Pendekatan Lagi

1098 Words
Setelah mendapat respon tidak baik dari Liam, Laura tidak menyerah begitu saja. Meski mulut Liam membisu mengabaikan semua ocehannya, Laura tidak akan mundur! Demi Liam, Laura akan menjadi cerewet seperti kaset tanpa baterai! Contohnya pagi ini, setelah kemarin dia diabaikan, Laura berniat membawakan Liam sarapan. Tidak-tidak, dia hanya membawa satu porsi karena takutnya Liam menolak lagi, kalau ditolak 'kan dimakan sendiri gitu. Kotak makan persegi seukuran delapan belas senti berwarna merah muda dan berisi roti spesial buatan ibunya. We, jangan harap Laura memasak, dia malas sekali masak pagi-pagi begini. Jadilah, roti ini hasil curian Laura karena sarapan yang bibinya buat terlalu banyak. Senandung dia suarakan sepanjang kakinya melangkah di tengah-tengah koridor sekolah. Kedatangannya tentu masih mengundang bisik-bisik setan dan lirikan minat dari para penghuni Hario's High School. Aneh, mereka semua melihat Laura bak artis papan atas. Padahal dulu di sekolah lamanya, kalau ada anak baru mereka pasti cuek, dibiarkan saja dan dianggap tidak menarik. "Pagi, Laura!" Selly tiba-tiba merangkulnya dari belakang. Dasarnya tubuh Selly yang lebih tinggi dari Laura membuat gadis itu dengan mudah mengapit leher Laura. "Kaget," gumam Laura jujur, sedangkan Selly terkekeh geli. Keduanya pun masuk ke dalam kelas. Begitu tiba di depan, Laura langsung menatap meja Liam yang masih kosong. Kecewa tentu saja, apalagi dia sudah membayangkan Liam yang menelungkupkan kepala akan terkejut karena dirinya memberikan sarapan. Karena tidak menemukan si laki-laki, Laura pun melepas rangkulan Selly dengan cepat. Dia sudah berniat berlari dan akan menunggu Liam di parkiran, tapi langkahnya terhenti gara-gara Selly. "Mau kemana lo?" "Parkiran, ada yang ketinggalan!" Laura langsung pergi setelah itu, meninggalkan Selly yang berpikir keras karena tadi itu dia melihat Laura berangkat menggunakan ojek. *•*•*•*•*•* Celingak-celinguk menatap satu persatu siswa yang datang adalah kegiatan Laura selama lima menit ini. Wajahnya memasang senyum setiap ada yang menatap wajahnya dengan aneh. Apalagi kotak makan Laura yang didekapnya, jelas saja itu mengundang rasa aneh bagi anak-anak Hario's. Sejarah mengatakan, anak-anak Hario's tidak ada yang pernah membawa bekal dari rumah karena kantin sekolah menyediakan semua kebutuhan dengan harga yang pas dikantong. Namun, sepertinya Laura akan membentuk sejarah baru. Enam motor lewat dengan begitu bising di depan Laura. Motor bermacam jenis itu kemudian terparkir rapi tepat di depan Laura. Keenamnya menatap Laura penasaran. Ada beberapa faktor yang membuat mereka semua menatap Laura. Pertama, wajah Laura yang belum pernah mereka lihat. Kedua, kotak bekal yang Laura bawa. Ketiga, posisi berdirinya yang kini ada di depan parkiran. Gama, si super perfeksionis pun turun dari motornya diikuti kelima temannya. Haidar, Frans, Dharma, Felix, Matt, mereka mengikuti langkah Gama. Pergerakan keenam laki-laki itu tentu tidak luput dari mata Laura karena memang motor mereka terparkir tepat di depannya. Apalagi ketika mereka mulai keluar dari sana dan semakin mendekat ke arah Laura, dahi Laura langsung menciptakan gelombang halus. "Anak baru?" tanya Gama dengan suara serak-serak dingin. Laura cukup mengangguk, matanya mencoba membaca nama di bagian d**a kiri laki-laki di depannya. Gama Mahardika. "Pantes kita jarang lihat," sahut laki-laki pemilik rambut gelombang yang dibiarkan sedikit panjang. Hanya sedikit pada bagian atas, karena bagian kiri dan kanannya dipotong pendek. Laura menyipitkan matanya kembali mencari nama dari laki-laki yang baru saja berbicara. Felix Abraham G. "Ayo cabut!" Suara ini terdengar keras, angkuh, dan menyebalkan bagi Laura. Matanya tidak segan menatap laki-laki tinggi yang membawa tas kecil di punggungnya. Bet seragamnya bertuliskan Abiyan Dharma Hario. Keempatnya mengikuti si Abiyan atau kerap dipanggil Dharma untuk pergi meninggalkan parkiran. Sedangkan Gama masih menatap Laura yang sibuk memperhatikan punggung teman-temannya. "Satu yang harus lo tahu, anak Hario's nggak bawa bekal." Kemudian Gama pergi setelah sengaja menyenggol kota bekal milik Laura. Sialan memang, padahal kata Selly Gama itu ketua OSIS, tapi tingkahnya sudah setara dengan iblis. Katanya juga, anak-anak em.. domino? Bukan-bukan, Dominus. Mereka itu buka anak-anak nakal, tapi apa itu tadi?! Dengan kesal Laura pun berjongkok mengambil kotak bekal berwarna pink miliknya. Memang tidak tumpah apalagi pecah, tapi Laura tidak akan tega memberikan ini kepada Liam. Deru motor pun mendekat, Laura langsung menatap siapa yang datang. Senyumnya merekah begitu Liam tampak melewati dirinya. Kembali berdiri, lalu berlari mendatangi Liam yang sedang memarkirkan motor di pojokan adalah hal yang Laura lakukan. Senyum gadis itu terlukis lebar dan kedua tangannya segera menyembunyikan kotak bekalnya di belakang tubuh. "Pagi, Liam!" sapanya begitu cerah. Jangan harap Liam menatapnya, apalagi membalas sapaan Laura karena Liam sekarang justru sibuk membuka kaitan helm miliknya. Bahkan sepertinya kehadiran Laura dianggap seperti makhluk tak kasat mata. Oh tentunya Laura tidak menyerah. Gadis itu tetap tersenyum dan memamerkan kotak bekalnya kepada Liam. "Aslinya gue mau kasih sarapan buat lo, but tadi kotaknya jatuh. Hmm, jadinya nggak jadi gue kasih deh." Alis Liam terangkat sebelah menatapnya, sebelum akhirnya laki-laki itu turun dari motor dan meninggalkan Laura sendirian. Senyum Laura merekah tentu saja, meski hanya direspons dengan alis terangkat satu, setidaknya Liam meresponsnya. "Liam tunggu!" teriaknya sambil mengejar Liam. Suasana koridor yang ramai jelas langsung sepi begitu mendengar teriakan Laura. Mereka bahkan memperhatikan keduanya dengan sedikit takut dan mencibir. Anak-anak bahkan memilih pergi begitu Liam akan menapakkan kakinya di sekitar mereka. Sedangkan Laura dengan pede-nya berjalan di sebelah Liam diiringi mulut mengoceh dan abai terhadap anak-anak lain. "Liam, lo belum kenalan sama gue loh kemarin!" "Liam, besok gue bawain sarapan, ya? Yang ini nggak usah dimakan, nggak tega gue ngasih ke elo." "Liam, lo inget gue, 'kan?" "Liam, gue nanti pulang bareng boleh?" "Liam." "Liam." "Liam." Sebanyak apa pun Laura mengoceh, Liam tetap saja memilih diam dan berjalan santai. Sedangkan Laura mulai mendengus karena Liam yang kelewatan cuek kepadanya. "Liam, lo nggak suka sama gue?" Lagi-lagi Liam diam tidak merespons, mereka pun berbelok hampir sampai ke kelas 11 IPA 2. "Liam gue cantik loh!" "Liam!" kesalnya berhasil menghentikan langkah Liam. Senyum Laura sudah terukir lebar saat Liam berbalik menatap dirinya. Mulutnya sudah kembali terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi sayangnya Laura harus menelan pil pahit di pagi hari begini. Liam hanya menatapnya datar. Laki-laki itu juga langsung menyumpalkan earphone dikedua lubang telinganya. Setelah itu, dia berbalik dan kembali berjalan meninggalkan Laura. "Liam sialan! Gue dicuekin lagi huh?!" Nasib Laura yang mengenaskan dan akan menjadi lebih mengenaskan karena aksinya sedari tadi membuat Dominus geram. Keenam laki-laki tadi memang sengaja memperhatikan Laura dari jauh. Dan begitu tahu gadis itu mendekati Liam, seringai kejam terlukis di wajah mereka. Dominus memang bukan anak nakal yang suka tawuran, melainkan mereka akan mem-bully siapa pun yang berdekatan dengan Liam. Kegiatan rutin yang mulai mereka lakukan semenjak kasus pembunuhan 6 bulan yang lalu. So, selamat datang Laura di kehidupan yang akan jauh dari rasa tenang. *•*•*•*•*•*
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD