bakal jadi milikku.' Snow mendadak merinding ketika benak Raffa melontarkan sederet kalimat itu. Apalagi, hingga detik ini Raffa belum juga membiarkan Snow pergi. Keduanya memang tak lagi terkungkung berdua di dalam mobil. Namun, Raffa tetap saja mengekor ketika Snow bergegas menuju sebuah cafe dekat pintu keluar bandara. Seenggaknya kalo ada di tempat rame, Raffa nggak mungkin berani macem-macem. Begitulah Snow berucap dalam hati. "Bisa nggak si jalannya jangan cepet-cepet?" ucap Raffa seraya menahan tangan Snow. "Kayak couple lagi marahan aja." "Keburu laper." Raffa hanya tersenyum simpul. Tentu dia tahu kalau bukan itu alasan sebenarnya. Snow memang sangat tampak gugup setelah kejadian mereka saling berpelukan dan nyaris berciuman. Mungkin, saat ini Snow sedang menetralisir debaran jantungnya dengan mencoba menghindar dari Raffa. "Masih sayang aku nggak?" Snow spontan membulatkan mata. Mana mungkin Snow bisa menjawab. Raffa tiba-tiba melayangkan pertanyaan super aneh begitu mereka duduk berhadapan di salah satu meja. "Kok diem?" tanya Raffa lagi. Snow menggeleng. "Nggak sayang, atau nggak mau jawab?" "Raff, berhenti ngomongin yang enggak-enggak," balas Snow dengan nada penuh kecaman. Raffa tersenyum tipis. Suka sekali melihat Snow setengah marah, setengah salah tingkah. "To the point aja, Raff. Kamu mau ngomong apa?" tanya Snow. Raffa menarik napas panjang seraya menegakkan posisi badan. "Aku sebenernya udah tau nama asli kamu dari awal kita ketemu." "What?!" "Iya. Waktu kita dansa, nametag kamu jatuh. Mungkin kamu nggak sadar waktu aku ambil nametag itu, terus aku simpan di saku." Snow seketika menunduk dan memijat pelipis. Benaknya lantas terbang menuju kejadian saat awal mula mereka bertemu. Tepatnya adalah sekitar lima tahun yang lalu. Saat itu, Snow masih bekerja sebagai perawat di kapal pesiar. Suatu malam sebelum Diamant Cruise Line mengakhiri perjalanan terakhir di Pelabuhan Marseille, digelarlah event penutup berupa pesta topeng. Aturan mainnya adalah semua tamu lelaki berperan menjadi Balthazar yang mencari pasangan secara acak dari para wanita yang berperan menjadi Beatrice. Kru kapal memang tidak semua turut serta. Namun, kapten kapal mereka membiarkan kru dari departemen entertainment dan departemen medis untuk ikut meramaikan. Well, Snow adalah salah satu pemeran Beatrice kala itu. "Aku inget banget kamu pakai topeng bulu warna putih, pakai seragam malam warna hitam, rambut kamu diikat tinggi, dan ... kamu nggak keberatan waktu aku lepas satu kancing baju kamu," ucap Raffa. Snow tak bisa berkata-kata. Apa yang Raffa ucapkan memang benar adanya. Saat itu, Snow memang masih berjiwa petualang. Jujur saja, pada usia itu Snow terbilang sering berganti pasangan. Kehidupan di atas kapal menjadikan Snow untuk lebih mudah terbuka dengan lelaki dan segala kesenangan duniawi yang mereka tawarkan. Tak terkecuali, salah satu Balthazar yang merupakan seorang penumpang kapal. Sedikit malu untuk mengakui hal satu itu. Namun, nyatanya Snow masih ingat betul sebuah momen ketika pertama kali mereka saling bertatap muka. Sejak awal, Snow memang tak hentinya memperhatikan lelaki bertopeng hitam yang sedang duduk sendiri. Walau wajahnya tertutup sempurna, tapi entah mengapa Snow sangat suka. Rambutnya tidak terlalu panjang dan disisir dengan gaya sedikit berantakan. Dia tidak mengenakan jas seperti para penumpang lain. Jika diperhatikan, lelaki itu cukup ramah dan ... lumayan panas. Snow menyaksikan sendiri kalau Balthazar satu itu sudah berganti pasangan sebanyak belasan kali. Dia tampak hebat di atas lantai dansa. Tangan dan kakinya piawai menciptakan gerakan menakjubkan. Bahkan, tubuh Snow ikut meremang saat dia meraba pelan punggung telanjang wanita bergaun merah terang. "Kamu pernah bilang sama aku kalau, you loved me at the first sight," ucap Raffa seraya tersenyum jahil. Ya. Benar. Snow memang pernah mengatakan hal itu. Bagaimana Snow tidak jatuh cinta? Lelaki berbaju serba hitam itu sudah mulai tersenyum ke arah Snow sejak dia berdansa dengan wanita bergaun emas. Memang, dia tidak langsung mendekat ke arah Snow. Dia masih melanjutkan dansa dengan seorang kru kapal dari departemen entertainment. Namun, setelah memenuhi ajakan dansa dari wanita bergaun burgundy, dia lantas mengulurkan tangan ke arah Snow. Tentu Snow tidak menolak. Selain demi alasan kesopanan seorang kru berseragam terhadap penumpang, Snow juga memang sudah memiliki rasa ketertarikan. Apalagi, lelaki itu memperlakukan Snow dengan sedikit berbeda. Tidak seperti kepada pasangan sebelumnya, Snow adalah wanita pertama yang menerima kecupan di punggung tangan. Snow juga menjadi satu-satunya Beatrice yang dia dekap setelah selesai berdansa. Snow pikir, momen itu hanya akan menjadi kenangan manis. Tak pernah Snow sangka kalau setelah itu, peran mereka sebagai pasangan justru berlanjut di dunia nyata. Begitu selesai acara, lelaki itu menemui Snow di area tangga menuju sun deck. Semula hanya terjadi percakapan biasa. Namun, semakin lama, tubuh mereka saling merapat dengan sendirinya. Ini melanggar aturan, tapi Snow tidak bisa menolak ciuman hangat yang diberikan oleh salah satu penumpang kapal mereka itu. Bahkan, di sebuah tangga darurat setelah lewat jam dua malam, mereka sudah saling menanggalkan pakaian. "Kamu ingat? Saat itu kita nggak pakai apapun selain topeng," ucap Raffa yang seperti sengaja mengajak Snow untuk menjelajah masa lalu mereka. Sejak pertama kali bibir mereka bertaut, keduanya sama-sama sepakat untuk lebih baik menyembunyikan identitas. Mereka bergulat tanpa menunjukkan wajah. Pun saling mencecap nikmat tanpa tahu siapa nama mereka yang sebenarnya. Snow meminta hal ini bukan tanpa alasan. Dia memang merasa lebih aman menjadi seorang anonim. Apalagi, aktivitas panas yang mereka lakukan sangat amat melanggar peraturan. Sama halnya dengan Snow, Raffa pun sepakat karena dia juga ingin menutupi jati dirinya sebagai seorang entertain terkenal. Jika sampai ada yang tahu, maka reputasinya akan jatuh. Raffa tidak bisa membayangkan kalau ada media yang menaikkan berita tentang Raffaele De Carlo yang tengah bercinta dengan kru kapal di bawah tangga darurat. "It's not fair. Kamu ternyata udah tau nama aku sejak awal," ucap Snow. "Tapi seenggaknya aku jaga rahasia ini baik-baik." Snow menggeleng pelan. Matanya mulai berkaca menahan rasa marah, malu, sedih, sekaligus kecewa. "Maaf," lirih Raffa. Mulut Snow terkatup tak menjawab. "Aku serius. I keep it to myself. Nggak ada yang tahu soal hubungan kita," lanjut Raffa. Tragedi manis di bawah tangga darurat bukanlah sebuah akhir, melainkan awal kisah mereka. Saat itu, Raffa memaksa Snow untuk memberikan nomor ponselnya. Walau awalnya sempat ragu, tapi Snow akhirnya luluh dengan dua catatan. Satu, mereka menggunakan nomor baru yang berbeda dengan nomor pribadi. Dua, mereka tetap anonim dan saling menjaga identitas masing-masing. Meski sejak saat itu keduanya tidak pernah bertemu secara langsung, tapi komunikasi mereka berjalan dengan lancar. Bahkan, mereka bak sepasang kekasih yang sedang menjalani online dating. Keduanya merasa senang-senang saja untuk saling bertukar kemesraan secara virtual selama hampir satu tahun lamanya. Walau kesepakatan mereka untuk menjaga identitas masing-masing ini sedikit unik, tapi nyatanya hal ini justru membuat kedekatan mereka semakin lekat. Keduanya bisa menjadi diri sendiri tanpa ada yang ditutupi. Snow bisa bercerita tentang apapun. Begitu juga dengan Raffa yang tidak perlu menjaga image layaknya seorang publik figur yang biasa disorot di atas panggung. "Kenapa kamu pergi? Tanpa alesan, tanpa kabar, dan sangat tiba-tiba," tanya Raffa kemudian. Snow lantas menghela napas. Raffa memang menjadi tempat bersandar yang paling nyaman. Namun, Snow merasa hubungan mereka seperti tanpa tujuan. Setelah satu tahun mereka bersama, Snow akhirnya memilih menghilang dan menjalin hubungan serius dengan seorang second officer di kapal tempat Snow bekerja. "Nikah?" tanya Raffa. Snow mengangguk. "Iya." "Selamat." Bibir Snow tersungging tipis. "Namanya Leonardo. Aku cinta sama dia dan dia juga cinta sama aku. Tapi, Tuhan lebih mencintainya. Tiga tahun lalu, suamiku meninggal. Kecelakaan." "Turut berduka. Tapi aku udah tau cerita itu." Snow mendongak heran. "How?" "Dari sosial media kamu." Raffa lantas menunjukkan ponselnya yang menyala. "You follow me, dan aku bisa stalk akun kamu yang nggak pernah di-private." Untuk ke sekian kalinya, Snow membuang muka seraya memijat pangkal hidung. Ingin rasanya mati menahan malu. Bagaimana tidak? Dulu, Snow selalu bercerita kepada Balthazar-nya kalau dia sangat mengagumi Raffaele De Carlo. Snow tidak pernah segan memuji Raffa dengan berbagai kalimat hiperbola. Sialnya, Snow tidak tahu kalau ternyata dia sedang membicarakan idolanya itu dengan orangnya langsung. "Don't worry. Aku suka pas kamu tiap hari ngomongin 'aku' sama aku," ucap Raffa seraya menahan tawa. "Forget it!" "Ok then. Intinya sekarang, aku mau minta maaf karena aku nggak jujur kalo sebenernya sejak awal aku udah tau siapa kamu. Tapi aku juga bersyukur, karena kalo aku nggak tau kamu, kita nggak mungkin duduk berdua di sini." Snow diam seraya melipat bibir. Dia tahu kalau Raffa memang senang saat bertemu lagi dengannya. Namun, tidak dengan Snow. Sungguh, Snow tidak tahu harus mendeskripsikan dengan cara apa perasaannya kali ini. Satu yang jelas, Snow sangat takut. Snow takut mengenal Raffa lagi. "Raff, kayaknya aku harus pergi," ucap Snow yang memilih menghindar dari situasi canggung ini. "Obrolan kita baru dimulai, Snow." "Aku nggak bisa. Aku -" "Mama!" Snow dan Raffa spontan menoleh ke arah sumber suara. Seorang anak kecil tampak berlari dengan lengan yang terbentang. Tak lama setelah itu, dia tampak memeluk dan melompat ke pangkuan Snow. "Mi manchi, Mamma," ucap anak lelaki itu. Snow tersenyum. "Mi manchi anche tu." Raffa membatu di tempat duduknya. Sejak dulu, dia memang sudah tahu kalau Snow pernah menikah, dan suaminya meninggal setelah satu tahun usia pernikahan. Namun, ... anak? Sejak kapan Snow punya anak? Anak siapa? Anaknya dengan Leonardo? Atau ... shitt! Raffa benci pikirannya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD